31. Makan Malam

18 5 6
                                    

"Aku akan pergi ke suatu tempat, hari ini kau ingin ku antar?" ucap Putra kepada Nindi. Saat mengucapkan kalimat itu, perasaannya sungguh gugup, bukan hanya belum terbiasa mengajak seorang gadis, tetapi ia juga takut akan penolakan.

Nindi berhenti sejenak dari aktivitasnya ketika mendengar kalimat yang diucapkan oleh Putra, tanpa berpikir terlalu lama ia segera menjawab pertanyaan itu dan menolak ajakan yang Putra tawarkan. Ketika bersama Putra, ia selalu merasa aman dan merasa sedang dilindungi, ia hanya tidak ingin banyak orang yang terlibat dengan kehidupannya. Ia tidak tahu bahwa sebetulnya langkah yang ia ambil adalah gerbang untuk membuka masa lalunya, perlahan semua itu akan terungkap pada orang yang berhak mengetahui nya.

Putra pun menghentikan jemarinya yang masih menari di atas papan ketik, ia masih mencari kesempatan agar bisa pulang bersama Nindi. Bola matanya bergerak ke arah samping, ia sedang memikirkan sesuatu.

"Nanti malam pulang jam berapa?"

"Sekitar jam sepuluh." Nindi menjawab pertanyaan dengan singkat.

Nindi masih sibuk dengan aktivitasnya, ia memasukkan ponsel genggam dan mencopot tanda pengenal yang menggantung di lehernya lalu menyimpan nya di dalam ransel.

Putra tampak gugup, ada sesuatu yang masih ia tahan di bibirnya, masih ada kalimat yang harus ia ungkapkan.

"Nanti malam aku jemput, ya." akhirnya Putra memberanikan diri untuk mengungkapkan sesuatu yang hampir tertahan di benaknya.

"Tidak apa-apa, Kak. Nanti malam aku bisa pulang sendiri." Nindi membungkukkan kepalanya untuk berpamitan kepada atasannya itu.

Lidah Putra terasa kelu, wajahnya seperti kehilangan asa, keinginannya itu belum bisa terwujud, terlihat jelas dari wajahnya yang mendadak sayu.

Sesampainya di Daily Restaurant, Nindi mengganti seragamnya dan menghias diri terlebih dahulu di ruang staff. Ia mengaplikasikan bedak padat berwarna light senada dengan warna kulitnya, lipstik berwarna merah jambu glossy di oleskan di bibir kecilnya, dan menaburkan sedikit perona wajah untuk membuatnya terlihat fresh.

Meja customer hampir semuanya terisi, tempat ini didominasi oleh wanita, mereka telah reservasi tempat untuk mengadakan reuni SMA. Nindi sedang membersihkan lantai area runner, hari ini ia mendapatkan tugas sebagai runner. Ia juga harus memeriksa nasi putih, nasi merah, dan nasi liwet masih tersedia, memeriksa kelayakan nasi, dan memastikan peralatan makan dalam keadaan penuh. Perkumpulan reuni kali ini terasa sangat damai, mereka tidak mengajukan permintaan yang aneh-aneh, semuanya makan dengan tenang dan hanya sibuk dengan acaranya sendiri.

Di tengah-tengah ketenangan itu, mereka dikejutkan oleh seseorang yang datang. Seorang lelaki dengan tinggi 187 cm mengenakan kemeja berwarna hitam, kemeja itu dimasukkan ke dalam celana denim dan sabuk hitam yang melingkari pinggang rampingnya. Ia mengenakan masker berwarna putih, hidung mancungnya tampak indah, meski tertutup masker namun tulang hidungnya masih membentuk jelas. Ketika masuk ke dalam restoran, ia membuka masker yang tadi dikenakan, wajah tampan yang ia miliki kini terekspos dan membiarkan para wanita di sana menikmatinya.

Semua wanita seketika menghentikan aktivitasnya, terpana akan sosok lelaki itu.

"Wah, ganteng nya."

"Tinggi sekali."

"Sudah punya pacar belum, ya."

Tidak ada bibir yang tidak bergumam, tidak ada mata yang berkedip, mulut mereka menganga karena takjub.

Lelaki itu berjalan melewati para wanita yang masih terkesima dengannya, mencari meja yang tidak bertuan, dan akhirnya ia memilih meja paling akhir dan duduk seorang diri.

Jalan Menuju PulihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang