24

1.4K 106 24
                                    

3 Tahun lalu...
.
.
.
.
.
"Cantik..." Shireen memuji dari balik kaca bagaimana penampilan sang sahabat saat ini.

Dibalut kebaya putih sederhana dengan kain batik bercorak warna coklat. Belum lagi riasan wajah sang sahabat yang dinilainya amat sangat pas di wajah Tiwi.

Tapi bukan penampilan Tiwi yang membuat Shireen terpaku. Tapi wajah Tiwi yang tak menampakkan kebahagiaan.

"Kamu kenapa, Wi? Nggak enak badan? Pasti karena belum makan ini... Sebentar, aku ambil makan dulu saja ya, mumpung akad masih lama."

Shireen yang hendak beranjak itu ditahan oleh sahabatnya.

"Reen, aku perlu ngomong sesuatu." Ujar Tiwi dengan wajah yang cukup membuat Shireen bingung. "Bisa tolong tutup dan kunci pintunya?"

Shireen hang merasa ada hal yang aneh pada sang sahabat pun akhirnya menuruti kemauan si calon pengantin wanita. Setelah memastikan pintu tertutup, Shireen menduduki tempat tidur dan duduk berhadapan dengan Tiwi hang berada di depan meja rias.

"Kenapa, Wi?" Shireen bertanya lagi. Tapi kali ini wajahnya menampakkan kekhawatiran.

Bukannya menjawab, sahabatnya itu justru memberikan ponselnya pada Shireen. Sempat ragu, Shireen pun menerima ponsel dan melihat apa yang sedang ditunjukkan oleh Tiwi.

Sebuah pesan. Nomor tak dikenal. Tapi bukan itu yang menjadi sumber masalah. Justru isi dari pesan itulah yang membuat Shireen terperangah.

"Ini siapa?" Shireen bertanya ulang tanpa melepas pandangannya dari ponsel.

"Dia bilang, dia teman kerja Mas Rudy di kantor.    Tiga hari lalu dia kirim pesan. Memperkenalkan diri. Tapi, makin lama makin nyeleneh..."

Shireen paham apa maksud perkataan Tiwi barusan. Karena ucpan sahabatnya itu bersamaa dengan sebuah fakta mengejutkan yang membuat Shireen membelalakkan mata.

"Ini asli?" Shireen mengangkat wajah dari ponsel ketika ia mendapati gambar tam senonoh. Bukan karena apa. Justru Shireen kenal dengan sosok pria di gambar itu.

"Mas Rudy ternyata selingkuh Reen di belakangku. Aku harus gimana?" Tiwi kini menggetarkan bibirnya.

Shireen langsung menggenggam jemari tangan Tiwi untuk menenangkan ai calon pengantin.

"Kamu sudah konfirmasi sama dia?" Tanya Shireen lagi.

"Aku nggak berani... gimana kalau orang tuaku tahu lalu pernikahan kami batal?"

Ada sebuah sorot mata ketakutan dari bola mata Tiwi kala ia mengatakan kalimat tadi. Shireen paham hal itu.

"Semua tamu sudah datang, Reen. Saudara, kerabat. Keluarga Mas Rudy. Berapa banyak biaya yang harus aku tanggung kalau pernikahan ini batal? Aku nggak mau orang tuaku malu, Reen.." Tiwi mulai dilanda kekhawatiran.

"Ssstt... tenang. Kita pikirkan sama-sama. Pertanyaanku, dia hubungi kamu sengaja untuk membuat pernikahanmu batal?" Shireen cukup penasaran pada bagian ini.

Pasalnya, ia tahu perasaan Tiwi. Bagaimana sakitnya sebuah pernikahan yang rusak dengan orang ketiga. Dia sedang mengalaminya.

"Kemarin dia sempat telpon. Dia bilang sebaiknya aku nggak melanjutkan pernikahan, karena Mas Rudy nggak mau meninggalkan dia. Aku harus gimana, Reen?"

Tangis Tiwi pecah. Shireen segera mengambil tisu dan menyerap air mata itu sebelum merusak riasan wajah sang sahabat.

"Wi... aku paham kalian berdua meng-"

TOK! TOK! TOK!

"Tiwi."

Sebuah ketukan dan panggilan dari luar menghentikan Shireen berbicara. Baru saja Shireen hendak bertanya siapa si pengetuk, Tiwi menggenggam jemari Shireen dengan kuat.

SHIREEN & GUNTURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang