22. GUNTUR & ARDHAN POV

1.7K 178 106
                                    

Guntur POV

Aku terpaku melihat pesan yang masuk melalui ponsel canggihku. Astaga. Apa ini benar?

Kudial nomor yang menghubungiku barusan. Apa yang terjadi sampai Aleena bisa koma seperti itu?

"Halo..."

Suara disana menyambut panggilanku. Aku masih terdiam. Nyaris setengah tahun lebih kami tak berbicara lagi semenjak aku membabi buta menghajar wajahnya.

"Apa maksud lo dengan kabar Aleena koma?" Tanyaku langsung padanya.

Tak sepatah pun kata kudengar di ujung sana. Ayolah. Ini sudah lewat tengah malam. Entah apa yang membuatnya justru hanya diam tak menjawab apa yang kutanya tadi.

"Maaf... Gue cuma ingin menyampaikan pesan Aleena untuk lo dan Shireen. Sementara, baru lo yang bisa gue hubungi. Mungkin pagi ini gue baru akan ke rumah Shireen."

Nama itu. Nama itu lagi yang sudah lama tak kudengar. Entah mengapa rasa jijik itu masih kurasakan saat namanya muncul di pendengaranku.

"Gue nggak ngerti maksud lo bangs*t. Kenapa dengan Aleena? Kenapa dia bisa koma?"

Aku langsung duduk dan perlahan berdiri. Kini aku sudah berjalan pelan ke arah ruang tengah apartemenku dan menyalakan lampu.

"Aleena melahirkan kemarin, Tur. Tapi mengalami pendarahan. Anak kami selamat, perempuan. Tapi Aleena..."

Aku terdiam. Kuingat kembali sosok yang sudah lama membersamaiku sejak kami masih belia dulu. Wanita pertama yang kucinta sepenuh hati kala itu. Sebelum aku tahu bahwa ia berhianat di belakangku.

"Aleena berpesan. Ia ingin meminta maaf pada kalian berdua. Itu yang ia katakan sebelum akhirnya tidak sadarkan diri. Maaf baru menghubungimu, Tur..."

Sialan!

Apa-apaan dia?! Bicara sok asik padaku. Mau minta maaf pun tidak ada gunanya kan? Toh tidak ada yang bisa kulakukan sekarang.

Kembali lagi aku mengingat kebersamaan kami kala itu. Aleena selalu berada di sampingku. Selalu menemani dan kuikutsertakan kemana pun.

Memang benar, dahulu aku hampir tak bisa melepaskannya barang sedetikpun untuk selalu di sisiku. Aku suka ketika ia bisa kuatur dengan baik. Menjadi gadis baik yang bisa menjaga martbatku di depan keluarga maupun teman sebaya dan orang kantor.

Dia bisa menjadi gadis teranggun yang pernah kukenal. Memang tidak salah, karena ia berasal dari keluarga kalangan atas. Ia pun bagaikan tisu bertemu air jika bersamaku. Ia tahu apa yang harus ia lakukan dan memosisikan dirinya seperti apa jika di sampingku.

Tapi kepercayaan dan kekagumanku mendadak sedikit turun kala aku menyentuh dirinya lebih dalam untuk pertama kali.

Ia sudah tidak perawan.

Normally...

Mungkin bagi kaum seperti kami yang berasal dari keluarga konglomerat hal itu cukup lumrah. Tapi tidak akan lumrah jika dia selalu bersamaku sejak kami SMA.

Setengah hatiku mempertanyakan. Pada siapakah mahkotanya ia serahkan? Sedangkan aku adalah pria yang selalu di sisinya.

Ya... walau memang bukan cuma aku. 'Dia' juga selalu berada di sekitar kami. Tapi akan nampak bodoh jika aku mencurigai Ardhan. Dia sahabat karibku, setelah Genta Wira Atmaja. Jadi akan sangat jika spekulasi ini kutujukan padanya.

Yaaahh... walau akhirnya dugaanku ternyata benar. Hampir sembilan bulan yang lalu aku mendapati Ardhan mengakui bahwa ialah yang mendapatkan mahkota Aleena.

Dia.

Sahabat karib, yang kuanggap sebagai kakak dan adikku.

Lalu siapa lagi yang mau kupercaya?

SHIREEN & GUNTURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang