"Apa sebegitu bencinya kau padaku, hm?" tanya Cliff dengan tatapan tajam yang siap menghunus jantung Lucy.
"Jangan bersikap seakan aku telah merugikanmu. Ucapanmu terdengar seperti aku ini penjahat dan kau korbannya." kali ini Lucy membalas tatapan Cliff tak kalah sengit.
Dia tidak mengerti mengapa Cliff seakan menyudutkannya atas penyakit yang juga tidak ia inginkan.
Cliff tidak menjawab, lagi-lagi dalam hati dia merutuki kebodohannya.
Dia tidak berniat membuat Lucy terluka, hanya saja ego membuatnya lupa bagaimana cara meminta maaf lalu memperbaiki kesalahannya.
Alih-alih berbaikan dengan Lucy seperti yang ia bayangkan sebelumnya justru hubungan mereka terlihat makin jauh dan tidak tertolong.
Cliff menghela nafas, hati dan pikirannya hanya sedang kacau.
"Bagaimana dengan Nick?" pertanyaan Cliff selanjutnya membuat Lucy terdiam lama.
Jujur dia sangat merindukan Nick, tapi dia tidak ingin membuat anak lelakinya itu khawatir ataupun merasa bersalah.
Terlebih lagi, Lucy tahu persis jika Nick sangat tidak nyaman tinggal di New York karena itu dia tidak ingin membebani Nick lebih banyak.
Dia juga masih bisa beraktivitas walau sekedar melakukan pekerjaan ringan.
"Aku masih sangat baik-baik saja. Jadi tolong jangan memberi tahu Nick." Lucy melirik Cliff yang sangat sulit ia tebak.
Bahkan setelah banyaknya luka yang diberikan pria itu Lucy masih sempat mengagumi ketampanan Cliff yang sama sekali tidak memudar.
"Dia pasti sibuk dengan pekerjaannya." lanjutnya. Lucy berusaha menyembunyikan air matanya yang jatuh dari Cliff.
"Baiklah jika itu yang kau mau." sahut Cliff.
Setelah itu dia keluar dari ruangan Lucy. Diam-diam Cliff mengatur semua kembali jadwalnya, dia akan menghabiskan lebih banyak waktu kerja di rumah kali ini.
Dunia berubah dalam sekejap, kegelapan ada di mana-mana; kesedihan dan ketakutan menghantui setiap langkah; penyesalan dan kegelisahan membuat segalanya semakin runyam.
Seminggu dirawat di rumah sakit, Lucy memilih untuk pulang ke rumah. Pada hari kepulangannya Cliff lah yang menjemputnya, Samantha saat itu memiliki pekerjaan pentinng yang tidak bisa di tinggal.
"untuk sementara tetaplah di rumah," ujar Cliff sambil menyelimuti Lucy.
"Kau tidak bekerja?" tanya Lucy melihat Cliff yang masih saja berkeliaran di rumah.
"Tidak. Aku akan ada di rumah jadi katakan saja jika membutuhkan sesuatu," ujarnya datar.
Lucy menarik salah satu sudut bibirnya, dia sangat mengenal Cliff dan pria itu tidak pernah bersikap seperi itu. Mungkinkah pria itu begitu menikmati akhir kisah hidup Lucy yang menyedihkan?
"Akan lebih baik jika kau tidak berpikiran buruk terhadapku, tidak baik menilai orang hanya dari satu sudut pandang," celetuk Cliff seakan bisa menebak isi kepala Lucy.
Wanita itu terdiam. Salahkah dia jika pada akhirnya hanya bisa menilai Cliff buruk setelah apa yang mereka lewati bertahun-tahun?
"Terserah kau saja," balas Lucy berusaha memejamkan mata.
Sebenarnya dia tidak mengantuk, dia hanya berpura-pura agar Cliff segera keluar dari sana.
Pria itu memang keluar, tapi untuk mengambil laptop miliknya. Cliff masuk kembali ke kamar Lucy lalu duduk di sofa dengan tatapan yang tertuju di layar laptop, setiap tindakannya membuat Lucy mengernyit heran.
![](https://img.wattpad.com/cover/345963312-288-k691018.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Flower
RomansaSamantha hampir tidak pernah berpikir jika selama ini dirinya hanyalah sebagai sosok pengganti bagi Andrew. Tak lama setelah pria itu berjanji akan segera melamarnya, Andrew justru memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Betapa hancur hati Saman...