25

2.1K 165 128
                                    

Warning!!! 21+++

TOK! TOK! TOK!

Sebuah ketukan pintu yang sedikit kuat mengagetkan Shireen. Tapi dirinya yang hendak beranjak itu tertahan karena pintu kamar yang tiba-tiba saja terbuka.

Hanya satu orang saja yang bisa memasuki kamar pribadinya ketika ia sedang mengasihi, siapa lagi kalau bukan...

"Ngapain tuh laki dua nongol di rumah lo?" Tegur Tiwi yang sudah memasuki area kamar Shireen tanpa dipersilakan si empunya kamar untuk masuk terlebih dahulu.

"Oohh... hai, Wi.. Ucapin salam kek..." ujar Shireen yang masih memberi asi pada Megumi.

"Assalamualai- itu siapa?"

Salam yang Tiwi ucap tiba-tiba terhenti dan berganti sebuah tanya.

"Aku Megumi, tante..." jawab Shireen dengan suara imutnya yang seolah menyuarakan Megumi yang masih sibuk menyusu.

"Anak siapa?" Tiwi bertanya kembali sambil memperhatikan bayi merah berhidung mancung tersebut.

"Anak Bang Ardhan dan almarhumah Mbak Aleena..."

Sesaat mata Shireen dan Tiwi bertemu.

"Innalillahi... seriusan tuh cewek mati?"

"Meninggal, Wi..." Shireen segera mengoreksi ucapan Tiwi barusan yang menurutnya tidak pantas.

"Ups, iya.. maksudku meninggal. Sorry..." Tiwi berkata lagi sambil menarik kursi kayu untuk didekatkan ke arah tempat tidur. "Ini aku bawa baju buat Danu." Tiwi menaruh aebuah plastik putih di atas meja kecil.

"MasyaAllah... terima kasih, Tante Tiwi..."

"Jadi, gimana ceritanya bisa lo bisa nyusuin anak abang lo yang jahat itu? Dan satu lagi. Gue lihat dengan jelas ada mantan suami bejat lo di depan! Anj*ng..." umpat Tiwi.

"Huush... kamu kok bisa-bisanya ngumpat. Ada dua bayi disini. Nggak pantas." Shireen kini berwajah galak berkat umpatan Tiwi barusan.

"Sorry... sorry... lagian, dua bayi gemezz kan lagi bobo lho..." Tiwi yang merasa bersalah melarikan tangannya mengusap kepala Danu dan Megumi bergantian.

"Dua hari lalu Mbak Aleena meninggal karena pendarahan pasca melahirkan. Sedang Megumi, sedari lahir nggak cocok dengan susu formula mana pun juga susu ibu asi yang kebetulan disumbangkan ke dia. Tapi ajaibnya, Megumi justru cocok nyusu ke aku..." Shireen mulai menceritakan asal-usul bayi perempuan itu hingga bisa di pangkuannya.

"Baik amat lo. Nggak ingat Abang lo pernah ngapain aja? Nggak malu yah ujuk-ujuk dateng ke rumah lo minta asi." Tiwi masih berujar kesal.

"Aku nggak tega, Wi... melihat Megumi nangis kelaparan membuat aku terenyuh. Aku langsung ingat Danu. Untung saja asiku lebih dari cukup untuk keduanya."

"Lo tuh memang terlalu baik, Reen. Kalo gue jadi lo, kayaknya belum tentu deh gue mau nyusuin anaknya." Tiwi bersikukuh sambil melihat Megumi yang menyedot asi dengan kuat dan cepat. "Tapi kok imut banget siiihh... Nggak terima deh anak secantik ini anak mereka... bener nggak kuat ya kalo nolak bayi segemesin ini..." Kini ganti Tiwi menyentuhkan ujung jarinya ke hidung Megumi yang kembang kempis seirama mulutnya yang sibuk menyusu.

"Tapi Reen, kalo Abang lo ke sini, okelah gue paham. Dia pasti nungguin bayinya disusuin sama lo. Terus? Si gledek ngapain kesini? Mau ikutan 'nyusu'?"

Shireen yang gemas melarikan tangannya hendak mencubit lengan Tiwi, namun tak berhasil.

"Cangkemmu lho..." gemas Shireen yang kini berwajah merah.

"Ngapain muka lo merah? Malu karena ucapan gue? Atau habis ngebayangin ayahnya Danu nyusu di dadamu?" Selidik Tiwi.

SHIREEN & GUNTURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang