.
.
.
.
.
3 tahun lalu..."Bisa ngobrol sebentar?"
Shireen termangu kala menatap seseorang yang telah berdiri di tempat ia bertugas. Siapa lagi kalau bukan sosok Guntur yang tengah menaruh sebuah permen mint di meja besi.
Shireen sesaat memandang Guntur. Tapi cepat-cepat ia mengambil permen yang dibeli oleh pria itu. Saat ini jam kerja. Ia pasti akan dimarahi oleh atasannya jika ketahuan berinteraksi lebih dari seorang kasir ke pelanggan.
"Ada membernya, Pak?" Tanya Shireen basa-basi. Guntur menggeleng dengan mata masih menatap tajam pada Shireen.
Shireen tahu ia terlihat sok basa-basi. Tapi ia bisa apa? Managernya tengah mondar-mandir mengawasi kinerja kasir. Akan jadi persoalan panjang jika ia tak mengikuti prosedur yang diperintahkan. Dan menawarkan member adalah salah satu tugasnya, bila pelanggan belum memiliki member.
"Kalau Bapak belum ada member, Bapak bisa membuat member gratis dengan pembelanjaan aw-"
BRAKK!
Guntur memukul meja dari besi itu agak kuat. Shireen terkesiap. Seketika swalayan yang awalnya bising itu menjadi sunyi. Terlebih sosok Tiwi sahabat Shireen yang mengasiri di sebelah Shireen pun menengok. Apalagi manager Shireen, rupanya ia telah melihat kegaduhan yang ditimbulkan oleh Guntur kini berjalan mendekati posisi Shireen berdiri.
"Ma... Maaf, Pak... Sa... Saya hanya menjalankan prosedur penawaran pembuatan member..." ujar Shireen terbata-bata.
Sungguh. Ia takut. Sudah tiga hari ia tak masuk kerja karena peristiwa ia dan Guntur yang kedapatan tidur bersama. Ia tak mau jika terkena peringatan dan gajinya terpotong lagi.
"Ada masalah, Reen?" Sang manager yang berjenis kelamin wanita usia 40an itu.
"Nggak ada, Bu. Saya barusan menjelaskan kepada Bapaknya tentang member. Tapi saya nggak peka kalau beliau terburu-buru." Kilah Shireen.
Sang manager hanya menatap Shireen galak sambil membenahi kacamatanya.
"Kalau ada keluhan boleh diutarakan, Pak." Ujar sang manager kepada Guntur.
Sesaat Guntur menyeringai. Ia terlihat mengeluarkan selembar uang berwarna merah dan meletakkannya di atas meja.
"Nggak cuma di luar, bahkan di tempat kerja pun kamu sok jual kisah, ya... Selalu mengemis kasihan dan perhatian." Ujar Guntur pada Shireen yang kini pergi tanpa membawa permen yang ia taruh di atas meja.
Sang manajer yang paham pun langsung menyuruh Shireen menscan barcode permen, memgambil uang kembalian disertai nota. Lalu Shireen sudah disuruh managernya untuk keluar menyusul si pelanggan sementara sang manajer mengambil tempatnya.
Shireen dengan tergesa menembus kerumunan untuk mencapai bagian depan swalayan sambil membawa permen, nota dan uang kembalian. Tanpa mengikuti Guntur pun ia sudah tahu mobil pria itu. Benar saja. Guntur masih di mobipnya dengan kaca terbuka. Menatap dirinya yang mendekat.
Dengan cepat Guntur memberi kode agar Shireen naik ke mobil.
"Saya nggak bisa kemana-mana, Mas." Jelas Shireen seraya menyerahkan barang yang ia bawa dengan tangan kanannya.
Sesaat Guntur mendecih pelan tanpa menanggapi uluran jemari Shireen.
"Jangan pernah datangi keluargaku lagi, Reen." Jelas Guntur tanpa basa-basi.
Shireen terdiam. Ia ingat. Tiga hari lalu Ibu dan adiknya mendatangi rumah Guntur. Ia tahu sebagian besar ceritanya, juga apa yang terjadi disana. Tapi Shireen tak tahu, apalagi yang terjadi selanjutnya. Karena Ibu dan adiknya sudah beranjak dari kediaman Guntur.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHIREEN & GUNTUR
ChickLitKetika ayah tiri Shireen meninggal, tak sepeserpun warisan diturunkan pada ibunya. Bagi Shireen dan ibunya tak jadi soal. Tapi Shireen tak menyangka hal tersebut juga dialami adik tirinya Muhammad Zein Zulfikar yang merupakan anak kandung dari sang...