62. Menunggu

413 104 22
                                        

Erin memejamkan matanya perlahan, lantas ia membuka mata lagi.

Tak ada siapapun.

Semua itu hanya khayalannya. Ia tersenyum miris, kemudian mengusap kasar wajahnya. Beberapa kali dirinya beristighfar, setelah itu bangkit meninggalkan bunga yang tergeletak begitu saja.

Karna sebenarnya, ia mulai ragu akan penantian ini. Mulai ragu seseorang yang ia nanti tak akan pernah datang.

Ponsel di sakunya berdering, menandakan seseorang tengah menghubunginya.

“Waalaikumussalam, iya aa?”

“Teteh dimana? Setelah Maghrib ini akan ada tamu datang, Abi bilang teteh cepet pulang.”

Erin menghela napas pelan. “Teteh pulang sekarang, a.”

“Mau Aa jemput?”

“Gapapa Aa, aku naik bis kesana.”

“Yaudah, hati-hati ya. Aa juga bentar lagi otw, shalat berjamaah di rumah ya teh. Ada sesuatu yang mau Aa sampaikan.”

Setelahnya sambungan itu terputus, Erin bergegas menuju halte yang tak jauh dari tempatnya.

Dengan tatapan kosong yang memendar entah kemana, pikiran mulai berkecamuk, sesekali Erin beristighfar sembari mengambil napas.

Ia sampai di halte, bertepatan dengan bus yang baru saja berhenti disana. Erin memasukinya, duduk di kursi dekat jendela.

Saatnya ia pulang.

°°°

Erin menatap kosong pantulan cermin di hadapannya.

Usai shalat Maghrib berjamaah, Erin bergegas memasuki kamarnya. Menggunakan hijab sebab tamu Abi sudah tiba, lalu saat ini menunggu Aa menjemputnya.

Erin tahu acara apa ini. Namun, ia akan diam sampai Abi menjelaskannya sendiri nanti.

Kepalanya tertoleh ke arah pintu yang sedikit terbuka, suara ketukan terdengar samar, lantas terlihatlah Yeonjun yang berdiri di ambang pintu.

“Aa ...”

Lelaki itu tersenyum, kedua tangannya terangkat mengisyaratkan Erin agar segera memeluknya.

Gadis itu tersenyum sumir, ia menghampiri dengan langkah pelan. Lantas berhambur ke dekapan sang kakak.

“Sabar ya, Teh. Ayo ke bawah, Aa temenin.”

Erin tak merespon. Yeonjun yang paham akan perasaan adiknya itu hanya dapat menghela napas pelan.

“Semua pada akhirnya tergantung keputusan Teteh, jangan takut buat menolak kalo emang Teteh belum siap.”

Perempuan itu menggeleng pelan. “Teteh harus nolak lagi, ya? Disaat Abi mulai membahas umurnya?”

Yeonjun mengeryit. “Apa yang Abi bilang ke kamu?” dengan pandangan gusar dia memerhatikan raut sang adik, “abi mendesak Teteh?”

“Ini emang udah saatnya, Aa. Abi ingin menuntaskan tugas hebatnya.”

Lelaki itu mengepalkan tangannya. Ada gejolak emosi yang tak bisa ia tahan. Soalan umur yang selalu Abi bahas merupakan hal yang begitu enggan ia dengar.

Apalagi, jika Abi sudah membahas tentang tugasnya sebagai seorang ayah.

“Aa bakal bicara sama Abi setelah acara ini, sekarang kita turun dulu, ya?”

Erin mengangguk, kemudian berjalan beriringan dengan Yeonjun. Kala suara ramai yang berasal dari ruang tengah terdengar, tangannya bergerak meremat lengan koko Yeonjun.

Teteh || Nct Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang