Rokok dan kopi.
Starter pack bapak-bapak sebelum ngerumpi.
Janez hari ini datang ke kediaman atasan sekaligus sahabat karibnya untuk ngerumpi. Bertemu setiap hari di kantor ternyata tidaklah cukup bagi kedua pria di pertengahan usia 30an itu untuk saling berbagi keluh kesah satu sama lain. Ditambah lagi, rumah Markie tentunya lebih nyaman dari kontrakan ukuran 3x5 meter persegi yang Janez sewa. Maka itu, mampir ke rumah Markie di akhir pekan sudah hampir menjadi mandatory bagi Janez selain pergi ke gym ... dalam tanda kutip: kalau Markie-nya lagi enggak diculik Hadian.
Beda dari Janez, pasangan nikotin Markie bukanlah kopi melainkan segelas teh manis hangat. Salahkan lambungnya yang lemah terhadap gumpalan kafein tersebut, Markie pernah sampai tak masuk sekolah tiga hari hanya karena mencoba kopi hitam milik Ayahnya sewaktu dia SMA dulu. Sambil memandangi aquarium besar di balkon lantai dua rumahnya, kedua pria itu belum ada yang buka suara dan masih asik menyesap rokok seakan tiada hari esok.
"Pak," ujar Janez membuka obrolan. "Waktu itu katanya udah gak suka nyebat."
"Suka sih masih suka, Nez. Tapi lagi nyoba berhenti, soalnya Hadian gak suka baunya."
"Beuh, nurut amat dah lu Pak sama si Hadian. Dipelet, yak?" Janez tekan bara api dari sepuntung rokoknya yang sudah pendek di atas asbak. "Tapi iya sih ... kemaren-kemaren gue sendiri yang nyebat tapi kok tumben mulai nyebat lagi, Pak?"
Markie diam saja, pandangannya masih fokus mengarah ke dalam rumah ikan-ikan kesayangannya.
"Lagi banyak pikiran, ya?" tebak Janez, kali ini berhasil bikin yang lebih tua terkekeh kecil. "Minggu lalu tuh mau ngomong apa sih lu, Pak?"
"Hah? Apaan, ya?"
"Itu loh, yang katanya Bapak ditolak lagi. Kontrak kita ada ditolak klien kah?"
"Oh, enggak. Udah gak penting."
"Ditolak Hadian?"
Hampir saja Markie menyeburkan teh manisnya atas dugaan tepat Janez. Pria yang lebih muda itu pun tampak semangat karena tebakannya benar, ia putar sedikit kursi rotannya mengarah Markie, tanda siap mendengarkan topik seru tersebut.
"Lu nembak Hadian, Pak?"
"Enggak, tapi kayaknya saya sudah ditolak sebelum memulai."
"Anjir, si Hadian tuh seleranya malaikat kali ya kalau manusia super green flag kayak lu aja ditolak mulu?"
"Green flag itu apa maksudnya, Nez?"
Ah, Janez lupa betapa kolotnya atasannya itu. "Yah, pokoknya begitulah. Jadi gimana tuh kok bisa ditolak sebelum memulai?"
Awalnya Markie ragu untuk bercerita, tapi pada akhirnya ia luapkan juga. Dari mulai bercerita mengenai Sughy, acara pernikahan minggu lalu, perang dingin yang terjadi di antara mereka, sampai percakapan antara Markie dan Hadian di mobilnya saat perjalanan pulang. Janez tentu paham garis besarnya, pasalnya ia juga mengenal Sughy karena lelaki itu teman semasa kuliah mereka dulu. Hanya saja ia tidak begitu mengetahui betapa dalamnya hubungan Hadian dan Sughy di masa lalu, sebab setelah lulus kan Janez memisahkan diri dari teman-temannya untuk mencari nafkah.
"Bangsat juga si Sughy, padahal dulu seinget gue anaknya baek-baek aja dah. Ternyata hidung belang," ujar Janez, kini mengandaskan kopi susu-nya.
"Tapi yah saya percaya sih Hadian udah gak ada rasa sama dia ...." Markie diam sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. "Cuman lebih kecewa aja karena kayaknya Hadian emang enggak pernah punya rasa sama saya sekalipun, dari dulu sampai sekarang."
"Lu juga diem-diem aja sih, Pak. Coba dong lebih ... apa ya? Modusnya dikencengin lagi, lebih kentara lagi gitu."
"Saya takut Hadian merasa gak nyaman."

KAMU SEDANG MEMBACA
CONTRAST | MarkHyuck
Fiksi PenggemarHaechan dan Mark. Kalau kata orang sekitar, mereka itu bagai Air dan Minyak, enggak bisa nyatu soalnya sangat kontras. Haechan galak dan Mark kalem. Haechan banyak bacot dan Mark minim bicara. Haechan ditakuti dan Mark disenangi. Walau begitu, kedua...