26. (5) Buku Rapor

9 5 6
                                    

Suara teriak dan pekik terdengar begitu bising di area lapangan sekolah, mereka bertepuk tangan dan saling bersorak memeriahkan acara perlombaan itu, mendukung jagoan-jagoannya masing-masing, dan mengolok-olok tim lawan. Sekumpulan murid lelaki sedang berhamburan di tengah lapangan, mereka akan mengikuti pertandingan futsal. Murid-murid lelaki itu terbagi menjadi dua tim, tim 1-A dan 1-B, mereka saling memperebutkan bola untuk dimasukkan ke dalam gawang lawan.

Suara yang paling bising di sana adalah teriakan dari murid perempuan, mereka paling ricuh dan ekpresif, mulut dan tangannya saling bekerja sama. Nindi hanya menonton saja, ia tidak ekspresif seperti murid-murid perempuan yang lain. Tiba saat nya salah satu tim memecahkan skor, tim 1-B berhasil mendapatkan 1 skor, murid lelaki dari tim 1-B itu saling menepuk telapak tangan dan kembali memulai pertandingan. Murid-murid perempuan yang mendukung tim 1-B saling bersorak ria, bertepuk tangan dan mengolok-olok pendukung tim 1-A.

Nindi hanya menyaksikan keseruan mereka tanpa bisa menikmati nya juga, terkadang tubuhnya terkena dorongan dari murid perempuan yang ada di sampingnya, terkadang kepalanya tidak sengaja disikut. Nindi duduk bersila, ia mendongakkan kepala agar bisa melihat dengan jelas pertandingan futsal itu, saat matanya mengitari lapangan, ia menemukan Lisa di sana. Lisa duduk di barisan penonton paling depan bersama Sandra dan Agnes, teman barunya. Mereka bertiga bersenda-gurau menikmati keseruan pertandingan itu, tangannya melambai-lambai dan bersorak mendukung tim favoritnya.

Nindi terpaku pada pemandangan itu, melihat tawa Lisa yang membuncah bersama teman-teman barunya. Ia menyadarkan lagi pikirannya, tidak seharusnya kata andai itu bersimpuh di dalam otaknya. Ia sengaja mengalihkan pandangan, matanya kembali melihat tim 1-A dan 1-B yang sedang bertanding di tengah lapangan.

Salah satu murid lelaki dari tim 1-B sedang menggiring bola, ia mengoper bola itu ke teman satu timnya, mereka saling mengoper agar bola bisa lebih dekat dan terjangkau menuju gawang lawan, dan akhirnya bola itu berhasil masuk ke dalam gawang tim 1-A. Suara teriakan dari murid perempuan kembali memecahkan suasana, ditambah lagi suara teriakan dari murid lelaki. Kini, pertandingan futsal telah usai, pertandingan itu dimenangkan oleh tim 1-B. Seluruh murid yang ada di lapangan berdiri dan melompat-lompat, ada yang saling berpelukan, dan ada juga yang membuat lingkaran kecil kemudian berputar-putar di tempat. Pendukung tim 1-A juga ikut memeriahkan di sana, mereka tidak ingin kalah seru dari pendukung tim 1-B. Tim 1-A berteriak secara serempak mengucapkan yel-yel, meskipun kalah tetapi mereka tetap happy.

Nindi terjebak diantara segerombolan murid yang sedang memeriahkan acara pertandingan itu, ia hanya berdiri tanpa tujuan, tangannya kaku untuk melambai, lidahnya kelu untuk bersorak. Ia ingin sekali melompat, ingin berteriak dan tertawa, tetapi ia tidak bisa melakukan itu.

Waktu istirahat pun tiba, seluruh murid mulai berhamburan meninggalkan lapangan lalu menuju kantin untuk membeli camilan dan makan siang. Nindi mulai beranjak dan ikut meninggalkan lapangan, ia tidak menuju kantin karena perutnya tidak merasa lapar. Nindi menuju ruang kelasnya, tidak ada seorang pun di sana. Nindi menuju kursinya, ia duduk di sana dan meneguk air mineral dalam botolnya. Nindi membuka buku tulis bersampul tebal dengan ratusan lembar kertas di dalamnya, anak itu menyelipkan pena di jemari, menari di atas kertas dan menulis beberapa kata hingga menjadi sebuah kalimat dan terkumpul menjadi beberapa paragraf.

Nindi sangat suka menulis, bukan karena ia ingin menjadi seorang penulis, sebab ia tidak memiliki teman untuk bercerita, ia menumpahkan semua kisahnya di buku itu, buku tebal yang sudah hampir setengah diisi oleh kisah Nindi. Tulisannya sangat rapi dengan susunan kata yang sangat baik, ia juga selalu menuliskan tanggal, bulan, dan tahun saat tulisan itu dibuat. Nindi berhasil menuliskan kisahnya hari ini, ia menulis satu halaman penuh di sana. Saat sedang menulis, ia seperti sedang berbicara dengan teman, khayalan itu datang kembali.

'Jika kau memiliki seorang teman impian, kau beruntung. Jika kau tidak memiliki itu, buatlah kau memilikinya, ciptakan sendiri impianmu.'

Hari pembagian rapor tiba, seluruh siswa wajib hadir bersama orang tuanya untuk pengambilan rapor dan menghadiri rapat wali murid. Hadi tiba di sekolah Nindi, memakai kemeja cokelat yang dimasukkan ke dalam celana bahan berwarna hitam, wajah Hadi tampak segar dengan kulit bersih dan rambut hitamnya. Nindi sedang menunggu ayahnya di dekat gerbang sekolah, setelah melihat ayahnya memasuki gerbang, ia pun menghampiri ayahnya lalu memberi arahan untuk menuju ruang rapat wali murid. Sebelum pembagian rapor dilaksanakan, wali murid diundang untuk menghadiri rapat terlebih dahulu. Hadi sudah menempati tempat duduknya, selang beberapa lama dua guru yang akan memimpin rapat pun datang memasuki ruangan itu. Kemudian, rapat pun dimulai.

Nindi sedang menunggu rapat wali murid usai, ia berada di sisi balkon seorang diri, balkon di lantai dua itu sangat nyaman dan menenangkan. Angin yang berhembus kencang semakin menambah kesepiannya, ia menumpuk kedua tangan di dinding balkon sambil menikmati pemandangan dari atas sana. Saat sedang menikmati pemandangan itu, Nindi tidak sengaja melihat ke belakang, secara kebetulan Lisa sedang melintas di koridor bersama Agnes dan Sandra. Ia tengah asyik mengobrol bersama teman-temannya. Mereka bertiga menyadari itu. Sandra berbisik kepada Lisa sambil melirik tajam ke arah Nindi, setelah mendengar ucapan Sandra, Lisa pun terkekeh geli, Agnes yang penasaran apa yang sedang dibicarakan kedua temannya itu langsung memaksa Sandra untuk berbagi cerita juga dengannya. Agnes pun ikutan tertawa hingga terbahak-bahak mendengar lelucon yang dikhususkan kepada Nindi itu.

Nindi kembali melihat pemandangan yang tadi, ia mencoba mengabaikan orang-orang itu.

Rapat wali murid telah usai, para orang tua langsung bergegas menuju ruang kelas sesuai dengan kelas anaknya, mereka disambut dengan penuh suka cita oleh anak-anaknya, mengantarnya ke ruang kelas dan memilihkan kursi yang nyaman untuk orang tuanya.

Kelas Nindi sudah dimulai untuk pembagian rapor, sebelum itu wali kelas terlebih dahulu menyampaikan nasihat untuk murid-muridnya, ia menyampaikan wejangan agar seluruh murid lebih bersemangat lagi dalam belajar.

Nama 'Nindita Wardani' disebut oleh wali kelas, Hadi segera beranjak dari kursi lalu menghampiri guru tersebut untuk mengambil rapor milik putrinya. Hadi disambut riang dan penuh rasa bangga oleh guru itu, ia mengucapkan selamat kepada Hadi atas pencapaian Nindi yang berhasil menduduki peringkat pertama di kelas, dan menjadi peringkat kedua di tingkat sekolah. Hadi tersenyum dan mengangguk perlahan, ia tersenyum lagi, seutas senyum yang Nindi nanti-nantikan. Akan tetapi, senyuman itu terhalang oleh punggung, Nindi tidak mengetahui bahwa ayahnya baru saja tersenyum.

Hadi meraih buku rapor Nindi dan menundukkan kepalanya sebagai rasa hormat serta terima kasih karena telah membantu Nindi di bidang akademiknya.

Seluruh rapor murid telah semua nya dibagikan, orang tua dan murid dipersilahkan untuk pulang. Hadi mengajak Nindi untuk pulang sebab ia harus kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya. Mereka berdua berjalan berdampingan menyusuri koridor dan halaman sekolah, tidak ada senyum yang terukir di antaranya. Nindi mendongakkan kepalanya, ia hanya ingin melihat wajah ayahnya. Ia pun meraih tangan ayahnya dan menggenggam tangan itu. Sebenarnya, Nindi adalah anak yang manja, usianya baru 13 tahun, wajar saja jikalau ia masih manja dan kekanak-kanakan, tetapi dunia terlalu kejam dengan menuntut anak itu untuk kuat sebelum waktu nya.

Hadi dan Nindi tiba di rumah, mereka membawa kabar gembira untuk Ani yang masih terbaring di ranjang tidur. Ani tersenyum bangga, ia membelai pucuk kepala putrinya dengan penuh lembut dan kasih sayang, betapa bangga seorang ibu melihat sosok anak kecil ini begitu tangguh dan pintar. Nindi membalas senyuman Ani dengan senyuman juga, binar matanya menandakan kebahagiaan, Nindi berhak untuk bahagia, siapapun berhak untuk bahagia asalkan tidak menyakiti orang lain.

_________________________

Akan ada kejutan di Bab selanjutnya 🥺

Jalan Menuju PulihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang