"Bangun, bangun. Solat subuh sayang."
Erin membuka kelopak matanya perlahan, dengan buram yang tersisa, ia dapat melihat sosok lelaki yang selama ini ia rindukan.
"Aa."
"Iyaa, ini sayangku."
Erin menangis, ia menatap Renjun sendu. Begitu banyak hal yang ingin ia ucapkan, membawa luka serta rasa sakit yang ia dapat selama ini.
"Aa kemana ajaa?" Erin terisak, hal itu membuat Renjun terkejut. Ia segera mendekap Erin dengan erat.
"Kenapa, hmm? Sini bilang AA kenapa? Teteh mimpi buruk?"
"Abang jahat a, kenapa aa pergi? Abang jadi jahat."
"Aa gak pergi sayang, aa disini."
Erin memeluk erat tubuh Renjun. Menghirup aroma parfum yang menyatu dengan udara subuh yang masuk melalui jendela kamarnya.
Entahlah, Erin sedikit linglung. Apa yang ia lihat hari ini? Namun, ia merasa bahwa semua ini nyata. Erin menangis sejadi-jadinya, rindu dengan Renjun.
"Maafin aa ya, teteh sayang. Jangan sendirian terus, teteh harus bahagia."
Erin tidak mengerti, dahinya mengeryit. Lalu, menatap Renjun yang perlahan menjadi sebuah pudar dengan cahaya.
"Aa bahagia disini... Teteh harus bahagia, jangan sendirian."
Erin terisak hebat, nyatanya, kepergian Renjun bukan mimpi yang ia inginkan. Namun kenyataan yang harus selalu ia terima.
"Abang gitu karna dia belum paham sama maksud aa teh. Maafin Abang ya."
Erin menggeleng, ia memukul dadanya. "Sakit a, tolong jangan pergi."
"Teh, bahagia disini. Jangan sendirian disana ya teh. Aa sayang sama teteh."
Erin membuka matanya, keadaan seolah tersedot kembali ketika kedua matanya terbuka dan melihat jelas Chenle yang tengah menatapnya khawatir.
"Teteh ya Allah, lele abis solat subuh. Liat teteh ngigau jadi masuk dan ternyata teteh demam."
Gadis itu masih mencerna apa yang telah terjadi. Tangannya perlahan terangkat menyentuh bulir basah yang berada di sudut matanya.
"Aa mana?"
Chenle terdiam, lelaki itu tak bergerak sama sekali. Melihat wajah Erin yang berkeringat, serta air mata di surut mata gadis itu membuat Chenle menunduk.
"Aa kan udah gak ada teh." Jawabnya polos, namun sanggup membuat Erin lagi-lagi tertampar oleh kenyataan.
Ternyata, ia tidak bisa lari dari rasa sakit ini.
Erin mengusap wajahnya pelan, ia memaksakan senyumnya, menatap Chenle hang masih berdiri memerhatikannya.
"Lele laper?"
Chenle mengangguk, tak bisa mengkilah, entah apa sebabnya. "Lumayan juga teh."
Erin terkekeh, ia bangkit lalu mendorong bahu Chenle untuk melangkah dari kamarnya.
"Tunggu di meja makan gih, teteh solat dulu baru masak. Oh iya, sekalian kasih tau yang lain ya."
Chenle mengangguk, lelaki itu melangkah pergi menuju kamar Jaemin dahulu, sedangkan Erin hanya bisa tersenyum kecil.
Ia harap, semuanya kembali seperti awal lagi. Dimana putra Pradika, tidak pernah memiliki suasana sedingin ini.
°°°
"Teh." Haechan memanggil, Erin menoleh dengan tangan yang sibuk mencelupkan teh ke gelas.
"Hmm? Iyaa mas?"
![](https://img.wattpad.com/cover/231303182-288-k516279.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Teteh || Nct Dream
Fiksi Penggemar"TETEH! AA, ABANG, MAS, SAMA KAKAK SUKA SAMA TETEH KATANYA!" Pekikan Suara Chenle menggelegar di seluruh penjuru Rumah.. Erin tercengang...Heh?! Sementara disisi lain.. "Ck, Lele sama Adek tuh! Huh!" "Yaa, gimana ya...Mending kita bersaing secara se...