"Kalian kenapa tidak memisahkan pertengkaran tadi?" Putra tengah berdiri di depan pintu cottage. Ia berbicara dengan tegas kepada dua rekan yang sejak tadi memilih untuk diam ketika melihat pertengkaran Leni dengan Nindi.
Mereka hanya diam dan menundukkan kepalanya, begitu juga dengan Leni, ia tidak bisa berkutik.
"Kejadian ini cukup sampai di sini, jangan dibicarakan lagi, dan jangan sampai pimpinan mengetahui hal ini." Putra mengatakan itu dengan tegas. Ia memiliki aura pemimpin, caranya berbicara dan gerak tubuhnya sangat layak untuk disegani.
Leni dan dua rekan itu hanya mengangguk, mereka segan untuk mengelak atau pun melawan.
"Leni, malam ini kau tidur di cottage lain, kau bisa urus dirimu sendiri, kan?" Putra menatap Leni dengan tajam. Ada perasaan kesal yang ia sembunyikan di sana, tetapi ia tidak boleh terlalu berlebihan dan kekanak-kanakan, begini saja cukup.
Awal nya Leni terkejut dan tidak terima, tetapi pada akhir nya ia pun mengangguk dan menuruti perintah Putra. Jika bukan karena mengaku dirinya salah, ia tidak akan menurutinya begitu saja.
Leni pun masuk ke dalam cottage, ia melihat Nindi masih pada posisi yang sama, duduk menekuk kedua kaki hingga menempel ke perut, menundukkan kepala dan sama sekali tidak menoleh saat Leni memasuki cottage.
Dua rekan yang lain itu mengekori Leni dari belakang, mereka pergi menuju kasur dan menemani Leni membereskan barang-barangnya.
***
Sunrise. Warna jingga dari arah timur, memberi warna pada langit yang masih ingin beristirahat. Ada tiga orang lelaki penggembala kerbau yang sedang menggiring hewan ternaknya di tengah sawah, pemandangan langka yang jarang ditemui di daerah perkotaan. Sawah hijau nan asri itu sangat indah dipandang saat sunrise seperti ini, ditambah lagi kicauan burung yang sedang membuat sangkar di atas pepohonan dekat villa.
Seluruh pegawai berkumpul di area parkir, panitia kembali membagikan selembar kertas kehadiran pada masing-masing gerai cabang. Mereka mengisi daftar kehadiran terlebih dahulu sebelum memasuki bus untuk pulang kembali ke Jakarta.
Purwakarta. Tempat yang membuat Nindi tersadar bahwa banyak keindahan yang seharusnya ia ketahui, tempat itu seakan menjanjikan kisah indah yang dapat membuka pikirannya. Di penghujung keindahan yang sedang ia ukir, seseorang dengan wajah dan kisah menakutkan kembali hadir dalam retinanya, merusak catatan yang hendak diistimewakan. Entah dari mana datang nya, Arief muncul bersama kejadian serupa, ia belum benar-benar pergi. Gadis itu belum benar-benar pulih.
Putra memilih untuk duduk bersebelahan dengan Nindi, ia seakan menjadikan tubuhnya sebagai batasan. Nindi tidak ingin mendengar apapun di sana, ia menutup kedua telinganya dengan headset, dan memutar lagu dengan volume paling tinggi. Penutup mata tidur juga terpasang di atas matanya, membiarkan matanya tidak melihat apapun yang sedang terjadi di sana.
Empat jam telah berlalu, bus gerai Duri berhenti di depan Blue Mart. Seluruh pegawai pun turun dan perlahan berhamburan pulang ke rumahnya masing-masing. Nindi bergegas menuju stasiun Duri dengan berjalan kaki, headset masih terpasang di telinganya dengan volume musik sedang. Ketika sedang berjalan di bahu jalan, ekor matanya melihat kendaraan motor yang sedang berjalan pelan mengikutinya. Ia mengenali motor itu, kemudian menghentikan langkahnya.
"Ayo naik, kau pasti kelelahan." Putra menawarkan diri untuk mengantarkan Nindi.
Nindi menggelengkan kepala untuk menolak tawaran itu. Ia kembali berjalan dan meninggalkan Putra begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Menuju Pulih
RomanceBerdamai dengan masa lalu merupakan proses paling berpengaruh dalam membentuk masa depan, ingatan pahit itu sama seperti luka, merobek permukaan kulit, berdarah, dan membekas. Nindi harus berkawan dengan sepi, ia menutupi kisah menyakitkan itu hingg...