31. Keluarga Besar

559 14 0
                                    

Happy Reading

Saat ini semua orang sedang makan malam di rumah Eyang Dahlia.

“Buk Elfa kapan pulang dari Bali, Liv ?” Tanya Oma Sandra.

“Mama sama Daddy pulang menjelang akadnya Amanda, Mi” kata Mama Olivia.

“Teteh Amanda mau nikah Ma ?” Tanya Starla. Mama Olivia mengangguk.

“Yah, kok ngelangkahin Teh Laura?” Tanya Starla lagi.

“Apa bedanya, Lo juga ngelangkahi gue. Mana bayar uang pelangkah” kata Galaksi. Starla mendengus kasar lalu mendelik ke arah kembarannya.

“Amanda akad di sini?” Tanya Oma Sandra.

“Iya Mi... calonnya kebetulan orang Bandung. Bang Sandy minta akad di Bandung. Resepsi di Bali aja” kata Mama Olivia.

“Kita juga mau ikutan kak Fanny sama Bang Sandy tinggal di Bali nanti. Mungkin habis Gala lulus” kata Papa Evan.

“Ya kan Yang ?” tanya Papa Evan. Mama Olivia hanya tersenyum.

“Papa mau ikutan Aunty Fanny sama Uncle Sandy juga ? Terus aku sama siapa dong ?” tanya Starla.

“Sama laki Lo lah!” kata Galaksi menjawab.

“Bisa diem nggak ?” kesal Starla.

Galaksi mencibir mendengar adiknya barusan.

“Aku ikut ya, pengen tinggal di Bali juga” kata Starla memelas.

“Star...” ucap Sagara yang dari tadi diam menyimak.

Starla menoleh “Apaan sih Lo ?” tanya Starla. Sagara kembali diam dan lanjut makan.

“Starla jangan di ketusin terus cucu Oma” kata Oma Sandra. Bibir Starla makin manyun-manyun ke depan.

“Sagara mau nambah lagi ? Makan yang banyak ya” kata Oma Sandra.

“Nggak Oma, udah kenyang” kata Sagara sopan.

“Perhatiin asupan laki Lo tuh” kata Galaksi.

“Ihhh apaan sih A’ Gala” sebal Starla. Namun Galaksi masih meledeknya

“Mama A’ Gala tuh” rajuk Starla.

“Galaksi...” tegur Papa Evan, Galaksi tersenyum pasta.

“Sorry Star” katanya.

Semua masih lanjut makan.

“Bulan nambah lagi, jangan dikit makannya, badan kamu kurus banget” kata Mama Olivia.

“Udah cukup Buk, udah kenyang” kata Bulan.

“Makan yang banyak Lan, biar nggak kurus. Nanti orang-orang pikir Lo nggak enak kerja bareng gue” kata Galaksi.

Andai saja Bulan bisa menjawab mungkin sudah ia katakan kalau kerja dengan Galaksi banyak tak enaknya.

“Lah emang!”

Suara Starla mewakili suara hati Bulan.

“Diam Lo!” kata Galaksi membuat Starla mencibir.

Sedangkan Eyang Darman dan Eyang Dahlia memperhatikan meja makan yang ramai. Penuh suka cita dan kebahagiaan merasa terharu dan bersyukur. Jika selama 28 tahun yang lalu, sejak Papa Evan masih SMA, isi meja makan ini hanya bertiga dengan mereka sekarang begitu penuh. Eyang Dahlia benar-benar bersyukur bisa menikmati momen ini.

“Ma...” tangannya di genggam sang suami, pria terakhir yang berhasil mengambil hatinya.

Semua menoleh.
“Oma kenapa ?” tanya Mama Olivia.

Eyang Dahlia terkekeh pelan. Menyeka sudut mata yang berair. Sedangkan Galaksi melotot ke arah Starla, menyalahkan Starla yang terlalu berisik dan membuat Eyang mereka sedih.

“Oma terharu aja, bisa di beri umur yang panjang bersama  Opa kalian” kata Eyang Dahlia. Ia menoleh ke arah Eyang Darman yang tersenyum sambil terus mengusap punggung tangannya.

“Untuk melihat dan merasakan momen yang benar-benar kami tunggu sudah lama. Akhirnya meja makan ini penuh, penuh dengan tawa bahagia dari anak menantu, cucu bahkan sampai cicit” kata Eyang Dahlia.

Semua juga turut terharu mendengarnya. Papa Evan sampai menggenggam tangan Mama Olivia dan tersenyum.

“Oh iya. Starla belum resepsikan ? Habis lulus nanti Eyang mau bikinin kamu acara resepsi yang super gede... kapan lagi keluarga kita mengadakan pesta” kata Eyang Dahlia.

Papa Evan melotot ke arah Starla agar patuh dan mengangguk saja tanpa perlu membantah. Papa Evan sangat tidak ingin merusak momen bahagia ini dengan Starla yang bersikeras ingin cerai.

Sagara yang memperhatikan itu turut diam saja tanpa menjawab apa-apa.

“Gimana ? Setuju ?” tanya Eyang Darman yang di tujukan pada Starla dan Sagara.

Sagara mengangguk mantap.
“Iya Eyang, apa saja yang akan membuat Eyang bahagia. Saya dan Starla menurut” kata Sagara tersenyum.

Papa Evan mengangguk pelan mendengar jawaban menantunya bahkan tangannya sampai mengelus paha Mama Olivia saking tegangnya suasana barusan.

“Nice... menantu kamu dewasa Van” kata Opa Danu.

Papa Evan tersenyum lalu mengangguk.
“Ya, Sagara memang selalu bisa aku andalkan Pi. Sejauh ini dia benar-benar menepati janjinya kepadaku” kata Papa Evan.

Sagara malu-malu mendengarnya. Ah, apa ini sebuah pujian ? Dari mertua lagi.

“Biasa aja” bisik Starla. Membuat Sagara tersadar, Sagara mendengus pelan menatap Starla di sampingnya.

Setelah acara makan malam selesai semua kembali ke kamar masing-masing, Bulan akan menginap di kamar tamu jadi tidak perlu sekamar dengan Starla.

******

“Star...” Starla menoleh saat sedang asik dengan ponselnya.

“Besok malam Lo beneran mau ikut ke acara balapan ?” tanya Sagara.

“Kalau Rafael jemput iya, kalau nggak ya bagus” kata Starla ringan. Sagara mengangguk-angguk pelan, lalu menuju kasur untuk bersandar.

Terdengar Starla menguap lalu ia memilih tidur dengan baik. Begitu mereka selama menikah, jika merasa penting maka akan saling bicara, jika tidak ya sudah seperti tidak ada siapa-siapa.

*
Sedangkan di kamar Papa Evan dan Mama Olivia, mereka pasti menjadi pasangan suami istri yang sesungguhnya.

“Aaahhhh...”

“Jangan keras-keras Yang,” Tegur Papa Evan yang ada di bawah Mama Olivia.

“Ya habis Aa’.... Aaahhhhh”

“Ssstttthh.... nanti yang lain dengar malah mikir yang aneh-aneh” kata Papa Evan.

“Aaahhhh sakit A’” rintih Mama Olivia.

“Aa panggilin Teh Ami ya, biar di pijitin, keseleo nih... kamu ke kamar mandi nggak hati-hati” kata Papa Evan.

“Aku nggak tahu kalau licin banget, apa nggak pernah di bersihin” kata Mama Olivia.

“Sakit A’” keluhnya lagi.

Papa Evan masih memberikan pijatan lembut di kaki Mama Olivia yang sakit akibat terpelesat di kamar mandi tadi.

“Tahan ya” kata Papa Evan, Mama Olivia memejamkan matanya, dan saat Papa Evan menarik semua jari kaki sampai mengeluarkan bunyi serta menggoyangkan pergelangan itu barulah rasa sakitnya berkurang.

“Gimana ?” tanya Papa Evan.

“Udah Enakkan” kata Mama Olivia. Papa Evan berlalu ke samping Mama Olivia.

“Tidur ya, istirahat” kata Papa Evan.

Mama Olivia menurut mulai berbaring dan memejamkan matanya.

“Ini nggak gratis ya Ma, bayarnya nanti subuh aja” kata Papa Evan. Mata Mama Olivia langsung terbuka dan menoleh ia mendekat dan memeluk suaminya.

“Nggak di pijitin juga Papa suka gitu” kata Mama Olivia, Papa Evan terkekeh pelan.

“Udah yuk tidur” kata Papa Evan. Ia bawa Mama Olivia ke dalam dekapannya memejamkan mata dan tidur.

***

Sedangkan Bulan yang baru memejamkan matanya, tiba-tiba pintu kamarnya di ketuk.

Ia bangun dan membuka pintu, ada Galaksi di depan kamarnya.
“Apa lagi sih ? Jangan bilang Lo butuh apa-apa lagi” keluh Bulan.

Galaksi tersenyum begitu manis.

“Boleh masuk dulu nggak ?” tanyanya, Bulan membukakan pintu kamar lebar-lebar. Memangnya siapa ia melarang Galaksi masuk, ini kan rumah Eyang Dahlia alias Eyangnya Galaksi.

Setelah Galaksi masuk pintu langsung ia tutup.

“Kunci Lan” kata Galaksi.

“Hah ?” tanya Bulan terkejut.

Galaksi menatap Bulan kesal lalu berlalu ke pintu dan menguncinya. Setelah itu ia berlalu ke kasur dan berbaring di sana. Bulan mengangsur langkah ke sofa untuk tidur namun Galaksi memintanya mendekat.

“Sini Lan” katanya.

Bulan menggeleng “Lo mau macam-macam kan ?” tanya Bulan. Galaksi mengangguk “Iya tadinya. Tapi gue tahan kayaknya gue tertantang deh Lan buat bikin Lo jatuh cinta dengan cara yang sehat” kata Galaksi.

Bulan memutar matanya malas.
“Makin ngelantur Lo, gue mau tidur” kata Bulan.

“Ya tidur di sini, sekalian garukin punggung gue” kata Galaksi.

“Lo nggak mandi berapa hari sih ?” kesal Bulan sambil naik ke atas kasur.

“Udah biasa Lan di garukin Papa waktu kecil” kata Galaksi ia melepas kaosnya. Bulan mulai duduk di samping Galaksi yang telungkup, wajah Galaksi menoleh ke arahnya.

“Nanti kalau kita udah nikah, Lo mau kan garukin punggung gue ?” tanya Galaksi.

Bulan yang sedang menggaruk punggung Galaksi mendengus kasar.
“Gue nggak akan nikah” kata Bulan.

Galaksi langsung duduk.
“Iya sekarang nggak, tapi nanti, mungkin habis lulus kuliah” kata Galaksi.

“Gue nggak kuliah” kata Bulan cepat ia bersiap turun dari kasur menuju sofa, tak tahan melihat tubuh atas Galaksi yang terbuka.

Galaksi menahan tangan Bulan membuat pergerakan Bulan akan turun berhenti, namun matanya tak mau menatap Galaksi.

“Why ?” tanya Galaksi.

“Gue mau balik ke Belanda habis lulus” kata Bulan cepat. Galaksi terdiam lalu cekalan tangan itu terlepas. Tidak, ini tidak boleh terjadi, Galaksi belum mendapatkan cinta dari Bule bermata biru tersebut lalu Bulan akan pergi kurang dari 9 bulan lagi.

Galaksi mendekat lalu berjongkok di dekat Bulan yang duduk di sofa.
“Gala ngapain sih ?” tanya Bulan.

“Kenapa Lo selalu nolak gue sih Lan ? Padahal gue nggak pernah buruk memperlakukan Lo selama ini” kata Galaksi.

“Apa nggak ada yang berkesan ?” tanya Galaksi lagi.

“Atau cara gue salah ? atau ada orang lain di hati Lo ?” tanya Galaksi beruntun.

Bulan membuang napas berat.
“Gala, udah malam. Lo balik ke kamar sana, nanti kalau Buk Olivia tahu Lo di sini malah mikir kita ngapa-ngapain” kata Bulan.

Galaksi diam untuk waktu yang lama lalu menggigit bibir bawahnya. Ia berdiri mengacak rambut Bulan.

“Tidur di kasur jangan di sofa” kata Galaksi sebelum berlalu ia ambil kaosnya di atas kasur memakainya lalu keluar.

Bulan terdiam di tempat duduknya. Hati kecilnya merasakan ketulusan dari Galaksi namun berusaha ia sangkal. Ia tidak akan menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun, karena bagi Bulan, kaum laki-laki hanya akan berlaku baik saat ada yang mereka inginkan dan akan membuangnya setelah mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Dan Bulan tidak ingin itu terjadi padanya. Cukup mendiang Mamanya saja merasakan sakit di buang oleh Sang Papa, ia tidak ingin bernasib sama.

Lagian Galaksi, berasal dari keluarga jelas, sedangkan Bulan tidak memiliki hubungan baik antara ia dan Papanya. Apa nanti tidak akan semakin rumit kalau Bulan benar jatuh cinta dan Galaksi ingin lebih ?

Entahlah, Bulan pusing. Ia berlalu ke kasur untuk tidur, baru akan mengambil selimut, pesan masuk ke ponselnya.

Ting !

Ponsel keluaran terbaru pemberian Galaksi berbunyi.

Galaksi : Selamat malam sayang.

Bulan meremas ponselnya kuat-kuat. Tanpa membalas, Bulan simpan ponselnya di nakas setelah mengaktifkan mode Fly. Baru mulai tidur untuk menyambut hari yang bahagia.

*

Sedangkan Galaksi di kamarnya hanya menatap langit-langit sambil memikirkan tentang Bulan. Gadis bermata biru yang sering telat masuk sekolah, menjadi bulan-bulanan guru BK dan jangan lupa ia judes sekali, membatasi pergaulan semasa dan bahkan menolak laki-laki yang ingin mendekatinya dengan alasan tidak akan menjalin hubungan dengan lawan jenis karena baginya kaum laki-laki buaya semua. Namun, Galaksi tidak merasa dirinya Buaya, ia jelas manusia berhati baik dan mencintai satu wanita bernama Rembulan.

Ok mau bukti ? Boleh, Bahkan Galaksi sangat di minati para pembaca di sini.... iyaa tapi Galaksi tolak, cintanya hanya untuk Rembulan seorang.

“Bulan kayaknya mengalami Gamofobia deh, tapi Gamofobia dari Masa lalu seperti apa ? Orang tua atau mantan kekasih ?” ucap Galaksi saat tangannya sibuk menscroll ponsel pintarnya.

Yang ia tahu trauma yang berasal dari Gamofobia ini di sebabkan karena masa lalu yang buruk. Membuat si penderita takut menjalin hubungan dengan orang baru karena berpikir akan berakhir sama.

Galaksi termenung dengan mengingat lagi beberapa waktu sebelum Bulan menjadi Asprinya.

“Dia pernah berantem sama seseorang, bahkan pria itu menyebut dirinya Papa” kata Galaksi pelan.

“Apa Papanya yang bikin dia Trauma ?” tanya Galaksi.

Perlahan ia tersenyum.
“Ok, baiklah Bulan... bakal gue tunjukin kalau Gue bisa bikin Lo sembuh dari Fobia sialan ini” Kata Galaksi percaya diri.

Ia membuka fitur Chat dengan Bulan, pesannya sudah di baca namun tidak di balas.
“Lucu” kata Galaksi. Ia simpan ponselnya lalu berbaring sambil mengingat lagi bagaimana si mata biru itu berhasil memanah hatinya.

“Jatuh Cinta itu enak loh Lan. Rugi nggak jatuh cinta” monolog Galaksi.

______________

Starla, You're Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang