32. Sepotong Sandwich dan Kisah nya

22 5 6
                                    

Nindi meneguk sebagian air mineral dalam botol itu, ia melihat Bagas masih sibuk merapikan piring, mangkuk, dan gelas. Binar matanya indah sekali, ada ketulusan yang tertanam di dalam sana. Tubuhnya bukan hanya tinggi tetapi juga banyak otot yang bersembunyi di dalam pakaiannya, kalau dilihat-lihat bentuk tubuhnya nyaris sama seperti Putra, hanya saja Bagas memiliki kulit yang putih, dan bagi Nindi, Bagas berbeda.

Nindi tidak tahu, apakah ini cara Tuhan menyembuhkannya, ataukah cara Tuhan mengujinya.

Hari sudah hampir larut, Nindi membuka apron yang terpasang di pinggangnya, melipat benda itu kemudian ditaruh di loker staff. Setelah itu, ia menyempatkan untuk melihat cermin sejenak, menatap sekilas penampilan wajahnya, meski bedak sudah mulai luntur namun kulit putih di wajah itu masih tetap menjadi ciri khas, wajahnya sedikit mengkilap karena keringat, bibirnya masih berwarna merah jambu dan lembab.

Nindi berpamitan dengan rekan-rekan kerja di sana, ia tersenyum simpul dan langsung disambut ramah oleh mereka. Ia pun berjalan menuju pintu keluar bersama ransel yang selalu menemani kemanapun ia pergi. Ketika sampai di depan pintu Daily Restaurant, langkahnya tiba-tiba terhenti, ia mendapati Bagas di parkiran sana, sedang berdiri bersama mobilnya. Bagas telah menyadari Nindi sudah berdiri di sana, ia melambaikan tangan dan tersenyum padanya.

Degup jantung itu kembali berdetak begitu cepat, perasaan tidak menentu itu kembali menyerangnya, ia belum kuasa untuk mengekspresikan perasaannya saat ini. Nindi menuruti keinginannya, ia melangkah maju menghampiri Bagas. Tanpa tahu malu, Bagas membentangkan kedua tangannya bersiap untuk menerima pelukan dari Nindi, tersenyum sangat lebar hingga gigi-gigi rapinya kelihatan.

"Kau tidak ingin aku peluk." pertanyaan nyeleneh itu keluar dari mulut Bagas. Ia menurunkan tangannya kembali setelah mengetahui bahwa Nindi tidak akan menanggapinya.

"Kau akan ku antar pulang, ya. Hehe."

Bagas membukakan pintu mobilnya mempersilahkan Nindi untuk masuk ke dalam. Nindi tidak bisa menolak, lantaran memang karena ia menyukainya. Dengan lelaki lain, ia akan cepat menolak, tetapi dengan Bagas sungguh mudah ia menyetujuinya.

Nindi pun masuk ke dalam mobil diikuti Bagas yang menutup perlahan pintu itu, Bagas langsung menuju kursi kemudi dan mulai mengemudikan mobilnya.

Ada seseorang yang sejak tadi mengawasi Nindi dan Bagas, ia memarkirkan motornya di tempat yang tidak terjangkau oleh dua insan itu, ia adalah Putra. Putra melihat dan mendengar percakapan mereka, wajah yang biasanya dingin itu kini berubah menjadi sendu, ada kesedihan yang ia selipkan di balik sana. Putra melihat mata itu, mata yang tampak berbeda dari yang biasa ia lihat, ia melihat Nindi menjadi sosok yang berbeda ketika bertatapan dengan lelaki yang mengajaknya pulang bersama itu. Ada kecemburuan yang singgah di hati Putra, tetapi rasa itu tidak akan membuatnya terlena, Nindi tetaplah sosok gadis yang akan terus singgah di hatinya, ia berharap, dengan hadir nya lelaki itu dapat mengubah pola pikir Nindi terhadap dunia, lelaki itu kelak dapat menyembuhkan Nindi dari luka yang sampai saat ini Putra tidak tahu apa penyebab nya.

Ketika melihat mobil itu kian melaju, Putra pun melajukan motornya dan mengikuti arah mobil itu, ia berhasil berada tepat di belakang mobil Bagas, ia berkendara sambil memastikan Nindi dalam keadaan baik-baik saja bersama seorang lelaki.

Putra memutar gas lebih kencang, jarum alat penghitung kecepatan semakin melaju ke atas, ia akan mendahului mobil itu. Ketika berada tepat di sebelah lelaki yang sedang mengemudikan mobil itu, Putra sekilas menoleh untuk mengetahui seperti apa rupa lelaki yang berhasil meluluhkan hati Nindi. Setelah melihat wajahnya, Putra melihat aura menyenangkan yang terpancar di sana, ada ketulusan yang mendalam dari senyum dan sorot matanya, ia mulai menyadari sekaligus mengakui bahwa lelaki itu memang pantas dikagumi oleh Nindi.

Jalan Menuju PulihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang