Teman

51 14 0
                                    

Hani dan Juwita saling beradu tangan, melakukan gerakan tos andalan mereka dengan menggerakkan pose pistol di bawah dagu, kemudian mereka kembali tertawa lagi, berhasil memenuhi suasana kedai ayam goreng Amaya malam itu.

Sambil tersenyum kecil, Amaya meletakkan nampan ke atas meja bundar di depan kedua teman jurusannya tersebut, kemudian mulai menurunkan sepiring ayam goreng dan saus korean spicy dengan keju leleh di wadah kecil lainnya.

"Minumnya apa?" tanya Amaya seraya mengelap tangan ke apron hitam yang dikenakan.

Hani mengangkat satu tangan. "Aku mau cola dingin aja. Kalo dia, lemon tea ice, ya, Amaya," ucapnya dan menunjuk gadis berambut bob di sebelahnya.

"Kamu duduk aja, Amaya. Ngobrol sama temen kamu di situ, biar Tante yang ambil minumnya!" teriak Anna dari balik meja kasir setelah memberikan kembalian ke pelanggan yang baru saja membayar..

Amaya mengangguk, membuka apron dan meletakkan ke sandaran kursi. Dia duduk di depan Juwita dan Hani, ikut menarik sudut bibirnya ke atas lebar ketika dua gadis itu menyunggingkan senyum.

"Kalian ingat tadi Pak Fadli bilang apa? Kita dapat pujian dia karena pembagian presentasi adil dan slide presentasi kita gampang dipahami," ucap Juwita antusias, terlihat kedua tangan mungilnya mengepal di depan dada.

Hani mengelus puncak kepala Juwita, membuat tatanan rambut gadis berkacamata itu menjadi berantakan. "Berisik banget, nih, makan," titah Hani seraya mendorong piring ayam ke depan lawan bicaranya.

"Kita harus berterima kasih ke Amaya karena udah bikin programnya dengan bagus. Desain webnya kelihatan menarik dan semua form bisa berfungsi, bahkan dia juga udah ajarin kita berdua metode yang ditugaskan untuk kelompok kita itu." Hani menjauhkan tangan dari kepala sahabatnya, kemudian tersenyum sedikit ke arah Amaya.

"Terimwa kwasih, Amwaywa."

"Kamu bisa makan dulu, Juwita." Amaya menutup mulut, tertawa pelan, kemudian menyodorkan tisu ke arah si lawan bicara.

Bunyi lonceng kecil di atas pintu membuat mata Amaya beralih ke pintu. Bibir gadis itu agak berkerut, diikuti alis bertautan karena mendapati Shankara masuk disusul oleh Bima, Soleh, dan Dion di belakangnya.

Berbeda dengan Amaya, Shankara malah terlihat melambaikan tangan ke arah gadis itu dengan tersenyum lebar. Pemuda berambut hitam tersebut berjalan mendekati meja Amaya, menyapa Hani dan Juwita, kemudian memberi isyarat menggunakan telunjuk kepada Soleh dan Bima untuk mengangkat meja yang lain agar digabungkan dengan milik tiga gadis di sana.

"Kenapa kamu duduk di sebelah saya?" tanya Amaya dengan melemparkan tatapan tajam ke Shankara.

"Biar imbang jumlah dengan di depan, Amaya. Aku, kamu, dan Bima di sini, terus Juwita, Hani, Dion, dan Soleh di depan kita." Shankara mengucapkan setiap nama dengan menunjuk satu per satu orang di depannya.

"Dan, kenapa juga kalian gabung meja sama kami?" Amaya lagi-lagi melempar tanya. Kali ini memandang ketiga sahabat Shankara dengan sedikit memicingkan mata, membuat para pemuda itu agak menaikkan bahu dan berusaha untuk tidak bertemu pandang dengan Amaya.

"Udah, udah, Amaya. Lagian kalo rame-rame jadi makin seru, kok!" Juwita berargumen diikuti anggukan oleh semua yang di sana kecuali si pemilik rambut lurus.

Kedatangan Anna membuat Amaya melunturkan raut wajah garangnya. Dia menghela napas berat, kemudian berdiri, mengambil alih minuman di nampan yang dibawa sang tante, dan meletakkan ke atas meja, kemudian kembali duduk. 

"Aduh, aduh, makin rame aja, nih! Shan hari ini bawa temen baru, ya," ujar Anna dengan tersenyum lebar ke arah pemuda yang duduk di sebelah Amaya itu.

"Iya, Tante. Nanti kita bakal sering nongkrong di sini, enggak apa-apa, 'kan?" Shankara tertawa pelan kala Anna mengangguk pelan sebagai jawaban.

Kenangan Bersama Hujan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang