Satu tahun lalu...
Sidang.
Sidang.
Sidang.
Cukup lama Guntur tak mengikuti satu kata yang sudah ia ulang tiga kali di kepalanya.
Bukan.
Ini bukanlah sebuah prosesi menjelang kelulusannya kala menjejaki bangku kuliah. Ini adalah sebuah pertemuan besar yang dihadiri oleh para tetua keluarga Jayantaka.
Dahulu, pertama kali ia diikutsertakan kala salah satu kerabatnya melakukan kesalahan dan membutuhkan pendapat para anggota tertua di keluarga Jayantaka.
Repot.
Itu adalah salah satu yang ada di pikiran Guntur saat mengikuti acara penting di keluarganya itu.
Contohnya dulu, saat Vina, sang sepupu yang akan menikah dengan seorang paspamres. Sebenarnya hal lumrah jika sebuah pernikahan digelar dalam sebuah keluarga.
Akan tetapi menjadi lain jika berkaitan dengan bibit, bebet dan bobot.
Kembali pada Vina Jayantaka sang sepupu. Kedapatan telah melalukan nikah siri lebih dahulu membuat keluarga Jayantaka berkumpul.
Guntur yang sudah menikah tentu saja menjadi salah satu peserta yang ikut hadir di acara sidang untuk sang sepupu. Tak banyak yang ia lakukan. Hanya bermain ponsel. Sesekali mengangguk atau memggelemg. Selebihnya ia tak tahu apa fungsi sidang itu dilakukan.
"Untung saja pernikahamu dulu nggak pakai sidang seperti ini, karena bagaimana pun Shireen masih bagian dari keluarga Zulfikar."
Ya.
Itu adalah ucapan sang Mama yang bernafas lega tak perlu merasakan peliknya pendapat para sisi kanan dan kiri sanak saudara.
Itu dulu.
Tapi tidak dengan sekarang.
Sang Mama takkan mengatakan hal itu kembali padanya. Sebab, terdakwa yang sudah duduk di kursi paling ujung kali ini adalah dirinya.
Berbeda dengan sidang-sidang yang pernah diikutinya. Masih tersedia makanan maupun minuman. Minimal secangkir teh atau kopi.
Tapi kali ini tidak.
Segelas air putih saja tak nampak. Guntur paham. Permasalahan yang ia bawa amatlah pelik. Sehingga tidak mungkin para paman, om, pakde, bibi, tante dan budenya akan sempat minum. Yang ada, ialah yang akan basah kuyup menerima siraman air di wajahnya.
"Kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan, Tur? Ini perceraian." Suara dalam Bibi Harnum mulai mengintimidasinya.
Guntur sudah gerah. Sudah hampir satu jam mulutnya sudah berbusa menjelaskan perihal pernikahan yang ia jalani dengan Shireen Amanda. Bagaimana ia dijebak dan merasa tidak bisa melanjutkan pernikahan.
Ujjng-ujungnya, bukannya langsung menjawab, Guntur melonggarkan dasi yang sudah mencekik lehernya sedari tadi.
"Jadi sebenarnya kalian mencermati apa yang kujelaskan atau tidak?" Guntur bertanya kasar.
Entah pertanyaan itu lebih tertuju pada Bibi Harnum atau memang untuk semua peserta sidang malam itu.
Sebut saja orang tuanya. Lalu si pahit lidah Bibi harnum dan sang suami. Si tukang pamer Bude Retno dan sang suami. Bahkan Om dan Tante favorite Guntur, Om Arman dan Tante Rika.
"Tidak pernah ada perceraian dalam silsilah keluarga kita, Tur." Bude Retno bicara sarkas sambil mengipas dengan kipas cantik andalannya. Gunyur heran, dengan udara sedingin ini Budenya masih bisa mengipas ala ibu pejabat macam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHIREEN & GUNTUR
Chick-LitKetika ayah tiri Shireen meninggal, tak sepeserpun warisan diturunkan pada ibunya. Bagi Shireen dan ibunya tak jadi soal. Tapi Shireen tak menyangka hal tersebut juga dialami adik tirinya Muhammad Zein Zulfikar yang merupakan anak kandung dari sang...