1 jam, 2 jam, mereka melalui berwaktu- waktu dengan merenung dan berdoa. Jaemin dan chenle memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, dan kembali lagi besok.
Perdebatan sempat terjadi antara putra Pradika dan Erin. Dimana mereka keukeuh menyuruh Erin untuk pulang dan istirahat, namun Erin menolak mentah-mentah.
Saat ini, mereka hanya bertiga. Duduk di kursi dingin, ditemani sepinya lorong, sekali-kali ada perawat dan dokter mondar-mandir membuat sepatu mereka terdengar disepanjang lorong.
“Teteh ngantuk? Tidur aja ya teh, kalo Adek bangun kita kasih tau teteh.”
Erin menoleh ke arah Jeno, ia menggeleng lemah. Wajah pucat nya membuat siapapun yang melihat tak tega.
Renjun yang berada di sampingnya menghela napas pasrah. Ia sudah menyuruh Mark untuk pulang karna merasa tak enak, Jaemin sempat datang lagi membawa pakaian ganti untuk Erin serta mukenanya. Dan Haechan ikut pulang karna ia akan menjemput ayah dan bunda Pradika besok pagi.
“Dingin ya teh? Ini pake sarung AA dulu.” Renjun mengalungkan sarungnya pada Erin, menebarkannya dengan sangat hati-hati.
Meski wanita itu sudah memakai pakaian panjang lengkap dibalut mukena, mereka masih tetap khawatir karna cuaca malam ini sangat dingin masih dengan hujan lebat serta angin kencang.
Cuaca semakin buruk jika malam semakin larut. Untungnya, Jaemin, chenle, dan Mark pulang saat hujan reda. Itupun menggunakan mobil Mark.
Tak disadari mereka, seorang perawat berjalan menghampiri mereka. Membawa catatan medis serta obat-obatan yang terlihat khusus.
“Dengan wali Adek Jisung?”
Ketiganya kontan bangkit, Renjun maju paling depan, sedangkan Jeno mengusap bahu Erin yang tampak bergetar.
“Saya kakak tertuanya, suster.”
“Orang tuanya kemana ya?”
“Mereka diluar kota, mungkin besok akan saya hubungi agar datang kesini.”
“Baik, setelah melihat laporan medis dari pasien, dokter menemukan kerusakan pada ginjalnya. Dan kemungkinan besar, pasien harus melakukan operasi dan membutuhkan donoran ginjal. Dan operasi ini harus disetujui oleh pihak yang ber-hak, dan sambil menunggu keputusan, kami akan mencari donoran yang cocok untuk Adek Jisung.”
Penjelasan perawat itu masuk sepenuhnya menuju Indra pendengaran mereka, bak disambar petir, Erin merasa hatinya terhantam sesuatu yang amat keras.
Sesak....
“Suster, kalo gitu saya akan jadi pendonor adik saya, dok.” Jeno melangkah pelan ke arah perawat dengan tatapan memohon.
Perawat itu tersenyum sumir, “konsultasi dahulu dengan dokter dan keluarga ya, kak. Kalau begitu saya pamit, untuk kondisi saat ini Adek jisung harus beristirahat dulu.”
Jeno mengacak rambutnya frustasi. “Sus! Suster! Argh, anjing!”
Bugh-!
Jeno memukul tembok dengan brutal, membuat Renjun dan Erin kontan menghentikan aksinya. Namun, Jeno saat itu terlihat membabi buta, hingga suara gaduh terdengar keras dan dinding penuh bercak darah.
Erin terisak, tangannya bergetar hebat. Renjun beberapa kali merutuki Jeno, berusaha menyadarkan sang adik.
“Bang istighfar bang!”
“Bajingan! Adik gue sekaratttt dan gue gaboleh donorin ginjal buat dia?!!!!”
“Abang, Istighfar.” Erin terisak, ia takut melihat darah di tangan Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teteh || Nct Dream
Fanfic"TETEH! AA, ABANG, MAS, SAMA KAKAK SUKA SAMA TETEH KATANYA!" Pekikan Suara Chenle menggelegar di seluruh penjuru Rumah.. Erin tercengang...Heh?! Sementara disisi lain.. "Ck, Lele sama Adek tuh! Huh!" "Yaa, gimana ya...Mending kita bersaing secara se...