“Bruakkk!”
Terdengar suara benda jatuh dari lantai dua, di susul dengan sumpah serapah yang keluar dari mulut Cliff Rockefeller.
Samantha yang baru saja tiba di rumah hendak berlari setelah mendengar dengan jelas suara kaca pecah dari lantai dua.
Namun sebelum menaiki anak tangga, Hanna wanita paruh baya yang merupakan seorang pelayan di rumah itu mencegat pergelangan tangan Samantha. Dia menggeleng kecil mengisyaratkan agar Samantha mengurungkan niatnya untuk naik.
“Damn it‼!” kembali terdengar suara Cliff yang berteriak.
“Aku sudah mengatakan jangan seperti wanita sampah itu.” ujarnya dengan suara berat.
Tidak ada sahutan.
“Sudah lama, Bi?” tanya Samantha kepada Hanna.
“Sudah tiga puluh menit.” jawab Hanna.
Keduanya duduk diam di bawah tangga. Selang beberapa detik terdengar suara langkah kaki yang menuruni anak tangga, baik Samantha maupun Hanna menahan nafas karena takut jika sampai ketahuan oleh Cliff.
Langkah kaki itu semakin jauh lalu di gantikan dengan suara mobil yang meninggalkan pekarangan rumah.
Setelah tidak lagi terdengar suara, Hanna berlari ke ruang belakang. Tak lama dia kembali dengan membawa kotak obat lalu memberinya kepada Samantha.
“Kau tahu apa yang harus kau lakukan,” ucapnya yang mendapat anggukan kecil dari Samantha.
Dengan kakinya yang kecil Samantha sedikit berlari menaiki anak tangga. Langkahnya melamban kala kamar yang menjadi tujuannya semakin dekat. Nafas Samantha memburu dengan tangan sedikit berkeringat, kamar itu tidak tertutup.
Setelah berulang kali menarik nafas lalu menghembusnya kembali, Samantha akhirnya memberanikan diri untuk masuk.
Tubuhnya membatu di ambang pintu, tempat itu tidak layak lagi di sebut kamar mungkin lebih tepatnya seperti kapal pecah. Sejumlah barang beserakan di lantai, pecahan kaca ada dimana-mana.
Namun yang lebih miris adalah tubuh Nick yang terlentang di tengah ruangan. Dari jarak beberapa langkah Samantha dapat melihat nafas Nick yang teratur sambil memejamkan mata, ada bercak darah di sudut bibirnya, dan salah satu matanya terlihat memar.
“Keluar.” terdengar suara serak Nick yang mengusirnya.
Seketika Samantha mengalihkan pandangannya ke sembarang arah untuk menjernihkan kembali matanya yang berkaca-kaca. Bersamaan dengan itu Nick membuka pelupuk mata.
“Kau tidak mendengar? Aku menyuruhmu keluar,” ucapnya sekali lagi, tapi Samantha mengabaikan perintah Nick.
Samantha memajukan langkahnya hingga berdiri tepat di sisi Nick, lalu dia sedikit berjongkok dan mengulurkan tangan kepada pria itu.
Dengan terpaksa Nick meraih tangan itu, posisinya kini berubah menjadi duduk berhadapan dengan Samantha.
“Tinggalkan kotak itu, aku bisa melakukannya sendiri,” ucapnya memalingkan wajah. Lagi-lagi pria itu berusaha mengusir Samantha dari kamarnya.
“Biarkan aku membantumu,” tawar Samantha.
“Tidak perlu. Biarkan aku sendiri,” balas Nick.
“Aku sudah sering melihatmu dihajar, jadi tidak perlu malu padaku,” ujar Samantha yang membuat Nick menoleh padanya dengan tatapan tajam.
“Katakan saja jika kau senang melihatku seperti ini.” balas Nick menaikkan salah satu alisnya.
Samantha kembali diam, dia hanya malas meladeni Nick.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Flower
RomanceSamantha hampir tidak pernah berpikir jika selama ini dirinya hanyalah sebagai sosok pengganti bagi Andrew. Tak lama setelah pria itu berjanji akan segera melamarnya, Andrew justru memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Betapa hancur hati Saman...