Sore itu, Nindi mempercepat langkah kakinya menuju rumah temannya yang jarak nya tidak begitu jauh dari Blue Mart. Waktu sudah menunjukan pukul empat, Nindi harus segera mungkin pulang ke rumah karena batas waktu pembayaran uang sewa yang sudah menunggak tiga bulan itu adalah sore ini.
Setelah sepuluh menit berjalan Nindi pun sampai di depan gerbang rumah temannya. Rumah itu tampak megah, dibentengi oleh pagar besi yang kokoh dan menjulang tinggi. Sedikit lelah bercampur gelisah, Nindi terpaksa memencet tombol bel yang terpasang di sisi gerbang, ia sebetulnya sangat malas untuk bertemu orang ini. Tidak perlu menunggu lama, seorang wanita berpenampilan modis pun datang, ia berjalan begitu anggun dan angkuh, ia pun membukakan gerbang untuk Nindi. Nindi langsung membuka obrolan dan menyampaikan maksud serta tujuannya datang.
"Lisa, boleh aku meminjam uangmu." ucap Nindi secara singkat, padat, dan jelas.
Lisa mendengus kesal sambil menggelengkan kepalanya, ia seakan-akan heran dengan kebiasaan temannya ini. Selalu meminjam uang padahal ia bisa saja tidak harus melakukan itu, terlalu berkorban untuk orang tuanya yang sama sekali tidak memberikan kebahagiaan. Lisa tidak pernah mempermasalahkan jika dirinya harus terus meminjami Nindi uang, namun ia juga muak dengan kenaifan Nindi.
"Kau mau sampai kapan sih meladeni bokap mu yang stres itu? Aku tidak masalah berapa pun uang yang kau pinjam, tapi untuk apa sih kau masih saja mengurusi bokap yang sudah tidak ada guna nya itu?" balas Lisa geram dengan gelagat angkuhnya. Ia terlahir dari keluarga yang kaya raya, ia tidak pernah merasakan kekurangan, ataukah memang karena dirinya tidak pernah diperlakukan seperti seorang anak.
Nindi tidak peduli dengan apa yang dikatakan Lisa, ia memohon dan sedikit memaksa agar Lisa segera memberikan uang pinjaman untuknya. Nindi mengesampingkan sejenak harga dirinya. Lisa pun luluh dan terpaksa menuruti pinta gadis naif itu, ia segera masuk ke dalam rumahnya dan kembali lagi ke depan gerbang dengan membawa uang untuk diberikan kepada Nindi.
Nindi pun pergi dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.
Butuh waktu dua puluh menit untuk sampai ke stasiun dengan berjalan kaki, karena dirasa cukup memakan waktu lama, Nindi pun memutuskan untuk menaiki busway untuk mempersingkat waktu. Alih-alih lebih cepat, di tengah perjalanan ia terkena macet, penumpang yang lainnya tengah berbisik membicarakan apa yang sebenarnya terjadi di depan hingga membuat jalanan macet seperti ini. Rupa nya lampu merah di depan sana baru saja terjadi kecelakaan lalu lintas. Pengendara motor memaksakan diri menerobos dua mobil truk, naas pengendara motor itu pun tertabrak dan terhimpit di bagian bawah mobil truk. Kejadian mengerikan itu tentu nya membuat semua orang syok. Lalu lintas di sana pun menjadi terhambat. Karena sudah terlanjur membayar ongkos busway, Nindi hanya bisa pasrah dan berharap bus yang ditumpangi nya itu bisa cepat melaju lagi.
Setelah menunggu kurang lebih tiga puluh menit, bus dan kendaraan-kendaraan yang lain akhirnya bisa bergerak walaupun belum lancar. Nindi membutuhkan waktu tiga puluh lima menit untuk sampai ke rumah. ia tampak khawatir dengan orang tuanya, ia harus segera menyerahkan uang sewa kepada pemilik rumah agar ia tidak di usir dari rumah itu.
Langit pun sudah mulai gelap, Nindi akhirnya tiba di kota Tangerang. Langkahnya tergesa-gesa, ia bahkan hampir membuat penumpang lain terjatuh, tidak lupa ia segera meminta maaf atas kecerobohannya.
Rumah Nindi letak nya cukup jauh dari keramaian, jalan nya berbelok-belok dan banyak ditumbuhi pepohonan sehingga menimbulkan suasana yang remang. Jika sudah lewat waktu senja, jalanan di sana akan tampak sepi karena tidak banyak yang berlalu-lalang, lampu penerang jalan nya pun hanya sedikit.
Nindi harus melewati gang yang sangat sepi, hanya kendaraan beroda dua lah yang bisa melewati jalan itu, juga karena ukuran jalanan yang sempit. Sepi nan sunyi, suara nyanyian jangkrik mengiringi langkah kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Menuju Pulih
RomanceBerdamai dengan masa lalu merupakan proses paling berpengaruh dalam membentuk masa depan, ingatan pahit itu sama seperti luka, merobek permukaan kulit, berdarah, dan membekas. Nindi harus berkawan dengan sepi, ia menutupi kisah menyakitkan itu hingg...