Samantha tidak tahan lagi, udara di luar begitu dingin dan terasa semakin dingin setelah apa yang ia lihat. Karena terlalu khawatir dia bahkan keluar hanya dengan gaun malam yang tipis tanpa alas kaki.
Samantha kembali ke dalam Villa yang kemudian langsung di susul oleh Andrew.
“Demi Tuhan aku tidak melakukan seperti yang kau lihat, Samantha.” gumam Andrew putus asa.
Tidak ada jawaban apapun dari Samantha.
Dia tidur selalu memutar badan membelakangi Andrew setiap kali pria itu berusaha berdiri di hadapannya.
Beberapa menit lalu, Andrew merasa tubuh Samantha begitu dingin. Dia mencari remote penghangat ruangan namun tidak ada di mana pun.
Andrew berniat untuk mendatangi Elvis dan meminta remote yang baru, namun baru saja keluar dari Villa terlihat Femmi yang kesulitan melepas helm dari kepalanya. Wanita itu meminta tolong kepada Andrew yang baru saja muncul.
Dan benar saja, pengait helm terlihat tidak berfungsi dengan baik yang membuatnya kesulitan lepas.
Namun tanpa di duga oleh Andrew tiba-tiba saja Femmi menangkup wajahnya lalu mencium bibir Andrew, dan hal itu lah yang terlihat oleh Samantha.
Tapi bagaimana pun Andrew mencoba menjelaskan, tentu itu tidak akan masuk dalam logika Samantha.
“Aku akan kembali besok ke New York,” ucap Samantha yang masih membelakangi Andrew.
Kini pria itu yang diam, tubuhnya terbaring dengan mata yang menatap langit-langit kamar yang terbuat dari kayu.
“Maaf,” ujar Andrew setelah beberapa menit terdiam.
Hanya itu yang keluar dari bibirnya. Dia tidak ingin membuat suasana semakin keruh, Andrew berharap besok akan lebih baik.
Matanya perlahan menutup, tidak hanya tubuh namun pikirannya kini terasa begitu lelah
...
“Kau kelihatan tak sabar ingin memiliki bajingan itu.” Joel duduk di kursi dengan santai sambil menghisap cigar miliknya.
Dia melihat betapa terobsesinya Femmi kepada Andrew dan itu membuatnya semakin muak.
Femmi mengabaikan Joel, dia tidak memiliki kewajiban untuk menjawab karena hubungan mereka hanya sekedar bisnis di atas ranjang.
Femmi terobsesi kepada Andrew yang terus-menerus menolaknya, keinginan untuk membuat pria itu takluk padanya sangatlah besar sementara Joel juga memiliki keinginan yang sama untuk menghancurkan Andrew.
Misi itu membuat keduanya hingga ke hubungan intim yang saling menguntungkan.
***
Di belahan bumi yang lain,
Cliff menatap tajam tepat di manik berwarna hitam milik Tommy Morgan.
“Aku tahu kau tidak sebodoh itu, Tom.” ujar Cliff dingin.
“Karena itulah aku berada di sini dan kau pasti sangat kaget dengan bukti di depan matamu,” sahut Tommy menyeringai.
Cliff kini jelas tidak dapat berkutik setelah memalsukan laporan hasil laba yang di peroleh dari bisnis yang tengah mereka kerjakan bersama.
Sekali lagi Cliff melirik lembaran kerta di atas meja tepat di hadapannya. Dia tidak yakin itu milik perusahaannya tapi jika benar artinya ada seorang pengkhianat di dalam perusahaan yang telah memalsukan semua itu—bukan, tapi ada seseorang yang telah mengambil keuntungan dari perusahaan untuk kepentingan pribadi.
“Jangan katakan kau bahkan tidak tahu tentang ini?” Tommy menelisik wajah Cliff yang tampak mengetat—itu cukup menunjukkan bahwa benar Cliff tidak tahu-menahu.
“Cih, apa benar kau CEO perusahaan ini?” sindir Tommy dengan senyum miring.
...
Cliff entah sudah ke berapa kalinya mengumpat mengingat kembali pertemuannya dengan Tommy tadi siang, dia tidak akan menjadi miskin jika benar Tommy menarik seluruh sahamnya yang ia investasikan.
Tapi kenyataan bahwa pria itu lebih cepat mengetahui kerusakan yang terjadi di dalam perusahaannya sendiri membuat Cliff kehabisan kata membela diri. Sekarang pertanyaan yang memenuhi kepalanya adalah siapa dalang di balik itu semua?
Cliff yakin tidak hanya satu orang yang bermain di kerugian yang dialami oleh perusahaan tapi ada beberapa orang yang berkhianat padanya.
Meski ada beberapa orang yang telah di curigai oleh Cliff selama ini, namun ia terus berusaha menyangkal.
***
Samantha mengernyit ketika aroma kopi menguar memenuhi penciumannya. Dengan perlahan pelupuk matanya terbuka, suhu di pagi itu terasa begitu dingin.
“Selamat pagi,” sapa Andrew yang duduk di pinggiran tempat tidur.
“Selamat pagi,” Sahut Samantha segera bangun dari tidurnya.
“Aku sudah menyiapkan sarapan. Segeralah bergabung,” ucap Andrew dengan tatapan lembut.
Melihat wajah Samantha ketika baru bangun tidur itu sesuatu yang membuat hatinya menghangat untuk ke sekian kalinya.
Samantha bangkit dari tempat tidur tapi bukannya beranjak membersihkan diri, dia justru mendekat ke arah jendela yang terbuka.
Di luar salju mulai turun membuatnya semakin malas bersentuhan dengan air, meski di tempat itu tersedia air hangat.
Samantha kini hanya merasa bingung dengan hubungannya, rasa sakit itu tidak dapat ia pungkiri tapi mengapa hatinya seperti masih ingin memberi kesempatan kepada Andrew?
Haruskah lagi ia melakukan itu untuk membuat Andrew sadar akan ketulusannya? Akan cintanya?
“Kau ingin yang lain?” tanya Andrew ketika Samantha ikut duduk untuk memulai sarapan.
Wanita itu menggeleng dengan senyum kecil di bibirnya.
“Ini sudah lebih dari cukup,” ucap Samantha menatap roti panggang yang di oles alpukat dan di isi dengan telur orak-arik, lalu di lengkapi dengan secangkir kopi—Minuman kesukaan Samantha setiap pagi.
Usaha Andrew sangat di hargai oleh Samantha.
“Kita akan berkeliling sebelum kembali bukan?” tanya Samanta tanpa menatap wajah Andrew. Pria itu sesaat terdiam, dia menatap wajah Samantha yang sudah kembali seperti semula. Artinya wanita itu tidak lagi marah padanya.
“Ya, kita akan melakukan,” balas Andrew tanpa bisa mengungkapkan rasa bahagianya. Mereka menyelesaikan sarapan pagi itu dengan perasaan baru lagi.
...
Samantha dengan coat berwarna merah muda dan sarung tangan bulu berwarna putih menatap sejumlah orang yang mulai bermain ski di area Jacobshorn. Dia sedang menunggu Andrew yang masih bersiap.
“Wah, tampaknya kau lebih baik dari dugaanku,” suara bariton dari arah belakang sontak membuat Samantha menoleh.
Joel berdiri di sana dengan kedua tangannya di dalam saku coat.
“Maaf sedikit mengecewakan, sepertinya aku menggagalkan rencana kalian,” jawab Samantha menyeringai.
“Kau memang teguh seperti Elissa,” balas Joel sambil memajukan langkahnya lebih dekat pada Samantha.
“Kau terlihat tidak kaget, tapi aku melihat matamu meredup—SAMANTHA.” lanjut Joel sengaja menekankan penyebutan namanya.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Samantha dingin.
“Setelah melihatmu, aku tidak akan memintamu meninggalkan bajingan itu. Tapi ketahuilah jika Andrew memiliki obsesi,” Joel berhenti sejenak seperti sedang berpikir,
“Kau yakin dia mencintaimu atau hanya mencintai sosok masa lalu yang ada pada dirimu?” tanya Joel dengan berbisik.
Dia berlalu tanpa menunggu jawaban apapun dari Samantha karena Joel yakin wanita itu tidak akan bisa menjawabnya.
“Maaf, kau menunggu lama.” Andrew muncul dari dalam Villa lalu menghampiri Samantha, dia juga memberi kecupan singkat di pipi wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Flower
Roman d'amourSamantha hampir tidak pernah berpikir jika selama ini dirinya hanyalah sebagai sosok pengganti bagi Andrew. Tak lama setelah pria itu berjanji akan segera melamarnya, Andrew justru memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Betapa hancur hati Saman...