21

2.4K 183 174
                                    


Shireen pegang tangan mungil itu yang kini tengah menyusu padanya. Bayi yang kini berusia 2 hari itu sudah pulang untuk pertama kali ke rumah kontrakan mereka.

Muhammad Danu.

Nama bayi yang kini berada dalam dekapannya itu diberikan nama begitu singkat oleh Shireen. Sedari awal, ia belum bisa membubuhkan 'Jayantaka' pada sang anak. Ia tidak mungkin berani menambahkan gelar nama itu jika bukan persetujuan dari sang mantan suami.

Pun dengan nama Zulfikar. Walau awalnya Zein begitu bersemangat ingin sang keponakan menyandang gelar nama Zulfikar, Shireen akan cukup tahu diri, bahwa dirinya hanya anak bawaan. Bukan seorang bagian dari tubuh Zulfikar sendiri.

Saat ini, ia trngah bersama sang Ibu yang duduk di sebuah kursi kayu, menatap penuh haru pada cucu lelaki pertamanya. Terlebih, tangan sebelah sang Ibu yang tidak terkena stroke itu kini ikut memegang jemari kecil bayi bernama Danu tersebut.

"Nyusunya lahap, Bu... nangisnya juga nggak lama..." lapor Shireen pada Ibunya.

Ibunya yang hanya bisa mengangguk itu tanpa bicara jelas itu tersenyum dengan memperlihatkan sebelah bibirnya yang terangkat.

Tak lama sedotan Danu pada payudara Shireen terhenti. Bayinya kini sudah terlelap tidur dan Shireen meletakkannya perlahan pada tempat tidur.

Tok! Tok!

"Mbak, sudah belum?"

Sahutan Zein dari luar menyadarkan Shireen. Ia langsung membenahi pakaiannya agar sang adik bisa masuk.

"Masuk aja, Zein..." ujar Shireen lagi.

Tak lama sosok Zein sudah masuk dan bergabung dengan keluarganya. Ia pun langsung mengambil tempat duduk di lantai persis di pinggir Danu yang sedang tertidur di ranjang dipan kayu.

"Ponakan Oom... mulutnya monyong-monyong... hehehehe..." Zein langsung menaruh jari telunjukkan untuk mengelus pipi Danu yang masih memerah.

"Sudah cuci tangan belum?" Tanya Shireen lagi.

"Sudah. Tadi saat mau pulang, dokter Raisa yang bantu Mbak lahiran sudah kasih wejangan buat aku. Apa saja yang harus aku lakuin buat Zein."
Jelas sang adik.

Shireen tersenyum. Dirinya patut bersyukur. Walaupun tak ada suami untuk ada di sebelahnya menemaninya bersalin, sang adik sigap menungguinya di luar ruangan. Terlebih Zeinlah yang sudah mengadzankan Danu ketika bayinya itu lahir ke dunia.

"Mirip banget ya sama Bang Guntur..." bisik Zein.

Shireen terdiam kembali menatap sang bayi. Sejujurnya, sampai dua hari melahirkan ini ia belum mengabari Mawar yang tempo hari bertemu dengannya, lebih-lebih Guntur.

Jadi saat Zein menyebut nama sang mantan suami, entah kenapa ada perasaan berbeda kala menatap sang anak.

Di sudut hatinya, ia ingin membagi kabar bayinya kepada sang mantan suami. Tapi di sisi lain, ia tak ingin membuat hatinya kembali sakit jika Guntur menolaknya mentah-mentah.

Mungkin saja nanti... pikir Shireen...

Dia yakin, akan ada saatnya ia akan mempertemukan bayi mereka kepada Guntur. Walau bagaimana pun, Danu tetaplah buah hati mereka. Darah daging seorang Guntur Jayantaka.

"Mbak jadi resign setelah lepas cuti?"

Pertanyaan Zein langsung menyadarkan Shireen. Ia tatap wajah sang adik yang kini menatapnya penuh tanya.

"InsyaAllah jadi..."

Keduanya terdiam sesaat. Tapi Zeinnbelum juga memutus kontak mata dengan sang kakak.

SHIREEN & GUNTURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang