10. Secarik Foto

21 12 4
                                    

Bagas langsung membawa Nindi masuk ke dalam mobilnya. Saat memasuki mobil itu, Nindi menghirup pengharum mobil dengan aroma yang menyegarkan. Aroma itu sangat menenangkan, wangi nya membuat siapapun pasti betah berlama-lama di dalam sana. Nindi mendudukkan tubuhnya di kursi sebelah pengemudi, ia sama sekali tidak mengeluarkan suara, menyandarkan punggung di sana, dan hanya terpaku pada pemandangan yang ada di depannya.

Bagas tidak menyangka Tuhan telah mempertemukan ia kembali dengan Nindi, gadis yang berhasil membuatnya jatuh hati. Entah apa alasan ia bisa menyukai gadis itu, ia tidak bisa menyangkal perasaannya, mau dicari sedalam apa ia tidak tahu apa alasannya. Hanya saja, bagi Bagas, Nindi seperti rumah, tempat pertama ia menumpahkan keluh kesah, tempat yang paling tahu seperti apa ia sebenarnya, dan tempat untuk kembali. Mungkin itu bisa dijadikan alasan mengapa Bagas mulai menaruh hati pada Nindi.

"Minta nomor telfonmu, dong!" ucap Bagas memecahkan suasana sambil menjulurkan ponsel genggamnya ke arah Nindi, menyuruh Nindi untuk langsung menuliskan nomor telfonnya pada keypad angka itu.

Nindi melirik ke arah ponsel itu, ia diam cukup lama, hatinya dipenuhi keraguan, ini adalah pertama kali dalam hidupnya.

"Pegal, nih." Bagas tersenyum meledek.

Nindi pun meraih ponsel Bagas lalu mengetikkan nomor telfonnya di sana. Setelah selesai mengetikkan nomor, Nindi menyerahkan ponsel itu kembali, ia tidak sengaja melihat wajah Bagas, wajah dengan sejuta warna, ada banyak warna yang tersirat di sana. Namun dari sekian banyak nya warna, kebahagiaan lah yang melambangkan warna-warna itu. Entah dari mana asal nya lelaki ini, hanya saja Nindi merasa sejuk, hatinya merasa sedikit bercelah. Bagas menerima ponsel yang diberikan oleh Nindi, ia melihat wajah gadis itu, mereka berdua saling bertemu mata. Nindi langsung mengalihkan pandangannya kembali ke depan. Bagas tersenyum melihat Nindi yang tampak canggung itu.

"Aku simpan nomormu dengan nama 'Nindi Imut', ya." ledek Bagas sambil cengengesan.

Selama dalam perjalanan menuju tempat tinggal Nindi, Bagas selalu mencuri-curi pandang ke arah gadis di sebelahnya. Dalam kepalanya berpikir, mengapa wajah itu sangat familiar?

Akhirnya mereka berdua sampai, Bagas segera memberhentikan mobilnya dan mencari lahan yang pas.

"Kapan-kapan aku boleh menemui mu lagi, kan?" ucap Bagas sambil memainkan stir mobilnya. Nindi tidak berani melihat wajah itu, namun dari sudut matanya, ia melihat senyum Bagas yang terukir hingga membuat jantungnya seketika berhenti.

DEG!!

Mobil pun berhenti, Nindi membuka pintu mobil dan menurunkan kakinya, ia menoleh ke belakang tanpa melihat Bagas.

"Terima kasih." Nindi berujar singkat.

"Good night." Bagas melambaikan tangan dengan begitu tampan. Nindi tidak mampu melihat wajah itu lagi.

***

Di dalam kamar, Nindi terus teringat dengan sosok lelaki ceria dan penuh warna bernama Bagas itu, ia seperti melihat hal baru yang sebelumnya belum pernah ditemui. Seumur hidup ia hanya mengalami hal-hal buruk, kegelapan selalu mengiringi langkahnya. Akan tetapi berbeda dengan Bagas, Nindi melihat banyak warna dalam dirinya. Bagas berhasil membuat gadis itu berdebar, perasaan yang masih disembunyikan oleh keduanya.

Baru merebahkan tubuh, Nindi dikagetkan oleh Hadi yang tiba-tiba melempar barang dengan sangat keras, rumah seketika diributkan oleh suara bising. Nindi tidak menghiraukannya, ia berusaha mengabaikan kegaduhan itu dan kembali melanjutkan tidur. Nindi sangat mengantuk, tidak butuh waktu lama ia pun langsung terhanyut dalam tidurnya. Namun di tengah-tengah tidurnya, Hadi lagi-lagi membuat kepala Nindi seolah akan pecah, membuat pengang telinganya. Hadi memecahkan satu buah gelas hingga suara gaduh berhasil membangunkan Nindi.

Gadis itu pun beranjak dan mendatangi kamar Hadi, ia melangkahkan kaki dengan kasar karena emosi. Nindi bisa dibilang terlalu abai terhadap Hadi, ia tidak mau mencari tahu lebih dalam atau pun memahami mengenai sakit yang diderita Hadi. Nindi selalu mengungkit kesalahan-kesalahan yang diperbuat Hadi, ia mengungkit-ungkit perihal itu melalui sikapnya menghadapi Hadi. Kesalahan yang dahulu Nindi perbuat adalah dampak dari keegoisan Hadi sendiri, itu yang selalu berkumpul di pikiran Nindi, keegoisan Hadi adalah hal yang sangat fatal. Nindi belum menyadari bahwa opini yang pernah diucapkan Lisa sebelumnya ialah isi hati Nindi yang sebenarnya.

Setelah sampai di kamar Hadi, ternyata keadaan di sana sudah seperti kapal pecah. Botol-botol minuman yang sudah tidak terpakai berserakan di lantai, sampah-sampah kertas, kemasan makanan-makanan instant dengan bau busuk yang menyengat indera penciuman, dan bongkahan-bongkahan kayu yang berasal dari foto figura. Nindi sudah diambang keputusasaan ketika menghadapi Hadi, ia sudah tidak tahu lagi bagaimana mengembalikan ingatan ayahnya itu. Mengapa semua ini terasa begitu menumpuk.

Nindi tidak habis pikir dengan orang itu, mengapa dirinya begitu egois, sepenting itukah mimpinya? Se-mengharukan itukah menjadi seorang dreamer, Sekeren itukah menjadi seorang seniman. Lantas dimana tanggung jawabnya sebagai seorang suami sekaligus ayah untuk keluarganya. Nindi masih mematung di depan pintu kamar, tangannya mengepal menahan amarah yang mungkin sebentar lagi akan membludak. Sorot mata Hadi menatap penuh kebencian, isi kepalanya mengebul menumpuk semua pikiran yang kian membuat kacau, ia menatap ke arah lembar foto dengan figura yang terlepas dari sisi kiri-kanan-atas-bawah nya, matanya berair, air itu sudah tidak terbendung lagi hingga akhirnya menetes keluar membasahi pipi muram Hadi.

"Ayah, ini kan foto keluarga kita, kenapa dipecahkan?"

Pecahan kaca dan pecahan kayu yang asal nya dari foto figura berserakan di lantai, Nindi melihat ada seuntai foto yang keadaan nya sudah menyedihkan, di dalam foto itu terlukis seorang anak perempuan bersama kedua orang tuanya. Ya, foto itu adalah foto keluarga, foto ketika Nindi masih berusia sepuluh tahun.

Di dalam potret itu, Hadi masih sangat muda, ia terlihat tampan dan ceria, senyumnya melukiskan kebahagiaan memancarkan hidupnya yang berkilau, satu tangannya merangkul Nindi yang berada di tengah-tengah, posturnya yang tinggi dibuat sedikit menunduk untuk menyeimbangi bahu putri kecilnya itu.

Ada lagi, Ani berpose di sebelah kiri merangkul Nindi dengan hangat seakan mentransfer energi kasih sayang. Ani masih tampak sehat dan anggun dengan rambut sebahu yang dibiarkan terurai. Gadis kecil yang berpose diantara mereka menampilkan tawa riang, rambutnya di kuncir dua kiri-kanan dan poni yang menutupi dahinya, dibalut gaun berwarna merah jambu juga pesona gemerlap yang membuat gadis itu semakin menggemaskan.

Potret yang terlukis dalam lembar foto itu melambangkan keluarga bahagia. Kebahagiaan yang hanya melipir sementara.

'Seandainya kebahagiaan bisa diundang, ingin sekali aku mengundang nya setiap hari, namun hanya mendengar nya pun membuat hati ini langsung berkata tidak mungkin.'

Nindi melihat sekeliling kamar itu, ia melirik Hadi dengan perasaan kesal bercampur iba. Suasana di kehidupan nyatanya jelas berbeda dengan yang di foto. Ini adalah satu-satu nya foto kenangan ia bersama keluarganya, Nindi sengaja menaruh nya di kamar Hadi, supaya Hadi bisa melihat gambar itu setiap saat, dan siapa tahu bisa mengingatkannya dengan kenangan indah sewaktu dahulu. Nindi berharap Hadi hanya menyimpan memori indah dan membuang jauh-jauh kisah yang membuatnya terluka.

Tetapi mengapa orang itu merusak nya.

Bagi Nindi, foto itu sangat berarti dan harapan satu-satunya untuk bisa bertahan hidup. Kepalanya sudah dipenuhi oleh memori menyesakkan, ia ingin melenyapkan seluruh memori itu. Alih-alih menerima dan bangkit, gadis itu justru membenci dirinya sendiri, ia selalu merasa tidak pantas merasakan bahagia. Alih-alih mencari solusi, gadis itu justru menjauh dari keramaian, membuat jarak dari orang-orang sekitarnya, ia dihantui oleh rasa takutnya sendiri. Takut jikalau dunia membongkar masa lalunya, dan orang-orang kembali menjauhi dan menyudutkannya.

Foto itu merupakan terapi untuk Nindi agar ia bisa melupakan sejenak memori yang membuatnya cemas hingga sekarang.

______________________

Halooo, setiap dari kita pasti memiliki kenangan atau memori pahit, bahkan memori itu tidak pantas untuk dikenang, seseorang yang belum selesai dengan dirinya sendiri pasti akan sulit melanjutkan hidupnya, sikap menerima dengan besar hati rasa nya akan sulit, terlebih jika orang itu tidak mendapatkan dukungan sepenuhnya dari keluarga.

Kira-kira gimana sih cara kalian agar bisa bangkit dari keterpurukan? Apakah kalian akan bersikap seperti Nindi yang membuat jarak dari orang lain dan memilih untuk menyendiri?

Happy Reading~ 😍

Jalan Menuju PulihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang