66. Jawaban Istikharah

528 113 19
                                    

Ada kekosongan yang meresap perlahan. Membuat perasaan kian tak bisa lagi terbentuk.

Erin terduduk di Ayunan balkon kamar, memandangi atap-atap rumah serta jalanan yang basah sebab gerimis turun.

Udara dingin menembus kain gamis yang ia kenakan, namun tak sedikitpun Erin kedinginan. Pikirannya tengah kacau, bibirnya terkatup rapat tak menjawab sedikitpun panggilan Abi maupun umi yang sesekali masuk ke kamarnya untuk memastikan.

Erin hanya menjawab oleh gelengan atau sekedar anggukan lemah.

Ia masih butuh waktu untuk mencerna banyak hal yang bersamaan datang menghujam dirinya habis-habisan.

Air mata itu kembali mengalir meski Erin tak berkedip untuk mendorongnya. Lolos begitu saja setelah kepalanya begitu berisik.

Erin bangkit, melangkah pelan ke arah kamar mandi dan segera mengambil wudhu. Setelahnya ia meletakkan sajadah menghadap kiblat.

Tangannya perlahan meraba mukena, memakainya tanpa melirik cermin sedikitpun sebab ia tak ingin kembali menangis karna melihat betapa kacau wajahnya.

Erin berbaring menyamping diatas sejadah, tangan kirinya ia pakai untuk menumpu kepala, sedangkan tangan kanannya perlahan menyentuh permukaan sejadah.

Berbisik.

Ia berbisik pilu.

Bisikan yang ia yakini akan sampai pada langit, didengar oleh Tuhan yang selama ini mencintai-nya.

Mengadu kecil sembari menunggu Adzan Ashar.

"Ya Allah... Peluk, aku mau peluk."

Erin memejamkan matanya, "tolong jangan perkenankan hamba mencintai seorang lelaki selain kepada dia yang engkau takdirkan."

Jemarinya masih setia mengusap permukaan sejadah, sesekali menghapus air matanya kasar.

"Hamba memohon ampunan, maafin aku ya Allah... Maaf untuk segala dosa yang begitu kotor ini, maaf untuk segala kekhilafan dan ketidakmurnian yang hamba lakukan."

Erin terisak, "ampuni hamba Ya Rabb. Tak ada satupun yang begitu hamba takuti selain kehilangan cinta-Mu ya Rabb..."

"Siapapun yang datang, jika itu pilihan-Mu, buat hamba merasa yakin meski tak ada cinta yang dirasakan."

-Teteh-

Rumah Bandung yang kerap di nanti-nanti saat ini terasa begitu senyap. Tak ada suara-suara gaduh dari dua bungsu yang sering merecoki bunda memasak.

Tak ada suara teriakan Abang Jeno yang kerap kali menggema sebab Mas Haechan menjahili dirinya.

Atau, ketika masih ada Aa. Saat-saat seperti ini dihabiskan Jaemin bersama Aa berbincang di halaman belakang sembari mendengarkan lagu India.

Jaemin ingat, Aa pernah bilang bahwa lagu India memiliki rata-rata lirik yang sangat indah. Puisi yang menurut sebagian orang membuat mual dan terlalu berlebihan.

Namun bagi Aa, lagu itu adalah ungkapan yang sesungguh-sungguhnya dari penulis maupun penyanyi.

Jaemin ingat Renjun kerap kali menyanyikan lagu Channa Mereya yang dinyanyikan Jarjit-ah maksudnya Arijit Singh dari salah satu film favoritnya.

Merdu sekali suara itu meski hanya bergumam, dan bagi siapapun yang pernah mendengarnya akan dipastikan rindu.

Jaemin hari ini menyambut sore penghujan dengan secangkir Teh. Ia menambah waktu cuti rumah sakit sebab harus memerhatikan kondisi ayah.

Teteh || Nct Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang