6. Pertemuan Pertama

20 15 6
                                    

Putra membopong Ani ke atas punggungnya. Nindi terkesima dengan perlakuan rekan kerjanya itu, karena baru kali ini ia menemukan seseorang yang begitu tulus.

Mereka tiba di sebuah rumah kecil dan sederhana, rumah itu terdapat dua kamar dan satu ruang tamu yang ukuran nya tidak terlalu besar. Tidak jauh berbeda dengan rumah sewa Nindi yang sebelumnya. Rumah itu adalah rumah milik pamannya Putra yang sudah lama tidak dihuni, karena pamannya sudah lama meninggal. Putra mengizinkan Nindi dan kedua orang tuanya untuk tinggal di sana dengan cuma-cuma, ia tidak meminta imbalan apapun, lelaki itu betul-betul ingin membantu. Ani merasa terharu dengan sikap Putra, ia langsung mengucapkan terima kasih kepada Putra atas kemurahan hatinya.

Malam sudah semakin larut, Putra pun berpamitan untuk pulang, tidak lupa ia juga berpamitan dengan Hadi yang sedang mengurung diri di kamar. Nindi mengantarkan Putra sampai depan pintu. Langkah kaki mereka tidak diiringi kata atau kalimat, tidak ada apapun yang keluar dari mulut gadis itu. Nindi terus menundukkan kepalanya, menahan sesak yang semakin menyelimuti dadanya, ia tidak pernah mengenali perasaannya sendiri.

***

Pagi itu.

"Ma-ma-afkan ibu ya, nak." ucap Ani dengan terbata, ia memperhatikan Nindi yang tengah bersiap-siap untuk berangkat kerja.

Nindi menoleh sambil mengedipkan kedua matanya perlahan, tanda ia dalam keadaan baik-baik saja.

Setelah semuanya selesai, gadis itu menghampiri ibunya, ia merapikan rambut-rambut yang menghalangi telinga sang ibu

"Ibu tidak perlu khawatir, Nindi berangkat dulu ya, Bu."

Ani pun menganggukkan kepalanya dengan pelan, kemudian tersenyum.

Nindi tidak pernah mengisi perutnya terlebih dahulu saat hendak memulai aktivitas di pagi hari, dengan alasan untuk meminimalisir pengeluarannya. Gadis itu hanya mengisi perutnya saat siang, dan malam hanya makan seadanya saja. Ia juga tidak terlalu memedulikan makan malam.

Sesampainya di Jakarta, kota yang selalu hilir ramai para pencari nafkah, ia pun mempercepat gerakannya melewati sekumpulan manusia yang juga sedang terburu-buru. Langkah kakinya sangat tergesa-gesa, ia tidak fokus memperhatikan orang-orang yang ada di depannya, matanya hanya tertuju pada pintu keluar stasiun. Nindi menabrak seseorang yang kelihatan nya juga sedang terburu-buru, gadis dengan balutan hoodie oversize beserta tudung yang menutupi bagian kepalanya itu saling bertabrakan bahu dengan seorang lelaki.

Lelaki itu jauh lebih tinggi darinya yang membuat Nindi harus mendongak ke atas untuk melihat siapa yang barusan ia tabrak. Nindi memegang bahu sebelah kanan nya karena benturan tadi, ia melihat seorang lelaki tampan dan berkulit putih, wajahnya tidak asing baginya, ia seperti pernah melihat lelaki itu sebelumnya. Tidak mau berpikir panjang, Nindi pun menepis isi pikirannya saat itu. Lelaki itu langsung meminta maaf lalu pergi begitu saja hingga hilang ditelan kerumunan.

Seharusnya pukul segini ia sudah absen di Blue Mart. Pagi ini ia satu shift lagi dengan Ratna, pasti akan diomeli habis-habisan jika mengetahui dirinya telat.

Ketika sampai di toko, benar saja Ratna sudah stand by di depan kasir seakan sudah siap untuk memaki Nindi. Ia membuka pintu toko tanpa menghiraukan keberadaan Ratna, ia tidak ingin berdebat dengannya dan tidak mau membawa urusan kemarin ke dalam pekerjaan. Seketika Ratna menggerutu menanyakan..

Mengapa telat,
Sudah jam berapa ini,
Dari mana saja,

Itulah pertanyaan-pertanyaan membosankan yang dilontarkan orang-orang bodoh, jika sudah tahu telat ya mau di apakan, toh waktu pun terus berputar, lebih baik menyuruhku untuk bergegas fokus mengambil alih pekerjaan, tidak perlu capek-capek bertanya ini itu yang sebenarnya dirinya juga tidak peduli apapun alasannya. Batin Nindi menggerutu.

Nindi hanya diam dan fokus pada tugasnya. Ratna masih terus melontarkan kalimat-kalimat membosankan itu, ia belum menyadari bahwa hal yang dilakukannya itu akan sia-sia. Nindi tidak mudah melunak.

Pegawai-pegawai shift dua sudah mulai berdatangan, mereka langsung melakukan absen kehadiran, dan bersiap untuk mengambil alih pekerjaan.

Putra langsung menghampiri meja kasir untuk mengecek komputer, menghitung laporan penjualan, pengeluaran, dan uang modal. Ia bertegur sapa dengan Nindi, mencuri-curi pandang karena ingin melihat area kening gadis itu yang luka bekas kemarin dibiarkan terbuka, tanpa diobati dan tidak dibalut plester.

Putra mengambil langkah, mencari keberadaan kotak obat. Setelah mendapatkan kotak obat, ia langsung meminta Nindi untuk duduk dibawah. Nindi mula nya tampak bingung dan canggung, ia menuruti permintaan Putra. Lelaki itu mengoleskan antiseptik ke bagian luka Nindi yang bersemayam di keningnya itu, lalu membalut nya dengan plester. Ini pertama kali bagi Nindi berada sangat dekat dengan wajah seorang lelaki, ia melihat mata Putra yang sangat berbeda dengan orang-orang yang sering ditemuinya, melihat mata itu membuat Nindi berada di titik paling aman, sorot matanya begitu teduh dan hangat. Nindi sebenarnya sama sekali tidak berani memiliki pemikiran seperti itu sedangkan ia masih berada tepat di dekatnya.

Nindi tidak sadar dirinya begitu lama melihat mata Putra. Putra baru menyadari bahwa sedari tadi ia sedang diperhatikan, mereka berdua pun saling menatap satu sama lain, menyadari itu Nindi langsung mengalihkan wajahnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya tadi.

Setelah pergantian shift selesai, Nindi langsung pergi untuk melanjutkan pekerjaan paruh waktu. Hari ini Daily Restaurant lumayan ramai pengunjung. Nindi menjabat sebagai pelayan atau biasa di sebut dengan waitress, yang bertugas melayani customer, mencatat pesanan, mengantarkan makanan, membersihkan meja, dan memastikan area tetap bersih.

Nindi merupakan anak yang pekerja keras, ia selalu mengisi waktu kosongnya dengan bekerja untuk menghasilkan uang tambahan. Sedari SMA, ia sudah melakukan pekerjaan paruh waktu, setiap hari Nindi hanya memiliki waktu tidur beberapa jam, ia masih harus belajar dan mengulang pelajaran yang hari itu diajarkan di sekolah, ditambah lagi dirinya harus mengurus ibunya yang terbaring sakit begitu lama.

Hari ini gadis itu pulang lebih malam dari hari-hari biasanya, biasanya jam sembilan malam ia sudah menuntaskan pekerjaannya. Daily Restaurant sangat dipadati oleh customer, Nindi keluar restoran pada jam sepuluh malam. Dalam perjalanan pulang gadis itu tidak sengaja melirik toko buku yang waktu itu sempat ia kunjungi. Ia melihat buku-buku yang tertata rapi dan unik, buku itu kian menjadi pusat perhatian seperti usai menyelenggarakan acara peluncuran buku yang baru saja dirilis. Karena rasa penasarannya Nindi pun memasuki toko itu, ia berdiri tepat di depan buku-buku yang menjadi incarannya sejak tadi.

Benda yang menjadi fokusnya saat itu merupakan buku novel dengan sampul unik. Terdapat ilustrasi seorang lelaki dan wanita tengah menatap sinar mentari yang amat menyilaukan, mereka berdua tengah bergandeng tangan seakan saling melindungi satu sama lain, kedua tokoh itu tidak ditampilkan bagaimana bentuk rupanya, dan seperti apa ekspresi wajahnya, namun kebahagiaan seakan telah tersirat di dalam nya. Sampul pada buku novel itu sangat indah dan penuh makna. Jemari mungil berusaha meraih buku itu. Nindi membuka lembar pertama, halaman demi halaman ia mulai membaca buku itu, hatinya perlahan tersentuh, seakan ada kehangatan yang membuat hati ini meleleh. Ada sesuatu yang kian melunakkan hatinya.

Deretan cerita penuh makna berhasil disampaikan penulis melalui novel yang ia ciptakan. Kisah haru seorang tokoh wanita yang berhasil keluar dari masa lalu pahit, kehidupan kejam yang pernah dialaminya, hingga membuat ia harus membungkam sisi terburuk dalam dirinya. Tokoh wanita itu dipertemukan dengan lelaki yang bisa mengeluarkan ia dari lorong gelap, lorong tanpa penerang dan tanpa pintu keluar. Lelaki itu berhasil membawa wanitanya ke tempat yang paling indah, tempat yang seharusnya ia huni.

Di lembar terakhir buku itu menampilkan catatan dan biodata penulis. Nindi terkejut ketika melihat foto penulis yang ditampilkan di sana merupakan seorang lelaki yang pagi tadi bertabrakan dengannya.

"Hei, bagaimana cerita nya, bagus, kan?" ucap seorang lelaki tampan dengan senyum indah yang terukir di wajahnya. Ia sudah berdiri tepat di samping Nindi.

_______________

Hayooo, ada pemeran baru nih, kira-kira cowok itu tipe yang gimana ya, apa dia akan memberikan pengaruh baik untuk Nindi atau justru sebaliknya ya.

Nantikan di Bab berikutnya, cerita ini akan terbit setiap hari rabu dan sabtu ya, maaf hari ini kemaleman karena lupa hihi, semoga aku bisa rutin publish nya.
Happy reading 🙏🤗

Jalan Menuju PulihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang