'Andai saja dahulu preman itu tidak mengganggu keluarganya, mungkin hidup Nindi akan jauh lebih tenang ketimbang hidupnya yang sekarang ini, dua tangan yang penuh dosa itu mencoba untuk menumbuhkan goresan demi goresan, tangannya begitu ringan dan menghabisi keluarga itu secara membabi buta. Mengapa preman keji sepertinya harus memiliki pekerjaan seperti itu, mengapa ia rela menyakiti orang lain demi menghasilkan pundi-pundi recehan. Ia hanyalah seorang pesuruh iblis yang menikmati derita orang lain.'
(Gambar by Google)
Pukul sebelas malam, Nindi melihat Ani dengan tatapan yang mendambakan sesuatu. Ani menginginkan sesuatu. Ia mengangkat tangannya sedikit dan berusaha menggerakkan jemari kurusnya itu untuk memberi isyarat kepada Nindi agar segera menghampiri. Nindi langsung cepat tanggap, ia menghampiri ibunya padahal dirinya baru saja pulang bekerja. Nindi masih mengenakan seragam kerja berlapis hoodie untuk melindungi tubuhnya dari angin malam. Ia mendekatkan indera pendengarnya ke sumber suara, mendengar dengan seksama apa saja yang dikatakan ibunya. Ani berkata bahwa ia ingin sekali melihat halaman depan rumahnya, ingin sekali menikmati nuansa malam dari teras huniannya itu. Semenjak pindah ke rumah yang baru, Ani sama sekali belum pernah keluar lagi, ia menghabiskan waktu di kamar tidur, sudah berkawan dengan rasa jenuh.
Nindi memikirkan bagaimana caranya ia bisa membawa Ani sampai ke teras rumah, sedangkan dirinya tidak memiliki kursi roda, bahkan ia tidak sanggup untuk menggendongnya sendirian. Hadi tidak mudah diajak bekerja sama, pasti akan butuh waktu lama untuk menjelaskan serta membujuknya.
Nindi pun menemukan solusi. Ia hanya memiliki kasur lantai yang ketebalannya cukup tipis sebagai tempat tidur, dan untuk menghangatkan kasur Ani, Nindi melapisi dengan beberapa selimut di atas nya. Alas tidur itu terasa lebih ringan dibanding kasur-kasur yang harga nya mahal. Nindi menyeret perlahan kasur itu beserta Ani yang masih terbaring di atas kasur, ia berjalan mundur sambil menarik dengan pelan dan hati-hati agar tidak terlalu menggoncangkan Ani. Ia membiarkan kasur itu bergesekan dengan lantai.
Keringat Nindi bercucuran membasahi daerah punggungnya, area dahi sudah dibasahi pelu, malam yang tadi dingin kini terasa gerah. Akhirnya Nindi berhasil membawa Ani sampai di tempat yang diinginkannya, teras rumah, dengan pemandangan malam yang sederhana namun indah, pemandangan yang tidak bisa dinikmati Ani setiap hari nya, ia bersyukur masih diberikan kesempatan untuk menikmati alam dari Sang Pencipta. Ani masih berbaring di atas kasur tipis itu, ia tidak meminta putrinya untuk membantunya berdiri karena dengan posisi berbaring seperti itu Ani sudah bisa melihat dengan jelas langit kehitaman yang kini disinari oleh rembulan. Ani juga tidak ingin merepotkan putrinya lagi, ia pasti sudah sangat kelelahan bekerja seharian.
Meski sudah pukul sebelas malam, ketentraman langit sungguh membuat wanita paruh baya itu takjub, benda langit berbentuk bulat itu menampilkan cahaya yang membuat siapapun tersihir untuk menatap lebih lama pada nya, sinar rembulan yang penuh dengan ketenangan itu dikelilingi dengan titik-titik berwarna putih berkilau, orang biasa memanggilnya bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Menuju Pulih
RomanceBerdamai dengan masa lalu merupakan proses paling berpengaruh dalam membentuk masa depan, ingatan pahit itu sama seperti luka, merobek permukaan kulit, berdarah, dan membekas. Nindi harus berkawan dengan sepi, ia menutupi kisah menyakitkan itu hingg...