Amaya mengerutkan kening, kemudian membuka mata perlahan ketika mendengar dering ponsel. Dia berkedip beberapa kali seraya memijat dahi yang terasa sedikit nyeri. Satu per satu kaki mulai dia luruskan dari dalam lemari. Gadis itu ke luar dan berjalan perlahan menuju ranjang.
Alis tidak terlalu tebal itu bertaut kala mata fokus ke nama yang muncul di layar ponsel pada genggaman. Usai menimbang-nimbang, Amaya pun menggeser ikon hijau.
"Halo, Shankara. Kenapa telfon saya malam-malam begini?" tanya Amaya dengan melirik jam beker di nakas sebelah ranjang.
Gadis itu berjalan ke arah meja belajar, membuka tirai putih jendela, kemudian duduk sambil menopang dagu. "Halo? Apa di sana ada orang?" Amaya menjauhkan ponsel dari telinga, melihat layar yang masih terhubung dengan panggilan jarak jauh itu.
Mata cantik Amaya sedikit terbuka lebih lebar ketika orang di seberang ingin memulai panggilan video. Gadis itu sedikit memajukan bibir, lantas menerima permintaan dari sana.
Tampak wajah Shankara memenuhi layar ponsel Amaya. Pemuda itu melambaikan tangan, kemudian menggaruk ujung telinga yang terlihat agak memerah.
"Kenapa tiba-tiba panggilan video? Ini jam dua belas malam, loh!" Amaya menutup mulut yang sempat terbuka, kemudian mengucek ujung mata yang masih terlihat mengantuk.
"Ada hal penting yang mau aku kasih tau ke kamu."
"Bisa besok. Btw, kenapa kamu bisik-bisik, sih?" keluh Amaya seraya meletakkan ponsel ke mug keramik tempat dia meletakkan alat tulis.
"Tapi, aku mau bilangnya sekarang. Oh, itu karena ibu aku udah tidur. Dia bakal marah kalo tau aku belum tidur dan malah VC kamu." Terdengar Shankara sedikit tertawa, lantas menutup mulut ketika suara mulai agak lebih tinggi dari sebelumnya.
"Emangnya mau bilang apa?"
"Sebelumnya, aku mau lihat muka kamu dulu. Kamu gelap-gelapan begitu padahal lagi VC sama orang lain. Aneh banget."
Amaya mencebikkan bibir, merasa kesal dengan permintaan dari Shankara. Namun, meski begitu, dia tetap menghidupkan lampu yang ada di atas meja belajar. Sekarang, cahaya mulai mengarah ke wajah gadis itu, membuat orang di seberang sana bisa melihat paras cantik tersebut dengan jelas.
"Kamu sendiri gelap-gelapan. Cuma pake senter di bawah dagu gitu."
"Tadi kan aku udah jelasin kalo ibu enggak boleh tau aku belum tidur. Pendek banget, sih, ingatannya kayak pensil anak SD yang diraut terus," sahut Shankara, kemudian memundurkan laptop yang digunakan untuk melakukan panggilan video itu.
Karena melihat Amaya yang tampak semakin jengkel dengan bibir yang sedikit berkerut. Shankara menggoyangkan sebelah tangan, membuat gerakan ke atas dan bawah, seolah-olah meminta gadis di depannya untuk bersabar.
"Bentar, ya." Shankara meletakkan senter ke meja, kemudian turun dari kursi.
Amaya menautkan kedua alis dengan sedikit memajukan memicingkan mata, merasa heran kenapa Shankara mendadak hilang.
"Shankara? Kamu mau ngerjain—"
Kalimat itu terhenti saat Amaya melihat Shankara sudah kembali muncul. Kali ini, tampak sebelah tangan pemuda tersebut membawa sepotong bolu cokelat yang dihiasi oleh krim putih di bagian atasnya.
"Hari ini, aku ulang tahun," ungkap Shankara dengan tersenyum lebar.
Amaya masih diam, sibuk memperhatikan Shankara yang sudah meletakkan bolu ke meja, lantas menancapkan sebatang lilin kecil bewarna merah muda ke atas makanan manis di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan Bersama Hujan [Tamat]
RomanceAmaya, seorang gadis yang tidak percaya dengan orang lain, menikmati kehidupan perkuliahan dengan biasa saja, bahkan cenderung sendirian. Dia tidak memiliki teman dekat meski hanya untuk berbincang sebentar saja. Pada semester lima, Amaya terpaksa m...