Bab 5: Kejutan

86 4 0
                                        

“Selamat pagi, baby.” Sambut Andrew begitu Samantha masuk mobil.

“Pagi, sayang.” sahut Samantha mengecup pipinya.

Andrew mengambil sesuatu dari kursi belakang, lalu memberinya kepada Samantha.

Wow!” sontak Samantha menutup mulut dengan telapak tangan di sertai bola matanya yang membulat.

“Dalam rangka apa ini?” tanya Samantha menelisik wajah Andrew. Setelah sekian lama pria itu kembali membuat kejutan manis di pagi hari.

“Bentuk permintaan maaf, akhir-akhir ini aku sering membuatmu kesal,” ujar Andrew dengan nada penuh rasa bersalah.

“Oh God!” Samantha merasa begitu terharu, dia mendekat lalu memberi kecupan lembut di atas bibir Andrew dan kemudian memeluknya dengan perasaan bahagia.

“Kau selalu penuh kejutan,” ucap Samantha melepas pelukannya.

Pagi itu serasa menjadi hari yang baru lagi. Mereka tiba di basemen dan bertemu Shane yang juga baru turun dari mobil.

“Selamat pagi, sweetie.” sapa nya kepada Samantha dan mengabaikan Andrew.

“Selamat pagi, Shane.” sahut Samantha.

“Wajahmu terlihat bersinar, bahkan meski kau berusaha menutupinya,” ujar Shane menyipitkan mata.

“Oh benarkah? Kau membuatku malu,” jawab Samantha menepuk lembut kedua pipinya.

Shane menyikut menggoda Samantha yang terlihat bersemu merah.

Terdengar bunyi lift terbuka, Samantha keluar. Sementara Andrew dan Shane naik ke lantai berikutnya. Jadi meski pun Samantha dapat dengan mudah masuk Rockefeller tapi semua dia mulai dari dasar.

Siang itu, Samantha baru teringat jika Cliff menitip dokumen penting yang tersimpan di rumah untuk di antar ke ruangannya.

Samantha meraih dokumen itu dan melangkah keluar menuju lift.

Mr. Rockefeller, begitu para karyawan memanggilnya. Ruangannya berada di lantai tiga puluh.

Kembali terdengar suara lift terbuka dan Samantha keluar. Lantai ini memang khusus untuk sang CEO. Dia mengernyit kala tak melihat Shinta—sekretaris daddynya berada di ruangannya.

Samantha mengetuk pintu ruangan daddynya namun tak ada sahutan,

“Tok … tok …”

“Tok … tok …”

Di ketukan ketiga belum juga ada sahutan, Samantha memutar gagang pintu yang ternyata tidak terkunci. Dia masuk, ruang besar itu terlihat sunyi.

Samantha akhirnya memutuskan untuk meletakkan dokumen tersebut di atas meja daddynya. Tapi suara-suara aneh terdengar dari arah pintu yang hanya berjarak satu meter dari meja daddynya.

Dia melangkah semakin dekat. Dari jarak dekat Samantha dapat melihat jika pintu tersebut tidak di tutup dengan rapat. Samar-samar melalui cela kecil Samantha dapat melihat daddynya dengan Shinta dalam keadaan setengah telanjang.

“Kau berusaha mengelabuiku, Bitch?” Cliff mendesis sambil mencekik leher Shinta. Sementara tubuhnya terus bergerak kasar di atas tubuh wanita itu.

“Kau sudah setuju tidak akan bersetubuh dengan bajingan itu selama kau masih menikmati uangku!” Wajah Cliff memerah menahan marah. Dia tidak peduli meski Shinta sudah hampir kehabisan nafas.

Shinta berusaha melepaskan cekalan tangan Cliff pada lehernya, namun dia tidak berdaya. Sedangkan bagian bawah tubuhnya terasa akan meledak karena Cliff seperti kesetanan.

Bajingan yang di maksud oleh Cliff Adalah Louis—kekasih Shinta

Setelah mendapat kepuasan, Cliff melepas cekalannya dan kemudian tubuhnya terkapar di atas tempat tidur. Nafasnya mulai terdengar berat yang artinya pria itu jatuh tertidur.

Kesempatan itu di gunakan oleh Shinta untuk bangkit dan mengumpulkan pakaiannya yang beserakan dimana-mana. Dia masuk ke dalam kamar mandi lalu merapikan kembali penampilannya, meski terasa sakit tapi tidak ada rasa sedih sama sekali di wajahnya.

Seperti biasa setelah melayani Cliff mukanya menjadi datar. Untuk sentuhan terakhir Dia mengoleskan lipstik merah darah kesukaan tuan Cliff di bibirnya yang terlihat bengkak. Dengan langkah pelan Shinta kembali ke ruangannya.

Dia sudah berusaha menahan rasa sesak dalam dada. Semua kesakitan yang ia rasakan ini karena keputusannya sendiri yang membuat perjanjian dengan tuan Cliff.

Shinta membutuhkan uang untuk melunasi hutang yang di tinggalkan mendiang ayah-ibu nya. Tanpa berpikir panjang kala itu Shinta menyetujui tawaran tuan Cliff.

Melayani pria itu—hanya pria itu tanpa pria lain. Nominal uang yang akan Shinta dapat tentu sangat menggiurkan.

Samantha kembali membasuh wajahnya. Walau gosip perselingkuhan daddynya telah menyebar bagai wabah di luar sana tapi selama ini Samantha tidak ingin terlalu memikirkannya. Dan siang ini dia melihat dengan mata kepalanya sendiri apa yang di lakukan daddynya.

Ada rasa sedih, kecewa dan juga marah. Dia memang hanya anak yang di ambil dari panti asuhan lalu di asuh oleh mommy Lucy, namun Samantha kini tidak dapat membayangkan sakit yang di pendam mommynya selama bertahun-tahun.

Setelah memastikan tampilannya di cermin, Samantha keluar dari sana. Dia mengernyit melihat Andrew yang berdiri di ujung lorong kamar mandi.

“Aku mencarimu di ruangan tapi tidak ada.” … “seseorang mengatakan melihatmu masuk ke kamar mandi,” jelas Andrew.

“Mengapa wajahmu murung?” tanya Andrew

“An, kau percaya gosip tentang keluarga Rockefeller?” tanya Samantha dengan tatapan kosong.

Andrew menaikan salah satu alisnya penasaran, “Kau melihat sesuatu?” tanya Andrew lebih lanjut.

“Kau juga pernah melihat?” bukannya menjawab tapi Samantha justru kembali bertanya. Namun dari pertanyaannya Andrew tahu jika Samantha memang melihat apa yang seharusnya tidak ia lihat.

“Aku pikir, itu urusan pribadi. Mungkin seharusnya kau lebih tahu dari semua karyawan yang ada di sini.” Andrew hanya tidak ingin memperkeruh suasana.

Andrew benar, dia yang lebih tahu. Dia tahu bagaimana daddy Cliff sering menghajar Nick dan juga mommy Lucy. Tapi apa yang ia lihat barusan sungguh hampir tidak dapat ia percayai.

Bahkan tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Andrew sontak memeluk sambil mengelus punggungnya mencoba menenangkan.

“Tidak pelu memikirkannya,” ujar Andrew.

“Mengapa kau mencariku?” kali ini Samantha yang bertanya setelah berhasil tenang.

“Apa kau tidak lapar? Ini jam makan siang dan aku ingin mengajakmu makan,” balas Andrew.

“Kau ingin makan sesuatu?”

“Kita ke kafe depan saja,” balas Samantha.

“baiklah.”

Keduanya turun menuju kafe yang terletak di seberang gedung kantor.

“Aku hampir saja memanggil nama kalian melalui pengeras suara,” ujar Shane sambil berdiri saat melihat kedatangan Samantha dan Andrew. Wajahnya di tekuk karena kesal.

“Lagian mengapa tidak pergi dengan wanita itu saja?” tanya Samantha, yang ia maksud adalah Femmi.

“Jadi kau sudah tidak suka jika aku makan bersama kalian?” balas Shane dengan kembali bertanya.

Samantha terkekeh. “Aku bercanda, Sis.”

Hampir di setiap jam makan siang, mereka bertiga akan pergi makan bersama. Samantha merasa itu bukan masalah, sebelum menjadi pacar Andrew dua pria itu sudah lebih dulu bersahabat. Lagian Shane sosok yang menyenangkan, bahkan tak jarang Samantha juga curhat padanya jika sedang bermasalah dengan Andrew.

Mungkin bisa dikatakan Shane selalu memberinya solusi. Pria itu juga pintar mencairkan suasana, sifatnya memang sangat bertolak belakang dengan Andrew tapi justru itulah Shane sering menjadi pengisi kekosongan.

The Last Flower Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang