59. Pertanggung Jawaban

872 24 6
                                    

Happy Reading

“Mama panggil Starla dulu” kata Mama Olivia saat berdiri dari meja makan. Papa Evan membiarkan istrinya itu pergi dan memilih menunggu di meja makan untuk sarapan bersama.

Dan saat Mama Olivia masuk ke kamar Starla. Telinganya langsung disambut dengan suara Starla yang menangis. Mama Olivia terkejut.

“Starla!!” Teriaknya.

“Mama” kata Starla sambil menangis, ia berlari ke arah Mama Olivia dan memeluknya.

“Kenapa, Nak?” Tanya Mama Olivia. Starla tidak menjawab bahkan menangis sejadi-jadinya.

Hal itu membuat Papa Evan memilih menyusul. Selain Mama Olivia yang tidak kembali, juga suara tangis Starla yang terdengar jelas.

“Ma...” Papa Evan mendekat dari ambang pintu, saat Mama Olivia menggeleng tidak tahu apa yang terjadi.

“Nak... kenapa?” tanya Mama Olivia, ia menjauhkan sedikit tubuh Starla untuk menatapnya.

“Aku... hiks... nyesel... ambil keputusan terburu-buru” kata Starla sambil terisak.

Mama Olivia dan Papa Evan saling lirik satu sama lain masih belum paham ada apa dengan Starla.

“Aku nyesel. Saat semuanya udah terjadi, aku baru tahu kalau Sagara udah lama jatuh cinta sama aku” kata Starla.

“Aku nyesel Ma... Pa... aku nyesel nggak denger omongan kalian. Aku nyesel nggak manfaatin masa idah aku buat koreksi diri, koreksi hati. Siapa yang aku cinta selama ini” kata Starla menangis sejadi-jadinya.

Papa Evan membuang napas kasar. Dan duduk di samping putrinya. Sedangkan Mama Olivia sudah menangis saat tahu apa yang Starla rasakan.

“Sekarang nasi sudah menjadi bubur, Nak. Kamu sudah memilih jalan untuk hidupmu ke depan. Dan sekarang tugas kamu adalah memastikan kalau pilihan yang kamu pilih akan kamu pertanggung jawab kan” kata Papa Evan.

“Tapi aku... hiks... Saga...” tangis Starla kembali pecah.

“A’... ini gimana?” tanya Mama Olivia yang ikut miris dengan Starla.

“Aa’ nggak bisa apa-apa, Liv. Dari awal Starla bersikeras dengan Gibran dan sekarang justru hatinya berkata lain. Aa’ nggak sanggup bahas ini sama Bagas. Apa kata mereka nanti. Belum lagi Gibran” kata Papa Evan.

Ia menatap Starla “Starla... Starla tolong dengar Papa ya” katanya.

Starla mendongak. “Starla tahukan nggak baik mempermainkan perasaan orang lain?” tanya Papa Evan, Starla mengangguk.

“Apa lagi mereka bersaudara. Starla nggak pengen kan  bikin hubungan Sagara dan Gibran rusak?” tanya Papa Evan lagi. Starla kembali mengangguk.

“Jangan seperti ini ya, Nak. Belajarlah tanggung jawab sama keputusan yang sudah kamu ambil. Jangan seperti ini” kata Papa Evan. Starla terdiam.

“Starla sayang Mama sama Papa kan ? Nggak mau bikin Mama sama Papa malu?” tanya Papa Evan. Starla mengangguk.

“Ikhlasin yang sudah-sudah, Nak. Belajar mencintai apa yang kamu punya” kata Papa Evan. Ia memeluk Starla yang menangis. Bersama Mama Olivia yang matanya juga berair. Papa Evan tidak tahan untuk kondisi tidak tersentuh juga.

Sungguh, bukan malu terhadap orang lain yang ia kedepankan, melainkan rasa tidak enak dengan Bagas dan Salsa. Apa kedua sahabatnya itu pikirkan nanti dengan Starla yang plin plan dan terkesan mempermainkan putra mereka.

*************
********

Menjelang 1 minggu akad. Keluarga Alexander bertolak menuju Bandung. Pernikahan Starla dan Gibran akan dilangsungkan di hotel Alexander, mengusung tema adat sunda seperti keinginan Eyang Dahlia.

Starla dari tadi matanya tidak lepas menatap luar jendela. Pernikahan di depan mata. Rasa Cinta yang baru tumbuh kepada Sagara tidak juga pergi. Starla membuang napas kasar bekali-kali. Sungguh, ia tidak berniat untuk menyakiti hati Gibran. Gibran tetap pria terbaik yang ia kenal. Tapi di kondisi hati yang sudah mendua. Tentu saja Gibran bukan lagi tujuannya.

Mobil Papa Evan terparkir di halaman rumah mewah klasik milik Eyang Dahlia. Semua turun termasuk semua asisten rumah tangga yang Papa Evan boyong ke Bandung.

“Calon mantennya, Eyang” sambut Eyang Dahlia. Starla tersenyum tipis lalu memeluk Eyang Dahlia.

“Udah dewasa. Bentar lagi jadi menantu keluarga William. Jaga sikap baik-baik. Nurut sama suami” kata Eyang Dahlia lagi. Starla mengangguk.

“Aku ke atas dulu” kata Starla. Ia berdiri meninggalkan semua orang yang menatapnya bingung. Lalu menatap Mama Olivia dan Papa Evan yang menunduk sedari tadi.

Starla sampai dikamarnya. Ia duduk sambil bersandar ke kasur. Menatap balkon yang terbuka dari sana.

“Saga... Maaf...” lirih Starla. Setulus apapun Starla berkata demikian tidak membuat rasa bersalahnya berkurang. Ia masih ingat bagaimana ia sering menyebut Gibran dengan sengaja. Atau bahkan, mungkin Sagara melihat dan mendengar ia dan Gibran berciuman- pikir Starla.

Entahlah, entah apa saja yang Sagara tahu tentang hubungan Starla dan Gibran. Tapi yang pasti Starla yakin Sagara sangat terluka. Ingin rasanya Starla meminta maaf secara langsung, kalau Papa Evan mengizinkan. Dan itu pun kalau Sagara juga masih mau untuk berbicara dengannya.

“Gue harus minta maaf sama Saga” monolog Starla.

Ia keluarkan ponselnya lalu menghubungi Elin dan Alya.
“Kalian dimana?” tanya Starla.

“Di rumah Star. Kenapa?” tanya Elin.

“Gue di Bandung. Gue boleh minta bantuan kalian nggak?” tanya Starla.

“Boleh, mau minta bantuan apa?” tanya Alya.

Starla langsung mengatakan kalau Elin dan Alya harus menjemputnya di rumah Eyang Dahlia. Dengan tetap hati-hati agar tidak ketahuan oleh para pengawal.

Starla langsung menuju lemari, mengeluarkan seprai dan mengikatnya di terali balkon. Dengan perlahan dan hati-hati ia berhasil turun.

Starla menatap sekitar. Gazebo taman belakang kosong. Ia segera berlalu ke arah pohon jambu, memanjatnya agar sampai di atas beton pagar dan melompat turun sampai di rumah sebelah.

“Oh my god...” lirih Starla. Saat anjing tetangga menatap Starla dengan tatapan yang sulit di artikan.

“Misi ya njing... misi... gue lagi galau nih, nggak mungkin Lo gigit kan?” kata Starla.

Starla berusaha mengecoh anjing yang menatapnya, bahkan sudah menggonggong , ia memutar otak agar anjing itu lengah dan ia bisa kabur tanpa harus ada drama dikejar anjing segala.

Setelah menemukan ide. Starla mengambil satu kayu kecil dan melemparnya cukup jauh. Saat anjing itu mengejarnya, ia langsung kabur menuju pagar.

“Anjir dikunci” keluh Starla. Ia menatap ke belakang saat anjing itu mendekat dengan kayu dimulutnya. Tanpa berpikir lama-lama. Starla segera memanjat pagar itu dan berhasil keluar meski kakinya tergores ujung pagar.

Melihat mobil Elin yang sudah terparkir, Starla buru-buru masuk dan langsung meminta Elin mengantarnya ke rumah Sagara.

“Mau ngapain sih, Star ? Lo itu calon pengantin, masa keluyuran menjelang akad?” tanya Alya.

“Udah buruan aja” kata Starla.

Tidak ada waktu untuk Starla sekedar menjawab ucapan Elin atau Alya. Pikirannya hanya tertuju pada Sagara. Saat mobil berhenti di depan pagar rumah ia segera turun.

“Thanks” kata Starla saat turun.

“Starla kenapa sih?” tanya Alya.

“Nggak tahu, ini gimana ? Kita tungguin?” tanya Elin.

“Tungguin aja kali ya, Starla kan mau nikah” kata Alya.

Starla sudah sampai di depan pintu, ia segera menekan bel dan tidak lama pintu terbuka, menampilkan seorang asisten rumah tangga yang Starla kenali.

“Eh ada Non Starla. Mari masuk non” kata Bik Jum.

Starla masuk, melewati ruang tamu dan sampai diruang keluarga rumah Sagara.

“Siapa Bik?” tanya Mama Salsa. Dan saat ia menoleh ada Starla yang berdiri sambil menatap semua orang yang sedang berkumpul.

Ralat, bukan semua orang. Melainkan menatap Sagara yang duduk di samping Arkaan dan kini menatapnya. Gibran yang ada disana langsung berdiri menghampiri Starla.

“Sayang”

Starla menoleh, dan menelan salivanya dengan kasar. Saat Gibran sampai disisinya, Sagara justru berdiri dan berlalu menuju tangga. Netra mata Starla menatap Sagara yang pergi begitu saja. Tanpa kata, tanpa menyapanya.

Starla ingin berteriak. Ingin meminta maaf dan saat ingin menyeru nama Sagara. Mama Salsa memanggilnya.

“Starla ngapain berdiri aja? Sini duduk” kata Mama Salsa.

“Yuk...” ajak Gibran. Starla menatap Gibran sebentar lalu turut duduk di sofa ganda dengan Gibran di sampingnya.

Mama Salsa dan Papa Bagas saling lirik. Saat melihat Starla berantakan, rambut kusut, baju basah karena keringat belum lagi kakinya memerah karena tergores pagar tetangga. Bingung pasutri ini. Apa lagi Starla hanya diam dan menunduk.

“Star... kenapa ?” tanya Gibran di sampingnya. Starla menoleh lalu menggeleng.

“Aku pulang dulu Ma, Pa” katanya. Ia berlalu keluar begitu saja. Menyisakan tanda tanya di hati semua orang.

Starla sampai disisi pagar, menatap rumah itu sekali lagi, sambil menangis ia sebut nama Sagara dengan lirih.

“Saga... hiks... maaf... maaf” kata Starla sebelum akhirnya berlalu

Tanpa Starla tahu, Sagara menatap kepergian Starla menaiki mobil Elin. Ia meremas  tirai jendela yang ia sibak.

“Starla...”

*****

“A’ sabar”

Papa Evan meremas ponselnya kuat-kuat. Saat baru saja mendapat telpon dari calon besannya. Dan saat memastikan Starla tidak ada dikamar, emosi Papa Evan naik sampai ke ubun-ubun.

“Ini kenapa Van? Starla mana?” tanya Eyang Dahlia panik. Oma Sandra juga tidak kalah cemas.

“Marco!! Marco!!” teriak Papa Evan. Marco masuk dengan langkah tegap.

“Cari Starla!! Kenapa kalian jadi lalai begini” hardik Papa Evan.

Marco membungkukkan badan siap menjalankan tugas saat ia berbalik, bertepatan masuknya Starla dari ruang tamu.

“Starla...” Mama Olivia langsung menghampirinya.

“I’m lost” lirihnya.

“Aku kalah dengan keegoisanku sendiri. Aku tenggelam di dalam rasa penyesalan yang aku ciptakan” kata Starla. Ia menangis dengan wajah yang berantakan serta rambut yang kusut.

Papa Evan mendekat menatap tajam Starla yang baru masuk.
“A’” tahan Mama Olivia. Saat Papa Evan begitu marah. Bahkan Opa Danu sudah mendekat juga.

“Bikin malu!” bentak Papa Evan.

“Apa yang kamu dapatkan datang ke rumah orang malam-malam begini?” tanya Papa Evan.

“Apa rasa bersalahmu hilang? Atau justru mendapatkan Sagara?” tanya Papa Evan meninggi.

“Dari awal Papa sudah bilang Starla. Pikirkan lagi baik-baik. Jangan tergesa-gesa. Sekarang di saat semuanya sudah terjadi kamu baru menyesal. Mau mencoreng muka kami kamu, iya?” cerca Papa Evan.

“Masuk kamar!” bentak Papa Evan.

Dengan bibir bergetar, Starla berjalan menuju kamar.

“Marco, minta anak buah kamu berjaga-jaga di depan kamar Starla. Serta di balkon juga” kata Papa Evan.

“Baik Bos” jawab Marco.

Papa Evan berlalu juga ke dalam kamar. Disusul Mama Olivia yang menunduk pada semua orang.

Starla, You're Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang