Shankara duduk di kursi yang ada pada depan minimarket. Dia menoleh ke kiri, memandang genangan hujan di aspal seraya menggenggam kedua tangan dengan siku ditumpu pada sisi kursi. Pemuda berambut hitam itu menutup mata seraya menengadah, bersamaan dengan helaan napas yang keluar dari bibir ducklips-nya tersebut.
Karena mendengar suara geseran kursi di depannya, Shankara membuka mata lagi, menatap payung besar yang memang terpasang dengan meja tempatnya duduk, lantas memandang ke arah si pendatang.
Tampak Amaya melihat pemuda berambut hitam itu tanpa minat. Dia meletakkan dua kaleng minuman soda ke meja, membuka dengan sebelah tangan yang satunya, kemudian menyodorkan ke depan dengan sedikit bertenaga, terlihat jelas ada beberapa busa yang merosot dari sisi kemasan minuman tersebut.
"Ambil," pinta Amaya yang lebih terdengar seperti perintah mutlak di telinga si lawan bicara.
"Aku enggak suka soda, ini bikin gigi rusak." Shankara mengangkat kaleng minuman di hadapannya, lantas melirik Amaya yang tampak menatapnya tajam. "Aku enggak bilang enggak akan minum ini."
Amaya membanting pelan punggung ke sandaran kursi, membuka minuman kaleng, lantas menenggak sedikit. Bisa terdengar di akhir tegukan suara desahan pelan dari bibir gadis berambut lurus tersebut.
"Thanks, Amaya."
Suara Shankara memecah keheningan, membuat si lawan bicara menjawab, "Santai aja, saya cuma beliin soda sepuluh ribuan-"
"Bukan untuk soda, tapi untuk hari ini." Shankara memotong cepat, tersenyum tipis, kemudian meminum soda rasa jeruk miliknya.
Amaya membuang pandangan, memilih menunduk, melihat kaleng minuman di tangan, kemudian mengusap pada bagian tempat lipstik merah muda miliknya yang sedikit menempel di sana.
"Ka-Kamu baik-baik aja, Shan?" Pertanyaan itu muncul bersamaan dengan kepala Amaya yang kembali tegak, memandang tepat ke arah iris yang saat ini tengah melihatnya.
Seraya menaikkan kedua bahu, Shankara memiringkan kepala sedikit. Dia tertawa pelan, kemudian mengusap wajah kasar.
"Sebenarnya, ini bukan kali pertama aku lihat ayah dengan perempuan lain, Amaya." Shankara meletakkan minumannya ke atas meja bundar stainless di sana.
"Tapi, baru kali ini aku dengar langsung dari ayah kalo dia memang duain ibu. Sebelumnya, aku selalu kabur setiap lihat ayah sama perempuan lain. Aku takut, takut kalo ayah beneran mengiyakan kalo dia memang bagi cintanya ke orang lain," imbuh pemuda itu seraya menopang sisi wajah sebelah kiri dengan tangan.
"Ayah enggak tahan dengan sikap ibu kamu, Shan. Ayah harap kamu mengerti."
Shankara tertawa lagi, kali ini sedikit lebih keras dari sebelumnya. Kalimat yang terngiang di kepalanya, benar-benar membuat pemuda itu kehilangan akal. Sebelum pergi dari sana, Shankara sengaja bertemu lebih dulu dengan sang ayah dan berbicara tentang semua yang telah dilihat oleh Shankara.
"Mana mungkin aku bisa ngertiin ayah, sedangkan dia keliatan enggak mau coba untuk perbaiki hubungannya dengan ibu."
Pemuda berambut legam itu membuang tatapan ke jalanan. Hujan kembali turun, membuat genangan di aspal menjadi sedikit bergelombang sampai menjadi lebih banyak dari sebelumnya.
"Kamu mau saya beliin minuman yang lain, Shan? Anggap sebagai permintaan maaf karena kasih kamu soda sebelumnya."
Amaya berdiri, hendak berjalan menjauh dari sana, tetapi pergelangan tangannya ditahan oleh Shankara kala dia melewati pemuda itu dari sisi kanan tubuh tinggi tersebut.
Karena merasa sedikit ditarik, Amaya mundur teratur sampai berakhir dengan menatap Shankara yang sedikit mendongak untuk memandang wajah mungil gadis berkulit putih gading itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/339963799-288-k972290.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan Bersama Hujan [Tamat]
Storie d'amoreAmaya, seorang gadis yang tidak percaya dengan orang lain, menikmati kehidupan perkuliahan dengan biasa saja, bahkan cenderung sendirian. Dia tidak memiliki teman dekat meski hanya untuk berbincang sebentar saja. Pada semester lima, Amaya terpaksa m...