Keram. Tangan Agam mulai keram, ia masih bersikeras ingin berjabat tangan dengan Hadi. Butuh waktu lama untuk meluluhkan hati lelaki itu. Jangan di judge, manusia memiliki banyak kesamaan tetapi enggan untuk menerima banyak perbedaan, seekor kucing pun memiliki karakter, ia tumbuh berkat lingkungannya, lingkungan dapat membentuk kapasitasnya.
Hadi menggerakkan bola matanya, saat mendengar suara Agam, ia seperti kembali ke masa lalu, di tempat itu, bersama laptop dan Ipad yang selalu setia menyambutnya setiap pagi. Namun, ketika telinganya mendengar rentetan kalimat yang diucapkan Agam, ingatannya kembali ke masa saat ia hampir terjatuh lalu seseorang membantunya untuk bangkit. Hatinya mulai merasakan sedikit ketenangan, kalimat Agam berhasil membuka ingatan yang semestinya ia ingat, saat Agam selalu berada di sisinya, tanpa merobohkan tiang yang sudah hampir roboh.
Hadi meluruskan kepala, ia melihat sebuah kaki tepat berada di depan matanya, lalu menengadahkan kembali kepalanya, dan melihat sebuah bahu yang begitu kokoh, ia menengadahkan kepala kembali, kemudian sampai pada wajah itu. Wajah Agam. Ingatannya kembali ke masa lalu, di tempat itu, tempat yang membuatnya roboh. Namun aneh nya, Hadi tetap tenang tidak seperti biasa nya.
Agam masih tersenyum, senyuman yang begitu hangat dan tulus, tangan kanannya belum juga letih, masih menanti sentuhan itu.
Kini, mata mereka saling bertemu, sorot mata Hadi seperti tidak biasa nya, jiwanya seakan telah ditemukan, tetapi Agam tidak ingin terlalu cepat menyimpulkan itu, yang harus dilakukannya saat ini adalah membantunya untuk berdiri dan melanjutkan hidup, bukan hanya bertahan, tetapi melanjutkan.
Jemari kurus Hadi mulai bergerak, seirama dengan kata hatinya, ia juga menggerakkan tangannya. Sampailah pada moment yang Agam nanti-nantikan. Akhir nya Hadi menerima tangan Agam, berjabat tangan dengannya begitu lama. Ada secercah asa yang masih tersimpan di sana, Agam meyakini itu, ia percaya bahwa kelak Hadi akan melanjutkan bab ceritanya.
***
Deru langkah kaki bersepatu olah raga terdengar di dalam komplek perumahan, dua orang lelaki sedang berlari-lari kecil bersamaan dengan embun pagi yang menyejukkan. Agam berhasil membawa Hadi keluar rumah untuk berolah raga, ia memberikan Hadi ruang untuk melakukan hal menyenangkan yang dahulu Hadi lakukan.
Tubuh itu begitu kurus, tulang-tulang di kaki dan di lengannya amat terlihat jelas. Beruntung nya, Agam berhasil membujuk Hadi untuk membersihkan diri, mandi dan merapikan diri. Komplek perumahan pagi itu sangat sepi, hari ini adalah hari kerja, tidak ada yang berolah raga di sini, semua nya sedang disibukkan dengan aktivitas kerja dan yang lain nya.
Tiga puluh menit mereka berlari-lari kecil, pelu hampir membasahi punggung mereka. Agam mengajak untuk berhenti dan beristirahat terlebih dahulu. Mereka pun duduk di sisi jalan sambil meluruskan kakinya. Agam mengeluarkan botol minum dari dalam tas, membuka tutup botol itu lalu ia berikan kepada Hadi. Hadi menoleh, ia tidak langsung menerima, matanya terpaku pada botol itu, entah apa yang sedang berlabuh di pikirannya. Tidak ingin menunggu terlalu lama, Agam pun meraih tangan Hadi lalu ia arahkan ke botol itu. Tidak ada pilihan lain, Hadi pun menerima nya.
Agam mengeluarkan satu botol minum lagi dari dalam tasnya, ia meneguk air mineral yang segar itu dengan perlahan. Begitu juga dengan Hadi, ia meniru Agam, meneguk air itu untuk menyegarkan tenggorokannya.
Agam berusaha mencairkan suasana.
"Setelah ini, kau ingin kemana?" ucapan Agam membuat otak Hadi kembali bekerja. Kalimat yang diucapkan dengan lembut dan santai itu seakan memberi Hadi ruang untuk melakukan hal yang ia senangi.
Tetapi, ketika ingatannya berhasil menemukan hal yang ia sukai, pikirannya menolak, ia langsung menepis itu.
Agam memberikan pertanyaan itu bukan sebab ia tidak tahu, ia hanya ingin memberikan Hadi kesempatan untuk berbicara sesuai dengan keinginan hatinya.
"Kau yakin tidak ada sesuatu yang ingin kau lakukan? Tenang saja, aku akan menemanimu." Agam melanjutkan ucapannya sebab tidak ada jawaban dari Hadi.
Hadi tidak menjawab, menoleh pun tidak. Tetapi, Agam yakin bahwa itu bukan kemauan dirinya, ia sebetulnya ingin, tetapi bayang-bayang keburukan selalu menghalanginya.
"Baiklah. Yuk." Agam berdiri dan menjulurkan satu tangannya. Hendak membantu Hadi untuk berdiri.
Hadi menengadahkan kepala dan menerima tangan Agam. Mereka kembali berlari menuju rumah Hadi.
Agam berada di kursi kemudi, Hadi duduk di sebelah kursinya, mereka berdua hendak menuju suatu tempat dan hanya Agam yang mengetahui nya. Hadi terpaku melihat jalanan di sana, matanya hampir tidak berkedip seakan baru pertama kali melihat dunia. Tidak ada perbincangan di dalam mobil, Agam hanya mengucapkan hal-hal yang penting saja, tidak ingin mengucapkan kalimat yang bukan bagian dari proses penyembuhan Hadi.
Rumah itu, Hadi mengingat tempat itu, pikirannya enggan untuk turun dari mobil, tetapi Agam terus merajuk, ia menjanjikan hal indah di dalam. Hadi pun mengiyakan, ia berjalan berdampingan dengan Agam memasuki rumah. Sesampainya di dalam rumah, Agam masih berjalan, ia mengajak Hadi untuk menuju belakang rumah. Hadi masih mengiyakan, ia menurut saja.
Ada sebuah taman yang cukup luas dengan tanah rerumputan, di pinggir taman terdapat dua kursi dan satu meja di tengah nya. Agam menuju ke sana, ia mengajak Hadi untuk duduk di kursi taman. Mata Hadi mengitari area taman, memperhatikan seluk-beluk taman yang masih sama seperti dahulu. Angin mendung tidak membuat mereka kepanasan, sejuk nya membersamai Hadi yang perlahan mengenali kembali dirinya.
Delapan tahun yang lalu, taman ini menjadi tempat pelarian Hadi terakhir kali nya, duduk sendiri bersama kegagalan yang terus menghujaninya. Tidak ada yang menemaninya di sini, bertegur sapa dengan angin dan memendam nya sendirian.
Detik ini berbeda, di taman ini ia ditemani oleh Agam, tidak lagi sendiri dan menanggung beban itu sendirian. Ingatan buruk di masa lalu dan peristiwa yang ia alami hari ini memiliki persamaan dan perbedaan, di tempat yang sama tetapi dengan peristiwa yang berbeda.
Agam menyipitkan mata karena angin yang berhembus masuk ke dalam matanya, seketika bibirnya tersenyum. Hadi melihat itu, ia melihat senyuman yang dahulu sering ia lihat namun terabaikan, di tengah-tengah pikirannya yang masih menggali, hatinya kembali tenang, ia tidak sadar bahwa dirinya mulai menyukai tempat ini.
Tempat ini sebetulnya indah, jika kau melihat tempat ini sebagai keindahan.. itu akan menjadi indah. Jika sebaliknya, pikiran akan menjebak mu.
Hidangan makanan dan minuman sudah tersaji lengkap di atas meja makan. Sayur sup ayam dengan kuah kaldu kemiri, cumi saus asam manis, tempe goreng tepung, ayam goreng, sambal sup, buah apel, pir, jeruk, dan pisang, tersaji rapi di sana. Agam mengambil satu piring lalu mengambilkan beberapa centong nasi di atas nya, ia berikan nasi itu kepada Hadi. Agam mengambil nasi lagi untuk dirinya, ia mulai menyendok lauk pauk dan sayur sup. Hadi mengikutinya, ia menyendok cumi saus asam manis, dan sayur sup ayam, ia juga mengambil sedikit sambal sebagai pelengkap.
Agam tidak mengeluarkan sepatah kata pun, ia hanya fokus dengan aktivitasnya, makan dengan rapi dan tenang. Tanpa disadari, Hadi selalu mengikuti Agam, pikiran itu mulai bergerak sesuai dengan apa yang saat ini dilihatnya.
___________________________
Proses penyembuhan. Tidak semua orang berhasil melakukannya, dan tidak semua teman bersedia membantunya. Untung saja, Hadi punya Agam 😟
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Menuju Pulih
RomanceBerdamai dengan masa lalu merupakan proses paling berpengaruh dalam membentuk masa depan, ingatan pahit itu sama seperti luka, merobek permukaan kulit, berdarah, dan membekas. Nindi harus berkawan dengan sepi, ia menutupi kisah menyakitkan itu hingg...