3 Tahun Lalu....
.
.
.
.Hari dimana ia akan angkat kaki dari rumah megah keluarga Zulfikar akan terjadi besok. Kepala Shireen tak lagi dipenuhi oleh takziah malam ke-tiga. Sedari pagi ia sudah melihat rumah bedeng yang kemarin Ibunya infokan.
Berbekal motornya, ia bertekad melihat dahulu rumah itu sebelum mereka angkat kaki. Sebelumnya ia sudah melihat dari gambar yang dikirim melalui pesan pribadi dalam aplikasi FB.
Ia musti cepat. Selain karena ia sudah izin tiga hari, ia hanya punya hari terakhir besok untuk memindahkan barang-barang mereka yang ternyata cukup banyak. Tapi malang, baru saja Shireen akan menuju bedengan target ke-duanya, motornya mengalami pecah ban dan rantai putus. Syukurnya ia masih menyimpan uang tanpa harua ke ATM.
Ia melihat jam kembali. Rupanya sudah pukul sepuluh pagi. Pantas saja matahari mulai panas. Ia pun bersusah payah mendorong motornya dan setelah berjalan hampir sepuluh menit, ia melihat bengkel disana.
Shireen duduk lega di sebuah kursi kayu pinggir jalan tersebut. Ia tak lagi melihat motornya yang sedang dibenahi. Jemari sudah sibuk melihat dengan teliti beberapa iklan di FB.
"Reen?"
Sebuah panggilan membuat Shireen mengangkat kepala. Ia terkejut melihat sosok Guntur tengah menyapanya dari dalam mobil dengan kaca mobil yang terbuka.
"Mas Guntur?"
Shireen akhirnya berdiri dan mendekati mobil sahabat kakaknya tersebut.
"Motormu rusak?" Tanya Guntur sambil melihat motor Shireen hang tengah diganti rantainya.
"Biasa, Mas. Pecah ban dan rantainya putus." Lagi mau ke kantor, Mas?" Tanya Shireen basa-basi kala melihat pria itu dibalut kemeja abu tua dan jas hitam minus dasi.
"Oh.. tidak. Aku baru menemui sepupuku, Mawar. Lagi pula aku sudah resign, rencananya akan bekerja di tempat yang Mawar tawarkan." Jelas Guntur singkat.
Shireen mengangguk. Sejujurnya ia tak begitu kenal dengan sepupu yang dikatakan Guntur tersebut. Ia pernah beberapa kali bertemu, tapi seingatnya gadis itu tak pernah lagi mengekori Guntur semenjak kuliah di kedokteran.
"Resign? Sayang sekali, Mas." Jawab Shireen lagi.
"Tidak juga... Tawaran Mawar malah lebih baik lagi."
Sesaat mereka terdiam. Seingat Shireen, inilah pembicaraan terpanjang mereka.
"Kamu pagi-pagi begini sedang apa di daerah ini?" Guntur bertanya penasaran.
"Ada perlu, Mas..." jawab Shireen sekenanya.
Mana mungkin ia akan bilang sedang mencari bedengan. Apalagi menceritakan tawaran Ardhan padanya kemarin. Sama saja ia mengantarkan nyawanya pada Guntur.
"Mencari kontrakan?" Tebak Guntur.
Shireen sesaat bertatapan dengan Guntur. Tapi hanya beberapa detik karena Shireen kembali menunduk. Jemarinya ia kepal erat.
Kenapa pula ia sok sembunyikan keperluannya? Ini Guntur, sahabat kakaknya. Tak mungkin kan kalau Ardhan tak bercerita pada Guntur perihal apa-pun juga.
"Aku sudah tahu kok. Jadi besok kalian akan keluar dari rumah Ardhan?" Guntur memastikan kembali.
Shireen hanya diam. Tapi perlahan ia mengangguk.
"Tinggalkan saja motormu disini. Ayo kubantu mencarikan." Tawar Guntur.
Shireen mengangkat wajahnya menatap wajah Guntur. Sesaat ia tertegun menatap wajah ramah nan tampan itu.
"Ta... Tapi..." seketika Shireen tergagap. Ia langsung merasa tak enak pada Aleena, kekasih Guntur.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHIREEN & GUNTUR
ChickLitKetika ayah tiri Shireen meninggal, tak sepeserpun warisan diturunkan pada ibunya. Bagi Shireen dan ibunya tak jadi soal. Tapi Shireen tak menyangka hal tersebut juga dialami adik tirinya Muhammad Zein Zulfikar yang merupakan anak kandung dari sang...