20

1.4K 67 17
                                    

3 Tahun Lalu...
.
.
.
.
.
Shireen menatap undangan yang teronggok di atas meja tuang tamu. Dahinya mengernyit. Alih-alih dibungkus oleh plastik bening pada umumnya. Justru kertas yang presisinya lumayan tebal itu berbentuk persegi berwarna cream gelap. Shireen jelas memperhatikan sebuah tempelan yang membuat undangan itu menutup di ujungnya. Sebuah benda yang ia duga sejenis lilin yang mengeras berwarna merah.

Merasa tidak enak untuk pertama kalinya membuka, Shireen memberanikan diri membalik undangan itu.

Ardhan & Aleena


Mata Shireen membulat sempurna. Benar. Itu nama dari dua orang yang begitu ia kenal. Sang kakak tiri dan mantan kekasih sang suami. Dua perpaduan istimewa yang sungguh tak tahu ia akan katakan harmoni atau tidak.

"Ardhan mengirimkannya padaku tadi siang di kantor."

Shireen nyaris berjengit. Langkah kaki Guntur yang tak bersuara turun dari anak tangga. Shireen membalikkan tubuhnya. Ia hanya menangkap aktivitas Guntur yang langsung menuju meja makan dan membalik piringnya.

"Kita akan hadir. Aku bahkan tidak tahu kalau mereka berdua ternyata bisa menikah." Guntur berkata singkat.

Tertarik dengan ajakan Guntur, Shireen dengan cepat menaruh lagi undangan itu. Ia kini menyusul sang suami untuk duduk di seberangnya.

"Jangan mempermalukanku. Banyak kolega dan rekan bisnis disana. Tidak mungkin aku membawa Monica." Jelas Guntur lagi.

Tentu saja. Mana mungkin, kan Guntur membawa sang sekretaris?

"Baik, Mas..." Shireen menjawab singkat.

"Senang, kan? Akhirnya kita berempat menjadi keluarga. Kakakmu luar biasa ya... bisa-bisanya ia menikahi Aleena dalam waktu singkat. " Guntur berkata sarkastik.

Shireen yang tadinya ingin mengambil nasi pun mengurungkannya. Ia menatap wajah Guntur yang tampak merana. Tapi tertutupi demgan kunyahan pria itu.

"Mas..." Shireen hendak memanggil pria itu.

TING!

Tapi rupanya tindakannya justru salah.

Baru saja Guntur membanting sendoknya. Ia pijat celah diantara kedua matanya dengan cepat.

"Pergi dari hadapanku, Reen. Aku sedang tidak ingin beradu argumen. Tolong."

Shireen yang mengerti pun langsung beranjak berdiri. Baru saja Shireen menutup pintu kamarnya, ia sudah mendengar suara dari balik pintu. Suara langkah kaki yang menjauh. Lalu tergantikan dengan suara pagar terbuka, dan mesin mobil yang menderu.

"Mas Guntur..."

Shireen saling menggenggam kedua tangannya. Ia remas masing-masing jemarinya. Hatinya sakit.

Bukan.

Bukan karena kepergian Guntur.

Hatinya sakit melihat Guntur terluka. Wanita yang telah lama dikasihinya itu kini berhasil jatuh ke tangan sang kakak. Miris. Anehnya, kini mereka bahkan menjadi sebuah keluarga besar. Takdir yang amat tak bisa dihindari.

•••••○•••••

Angan-angannya berangkat ke pernikahan bersama sang suami jutru jauh dari kenyataan. Kini dirinya malah duduk bertiga bersama sang Ibu dan Zein sang adik.

SHIREEN & GUNTURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang