Bab 43: Terlupakan

49 3 0
                                    

Sudah seminggu semenjak Samantha kembali ke New York karena urusan pekerjaan.

Setelah dua bulan berada di Newburgh wanita itu pulang dengan hati yang semakin hancur.

Kondisi Lucy juga tak jauh mengkhawatirkan, meski wanita itu menyambutnya dengan senyum hangat tapi hati Samantha begitu remuk melihat tubuh Lucy yang semakin kurus dan pucat.

Samantha masih ingat di hari pertama dia tiba di rumah, saat itu langit sudah sore.

...

“Bagaimana kondisinya?” tanya Lucy.

Samantha menelisik wajah wanita cantik di hadapannya. Bagaimana bisa Lucy masih mempedulikan orang lain dengan kondisinya yang juga memprihatinkan?

“Dia semakin sering tak mengenalku meski hampir setiap hari bersamanya,” jawab Samantha sendu.

“Bagaimana dengan Mommy?” terdengar suara Samantha bergetar.

“Mommy masih kuat, Nak. Lihat bahkan Mommy masih sanggup memasak makanan kesukaanmu.” jawab Lucy menunjukkan makan malam yang ada di atas meja.

Keduanya sedang menunggu Cliff pulang dari kantor, karena sesuatu hal yang penting pria itu meminta izin kepada Lucy untuk pergi sebentar.

...

Samantha terlonjak  dari lamunannya ketika Shane masuk.

Mereka tak banyak mengobrol, Samantha seakan tak bisa membahas apapun jika itu menyangkut Andrew. Dia pasti akan menangis, karena itu semua ia pendam sendiri dalam hatinya.

Selama seminggu ini dia kerja tak kenal lelah agar urusannya cepat selesai dan dia bisa kembali lagi ke Newburgh. Setiap malam dia juga menyempatkan waktu menghubungi Andrew memastikan pria itu tidak meninggalkannya tiba-tiba.

***

“Kau belum tidur?”

Theresia baru saja masuk ke kamar Andrew dan mendapati anak lelakinya masih duduk menghadap ke luar jendela

Andrew menoleh tersenyum, dia tidak mungkin mengatakan kepada Theresia bahwa ada rasa takut ketika mencoba memejamkan mata—takut ketika ia bangun semua menjadi hilang dalam ingatannya.

Atau ada ketakutan jika pada akhirnya dia tidak dapat lagi melihat semua orang di sekitarnya. Walau sudah mencoba pasrah dan iklas pada takdirnya, namun ada setitik rasa takut di sudut hati Andrew.

“Mommy sendiri mengapa belum tidur?”

Andrew justru bertanya balik.

“Mommy kesulitan untuk tidur,” jawab Theresia.

Dia melirik wajah mommynya yang menyimpan banyak hal untuk dikatakan.

“Mommy memikirkan sesuatu?” tanya Andrew pada akhirnya.

Theresia sudah memikirkan hal ini dengan sangat matang. Setelah melihat kesakitan berkepanjangan yang ditanggung oleh Andrew membuatnya mengubah cara berpikirnya.

Mengikhlaskan mungkin akan sangat menyakitkan tapi dia tidak ingin egois dengan membiarkan Andrew terus dalam rasa sakit.

“Mommy yakin di sana ada kehidupan yang lebih indah,” lirihnya menguatkan hati.

Theresia menatap lama langit malam yang dipenuhi bintang. Meski dia akan kehilangan tapi dia yakin Andrew akan menjadi bintang yang menghiasi langitnya setiap malam.

Tidak ada jawaban dari Andrew, dia hanya menunggu sampai Theresia selesai bicara.

“Mommy yakin kau akan ada diantara para bintang di langit, mungkin setiap malam mommy akan duduk di sini untuk menatapmu.”

The Last Flower Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang