Bab 20: Parade Valentine Day

42 3 0
                                    

Samantha masuk ke dalam mobil Shane, sudut matanya berhasil menangkap bouquet bunga di bangku belakang.

"Jadi kau sungguh di tolak?" tanya Samantha penasaran—dia lebih penasaran pria ataukah wanita yang menolak Shane?

"tolong jangan senang di atas lukaku," pinta Shane, jangan lupa wajahnya yang tampan tapi menggemaskan.

Samantha terkekeh "Kau terlihat seperti bukan dirimu," celetuknya.

...

Bagi yang tidak tahu akan berpikir jika Shane dan Samantha merupakan sepasang kekasih, keduanya tengah menonton parade ratusan pasangan yang memenuhi jalanan kota New York yang di iringi beberapa lagu dan juga ada yang bermain drumband.

Serasa kembali ke masa remaja, Samantha tak melewatkan satupun rangakaian acara demi membayar rasa rindunya terhadap masa itu.

"Rasanya sulit melewatkan momen ini setiap tahunnya," ucap Samantha melirik ke arah Shane.

"Tapi sayang, ada beberapa orang yang melewatkannya setiap tahun," balas Shane sambil tertawa kecil, seperti tengah menyindir seseorang.

Keduanya bergerak mengikuti alunan lagu dari para peserta parade.

Dan selama berjalan bersama mungkin tanpa di sadari oleh Samantha bahwa Shane diam-diam menatapnya, tatapan dalam yang sulit di artikan.

"Aku sering berpikir betapa beruntungnya kau bertemu dengan keluarga Rockefeller. Tapi setelah menemukanmu sebagai wanita ceria yang mandiri aku menjadi berubah pikiran," Shane berhenti sejenak tanpa memalingkan wajahnya dari Samantha.

"Namun sekarang aku berpikir jika mereka lah yang beruntung bertemu denganmu." lanjutnya.

Samantha ikut membalas tatapan pria itu, tiba-tiba dia merasa tertarik dengan kehidupan Shane.

"Bagaimana denganmu?" tanya Samantha ingin tahu.

"Aku?" Shane menunjuk dirinya sendiri.

"Ya, bagiamana dengan kehidupanmu? Kau tidak pernah bercerita tentang kehidupanmu," ujarnya memperjelas maksud pertanyaan sebelumnya.

"Tidak ada yang menarik," Shane memandang ke sembarang arah sambil tetap berjalan menyusuri jalan ramai.

"Rasanya tidak adil jika aku menilainya tidak menarik, sedangkan kau tidak mengatakan apapun," balas Samantha ketus.

"Aku telah kehilangan kedua orang tuaku. Tapi bersyukur karena masih memiliki nenek dan kakek yang merawatku dengan baik." jelas Shane singkat.

Samantha tersenyum sambil mengelus lengan Shane, seakan mencoba menenangkan pria itu.

"Maaf," bisiknya. Dia tidak tahu jika Shane juga sama seperti dirinya. Pantas saja mereka selalu memiliki kesamaan dalam hal berpikir.

"Itu bukan masalah. Kita berada di posisi yang sama," sahut Shane tak lupa memberi senyuman terbaiknya.

Meski sudah hampir tengah malam setelah mereka menyaksikan parade, Samantha bersikeras ingin kembali ke kantor untuk menjemput mobilnya.

"Kau tahu aku bisa mengantarmu hingga ke rumah," ucap Shane ketika mobilnya sudah tiba di basemen perusahaan.

"Ya, aku tahu kau memang yang terbaik. Tapi aku harus ke suatu tempat, Shane." jawab Samantha memasuki mobilnya.

Mobil keduanya melaju berlawanan arah setelah keluar dari basemen.

Entah dari mana pemikiran itu Samantha memutuskan untuk datang ke apartemen Andrew. Tak peduli jika pria itu bersama wanita lain, namun Samantha akan memastikan jika pria itu dalam keadaan baik.

...

Sementara itu, Andrew melempar setangkai mawar putih dalam genggamannya ke arah lautan luas. Sejam yang lalu dia memutuskan untuk datang ke tempat ini.

Mungkin benar dia tersiksa namun bagaimanapun dia ingin mengenang masa duka itu. Dan pilihannya adalah pantai ini, dengan mawar putih itu dia berharap semoga Elissa berkenan memaafkan segala kesalahannya.

Andrew menatap lautan luas di hadapannya, suara ombak yang menderu memecahkan keheningan malam, angin laut terasa bagai menusuk kulit. Andre merapatkan coat yang membungkus tubuh lemahnya.

"Andai kau tahu, aku selalu merindukanmu," bisiknya pada alam yang membisu. Kesedihan itu terlalu dalam hingga tak mampu membuatnya menghela nafas dalam sekejap.

Dia seorang diri dan merindukan belahan hatinya. Gelombang air laut semakin kencang terdengar, seakan menyatakan dirinya berada di sana untuk menemani Andrew.

...

Baru saja Andrew melepas coat dari tubuhnya saat terdengar suara bel apartemennya. Dia mengernyit menatap jam yang sudah menunjukkan waktu tengah malam, siapa yang bertamu?

Bel kembali terdengar, Andrew melangkah ke arah pintu dan membukanya. Dia membatu ketika Samantha berdiri di sana dengan wajah yang siap meledak

"Apa kau memang sebajingan ini?" desis Samantha dengan tatapan terluka. Tapi tidak ada jawaban dari mulut Andrew.

"Alasan apa lagi yang akan ku dengar? Mengapa kau tidak jujur saja jika memang jalang itu lebih baik dariku?!!" suara Samantha sedikit meninggi.

Andrew mengernyit bingung, dia tidak tahu apa maksud dari pembahasan Samantha.

"Masuklah," ucapnya dengan wajah datar.

"Tidak perlu. Aku datang hanya untuk mengatakan, jadilah pria sejati yang berani mengakhiri sebuah hubungan sebelum bermain api." lirih Samantha dengan suara bergetar.

Setelah itu Samantha pergi meninggalkan apartemen Andrew.

Pria itu tidak mengejar atau mencegahnya sama sekali yang membuat Samantha semakin terluka.

Di dalam mobil, ia meraih kembali ponselnya dan menatap gambar yang satu jam lalu di kirim oleh Femmi.

Wanita itu hanya mengirim foto punggung seorang pria yang menatap lautan luas, meski tanpa keterangan tapi Samantha tahu itu Andrew.

Dalam perjalanan menuju apartemen, Samantha tak henti mengatakan pada dirinya sendiri jika itu bukanlah Andrew. Dia akan mengunjungi pria itu untuk memastikan Andrew dalam keadaan baik, tapi semua itu semakin melukai hatinya

Kau berjuang mati-matian untuk berusaha membodohi diri sendiri hanya demi sebuah pembuktian. Sementara kenyataan pahit itu terpapar jelas di depan mata, tapi kau membutakan diri sendiri.

Sambil menyetir pulang, air mata Samantha jatuh tak henti. Hubungannya penuh dengan kebohongan dan kepalsuan, tapi mengapa dia masih bertahan dengan kebodohan itu?

Selama menjalin hubungan, Samantha selalu berusaha memahami pria itu. Namun sebaliknya, Andrew hampir tidak pernah mengerti perasaannya.

Dia melihat dengan jelas bagaimana keduanya berciuman tapi Samantha tidak mengerti akan dirinya sendiri yang masih bisa memahami hal itu tanpa alasan yang jelas.
...

Lain halnya dengan Andrew, matanya nyalang menatap langit-langit kamar yang temaram. Dia tidak mampu memikirkan apapun termasuk kedatangan Samantha yang tiba-tiba serta ucapan yang keluar dari mulut wanita itu.

Meski sudah meminum obat namun kepalanya terasa semakin berdenyut hebat.

Andrew berusaha bangkit untuk menambah dosis obatnya, dengan susah payah ia meraih obat di dalam laci nakas, akan tetapi tangannya justru menyenggol gelas berisi air yang membuatnya jatuh pecah dan beserakan di lantai.

Ia meringis sambil memegang kepalanya, dengan tubuh merayap di sertai keringat dingin Andrew meraih obatnya, lalu sedikit terhuyung ia berhasil mendapatkan segelas air dari meja makan.

Diam-diam ia memohon ampun dalam hati, rasa sakit itu membuatnya menyerah dan memohon kepada sang pemilik langit agar mengakhirinya dengan cepat. Mungkin itu hanya doa putus asa, namun adakah yang tahu jika kapan saja harapan itu dapat terkabulkan?

Jika waktu itu tiba mungkinkah kau akan menyesali segalanya?

Hai guys, tolong di vote juga y. Di koreksi jika ada typo 🧡

The Last Flower Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang