Sepulang kerja, Samantha akhirnya memutuskan untuk mampir ke apartemen Andrew sebentar. Dalam perjalanan dia sempat membeli sekotak pizza dan juga spaghetti.
Samantha mendapati Andrew yang tengah membaca di balkon.
“Lihat, aku membawa makanan kesukaanmu.” ucap Samantha sambil menata makanan di atas meja.
Andrew menutup kembali buku bacaaannya lalu menghampiri Samantha. Dia memeluk wanita itu dari belakang, menghirup aroma tubuhnya yang seperti bayi.
“Bagaimana keadaanmu?” tanya Samantha lebih dulu.
“Sudah lebih baik. Sehari tidak melihatmu sudah seperti seabad,” bisik Andrew.
Samantha tersenyum kecil sembari mengelus tangan Andrew yang memeluk tubuhnya.
“Terima kasih, sayang.” lanjut Andrew.
Samantha hanya bergumam menanggapi. Setelah itu keduanya mulai makan malam sambil mengobrol seadanya.
“Apa kau akan menginap malam ini?” tanya Andrew sembari melirik Samantha.
“Aku akan pulang,” balas Samantha membuat wajah Andrew jadi muram.
“Kondisi mommy sedang kurang baik.” lanjut Samantha menjelaskan.
Andrew mencoba mengangguk memakhlumi.
Samantha meraih ponselnya ketika terdengar bunyi notifikasi pesan masuk, dia mengernyit melihat pesan yang masuk lalu menengadah menatap Andrew.
Samantha mengulanginya hingga dua kali sembari mengedipkan mata. Di saat itu Andrew berdiri menuju pantry dengan beberapa piring kotor dalam genggamannya.
“Apa ini?” tanya Samantha ikut berdiri mengekori langkah Andrew.
Tidak ada jawaban, Samantha kembali melihat layar ponselnya di mana Andrew mengirim tiket keberangkatan ke Switzerland untuk dua orang pada akhir tahun nanti, artinya tiga bulan lagi.
Setelah selesai meletakkan piring kotor di wastafel, Andrew menoleh menghadap Samantha sambil berpegangan pada pinggiran wastafel.
“Sebagai bentuk permintaan maaf dariku. Aku ingin melakukan perjalanan denganmu,” ucap Andrew dengan wajah bersungguh-sungguh.
“Kita bisa mengganti destinasi jika kau tidak menyukai tempat itu.” lanjut Andrew.
Samantha tidak tahu harus tersenyum sedih atau marah. Dia menggeleng dengan tatapan haru, bahkan rencana awalnya yang ingin menanyakan siapa wanita yang disebut oleh Andrew kemarin malam kini sudah menguap entah ke mana.
“Ini tempat yang indah,” ujar Samantha penuh haru.
Detik berikutnya Andrew meraih kedua telapak tangan Samantha hingga tubuh wanita itu jatuh dalam dekapannya.
Semua terlupakan, Samantha tersenyum menengadah dan saat itu Andrew langsung mengecup bibirnya. Awalnya hanya kecupan ringan yang kemudian berubah menjadi lumatan penuh gairah.
Andrew merasa kurang, dia mengangkat tubuh Samantha di atas meja wastafel yang terbuat dari marmer.
Matanya jatuh pada bibir Samantha yang merah muda, entah bagaimana sampai akhirnya mereka kembali berciuman. Samantha mengalungkan kedua tangannya di bahu Andrew, sementara kedua kakinya melingkar di pinggul pria itu.
Keduanya seakan hilang kendali, bibir Andrew perlahan turun menyusuri leher jenjang Samantha dan mulai meninggalkan jejak-jejak panas di sana.
Terdengar lenguhan kecil dari bibir Samantha kala Andrew sedikit menghisap lalu menggigit kecil bahunya yang lembut. Tak ingin sampai kehilangan akal, seketika Andrew tersadar saat sebuah nama muncul dalam otaknya dan mungkin bisa saja dia tak sadar menyebut nama itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Flower
RomanceSamantha hampir tidak pernah berpikir jika selama ini dirinya hanyalah sebagai sosok pengganti bagi Andrew. Tak lama setelah pria itu berjanji akan segera melamarnya, Andrew justru memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Betapa hancur hati Saman...