Kamu Senang Hari Ini?

41 15 0
                                    

Amaya menatap ke luar dari dinding kaca bangunan toserba, melihat hujan yang turun beberapa menit lalu, tepat saat Shankara mengantarnya ke sana. Dia mengalihkan pandangan, memilih untuk memusatkan lagi perhatian ke beberapa pelanggan yang baru saja masuk dan berdiri di rak makanan ringan yang tidak jauh dari meja kasir.

"Kamu senang hari ini?"

Pertanyaan Shankara terngiang lagi di kepala gadis itu. Dia memegang dada, merasa sesuatu mulai berdetak tidak beraturan di sana. Namun, pada detik setelahnya, Amaya menggeleng kencang sampai helai rambut yang dikuncir menepuk pipi. Dia melamun lagi, mengingat kembali apa yang terjadi sebelum dirinya tiba di toserba. Seakan-akan seperti kaset yang berputar di otak, sosok bersurai lurus itu bisa dengan jelas mengenang kejadian tersebut.

Ketika dalam perjalanan pulang, di dalam bus, Shankara melirik ke kiri, tempat Amaya duduk di sebelahnya, tampak gadis itu sibuk dengan ponsel pintar di pangkuannya dengan sebelah tangan, sedangkan tangan yang satu masih bertautan dengan Shankara, tetapi cukup hanya dengan jari kelingking saja.

"Kamu enggak mau lepasin ini?" Shankara bertanya lebih dulu, membuat Amaya memandangnya.

"Ah, ya! Saya lupa karena sibuk balas pesan Tante Anna," sahut Amaya seraya menarik sedikit tangan supaya terlepas.

Namun, belum sempat jemari Amaya menjauh, Shankara sudah lebih dulu menarik lagi tangan gadis itu, membuat sang empu mengerutkan kening dalam.

"Kamu aneh, Shankara." Amaya berargumen, lantas mengeluarkan lebih banyak energi untuk bisa melepaskan genggaman si lawan bicara.

"Amaya, ada yang mau aku bilang," ujar Shankara lirih.

Amaya berhenti berusaha, memilih membiarkan Shankara menggenggam erat punggung tangannya. Dia menatap tepat ke arah pupil pemuda bertopi hitam itu, bersamaan dengan lipatan yang sirna dari dahi tertutup poni tipis gadis berambut lurus tersebut.

"Aku ...."

"Ah, saya tau, pasti soal jadwal belajar kita, 'kan? Kamu udah dengar dari ibu kamu, Shan?"

Sebab mendengar pernyataan mendadak dari Amaya, Shankara melonggarkan genggaman. "Dengar apa?"

"Iya, minggu ini jadwal terakhir kita belajar bersama. Bulan depan, saya udah enggak bantu kamu belajar lagi. Soalnya saya udah kasih laporan ke ibu kamu kalo kamu berkembang cukup baik. Jadi, saya pikir, kamu bisa belajar sendirian tanpa saya. Saya juga mungkin akan sibuk belajar untuk UAS nanti, jadi enggak punya waktu untuk ngajarin kamu," jelas Amaya, lantas menarik tangan ke atas pangkuannya.

Shankara mengalihkan pandangan ke kanan dengan ekor mata. Helaan napas terdengar cukup kuat dari pemuda berambut legam itu. Dia menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

"Kamu tadi pasti mau ngucapin selamat tinggal ke saya, 'kan?" Amaya memainkan jari-jari mungilnya di atas lutut.

"Setelah saya pikir-pikir, wajar kamu bersikap agak aneh belakangan ini. Ternyata, kamu memperlakukan saya baik begini karena kita udah bakal jarang ketemu nanti," imbuh Amaya lagi tanpa menatap Shankara yang ada di sebelahnya.

"Shan, kamu teman yang baik, saya harap kita bisa terus berteman meski udah jarang belajar bersama lagi nanti. Kamu benar-benar teman—"

Kalimat itu terhenti ketika Shankara meraih sebelah tangan Amaya, menggenggam cukup erat dengan menyelipkan tiap jari besarnya ke rongga tiap jemari gadis berambut lurus di sana.

"Amaya, bukan itu." Ucapan Shankara berhasil mengalihkan atensi si lawan bicara ke arahnya.

"Bukan itu yang mau aku bilang dan bukan itu maksud sikap aku yang berubah selama beberapa hari ini," tambah pemuda itu bersamaan dengan genggaman tangan yang melunak, tetapi kembali erat ketika mata Amaya melirik ke arah telinganya yang memanas.

Kenangan Bersama Hujan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang