Shankara menatap tanpa minat ke arah gadis mungil di depannya. Dia menggaruk rambut bagian belakang, sedikit memajukan mulut, kemudian mengulum bibir sebentar. Pemuda itu menunjuk ke arah bocah lelaki di sebelah sosok yang diajak bertukar pandangan di sana.
"Dia anaknya temen Tante Anna." Amaya menjawab tatapan penuh tanya dari si teman jurusan.
"Aku enggak masalah selama dia enggak bikin masalah."
Helaan napas terdengar cukup keras keluar dari bibir Shankara. Pemuda itu menyandarkan punggung ke kursi kayu panjang yang berada tidak jauh dari kebun binatang.
"Aku bakal bayar lebih untuk dia," imbuh Amaya lagi, kemudian menggenggam erat tangan mungil bocah lelaki berambut keriting di sebelahnya.
Shankara kembali duduk tegak, kemudian menggeleng atas pernyataan Amaya beberapa saat lalu. Dia mengeluarkan dompet kulit hitamnya dari saku. "Aku udah bilang, hari ini kita senang-senang setelah kemarin hujan-hujanan. Jadi, kamu enggak perlu sok kaya dengan bayarin bocah ini. Aku punya lebih dari cukup untuk itu."
Seraya membetulkan topi ember yang dikenakan dengan tangan yang bebas, Amaya mendesis kecil, merasa pendengarannya terganggu mendadak dengan perkataan si lawan bicara.
Shankara menumpu kedua siku di lutut, membuat tubuh sedikit ke depan sehingga bisa lebih dekat dengan bocah lelaki yang dibawa Amaya tersebut. Dia mengulurkan tangan kanan, kemudian menyentuh pipi gembil di hadapannya.
"Siapa nama kamu, bocah mi goreng?" ujar Shankara sambil mengalihkan tangan ke atas puncak si lawan bicara.
"Raka." Bocah lelaki itu memajukan bibir, memukul tangan Shankara sampai pemuda tersebut meringis.
"Kayaknya dia enggak suka kamu panggil mi goreng," tutur Amaya sambil menggeleng pelan.
Seraya tertawa, Shankara berdiri. Dia memasukkan lagi dompet, kemudian mengambil posisi di sebelah Raka. Pemuda itu tersenyum setelah menunduk. Dia bertemu mata dengan bocah berpakaian jumpsuit jeans dan kaus kuning berlengan pendek sebagai inner-nya.
"Sekarang, ayo, kita pergi main!" pekik Shankara dengan kedua tangan diangkat.
Pemuda itu mengulurkan tangan kepada Raka, berharap disambut, tetapi anak lelaki yang hanya setinggi paha Shankara tersebut malah membuang muka. Raka lebih memilih untuk menarik kaus oversize lengan pendek hitam Amaya dengan kedua tangan mungilnya.
Amaya menutup mulut dengan empat jari, melihat Shankara, kemudian membuang pandangan ke samping. Terlihat jelas gadis itu melengkungkan bibir ke bawah, bermaksud mengejek pemuda berambut legam di sana.
"Anak kecil tau mana yang baik dan buruk. Raka udah bikin keputusan yang benar." Amaya berargumen seraya memandangi Shankara dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Karena merasa harga dirinya tercoreng, Shankara berdecak kesal. Dia menyilangkan kedua tangan depan dada, berusaha berpikir keras mengenai ide agar dia menang dari Amaya dalam meluluhkan hati bocah bernama Raka itu, bahkan tampak keningnya berkerut dan bola mata menatap sedikit ke atas.
"Kalo sama kakak tampan ini, kamu nanti bakal jajan sepuasnya." Shankara tersenyum miring, kemudian mengeluarkan permen dari saku hoodie biru dongker yang dikenakan.
"Ini baru satu, nanti kamu bisa pilih sendiri beli apa aja kalo mau gandengan sama kakak," tambah pemuda itu, lalu menyodorkan permen rasa cokelat ke arah lawan bicara.
Raka menggigit bibir bawahnya seraya meraih perlahan jajanan manis yang diberikan oleh Shankara. Bocah lelaki berumur tujuh tahun itu mengambil permen, kemudian menyimpan ke dalam saku di dada jumpsuit yang dikenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan Bersama Hujan [Tamat]
RomanceAmaya, seorang gadis yang tidak percaya dengan orang lain, menikmati kehidupan perkuliahan dengan biasa saja, bahkan cenderung sendirian. Dia tidak memiliki teman dekat meski hanya untuk berbincang sebentar saja. Pada semester lima, Amaya terpaksa m...