13. Wanita Pembuat Onar

24 11 6
                                    

Inara meminta Bagas untuk melipir dahulu ke minimarket, stok camilan di rumah sudah mulai menipis, Ayra pasti akan merengek jika lemari camilannya tidak terisi penuh. Bagas pun memberhentikan mobil di depan sebuah minimarket yang lokasi nya cukup strategis, tempat itu berada di pinggir jalan utama yang ramai oleh lalu lalang kendaraan, dan para pejalan kaki. Ia mencari beberapa makanan ringan mulai dari yang asin gurih hingga yang manis. Lelaki itu mengambil keranjang belanja berwarna biru dan menjinjing nya memutari lorong-lorong dengan banyak pilihan camilan. Matanya tertuju pada satu camilan berbahan dasar jagung atau bisa disebut Corn Chips, ada dua pilihan rasa yaitu jagung bakar dan keju, karena bingung memilih diantara kedua nya, akhirnya Bagas pun memilih dua-dua nya.

Bagas melanjutkan mencari aneka macam roti, banyak pilihan rasa nya, ada rasa cokelat, keju, dan sarikaya. Di ambalan kedua terpajang lapis legit, dorayaki, dan brownies. Ia memborong semua camilan manis dan asin. Tidak lupa ia juga mengambil camilan cokelat batang, dan es krim. Ayra pasti menyukainya.

Pandangan Bagas masih sibuk mengitari rak-rak yang masih menyediakan berbagai macam camilan. Saat sedang menjelajah minimarket, di depannya telah berdiri seorang lelaki berseragam yang tengah fokus membaca selebaran-selebaran kertas di tangannya. Tanpa sengaja, Bagas menabrak lelaki itu, ia terlalu fokus dengan camilan yang tersedia lengkap di sana, sampai tidak memperhatikan ada seseorang di depannya. Mereka berdua sama-sama terkejut dan saling bertatapan. Bagas langsung mengucapkan permohonan maaf, ia tidak sengaja, tetapi ia tetap salah.

Namun lelaki yang ditabraknya itu hanya mengangguk dengan senyum tipis, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia langsung melanjutkan aktivitas yang tadi sempat tertunda. Bagas merasa ini merupakan situasi yang canggung, ia tampak kebingungan. Ia menggaruk-garuk belakang telinganya yang tidak gatal itu, dan tidak sengaja melirik ke arah name tag yang menggantung di leher lelaki berbahu lebar itu. Di sana tertulis, 'Handika Putra Siregar'. Ya, rupa nya sedari tadi Bagas tengah berbelanja di Blue Mart.

Bagas berjalan menuju kasir untuk melakukan pembayaran, ia mengabaikan lelaki aneh itu. Ia menenteng dua kantung belanja dan keluar menuju mobilnya. Namun saat ia hendak menuju ke sana, Bagas melihat seorang gadis mungil berpakaian hitam sedang berjalan ke arahnya, rambut gadis itu di kuncir dan menampilkan poni yang membuat wajahnya terlihat semakin kecil. Rupa nya gadis yang mencuri perhatian Bagas adalah Nindi. Sontak lelaki itu langsung kegirangan, ia sungguh bersemangat, dan melebarkan senyum manisnya. Bagas membentangkan kedua tangannya yang masih menenteng barang belanjaan seakan-akan hendak menerima pelukan dari Nindi. Namun Nindi bukanlah gadis yang welcome dengan siapapun, bahkan dengan orang terdekatnya pun ia sulit untuk menyampaikan isi hatinya.

Nindi yang jaraknya masih cukup jauh dari Bagas, pandangannya langsung menunduk dan berusaha untuk mengabaikan Bagas. Ia sungguh gugup, tidak tahu harus berbuat apa jika di situasi seperti ini, mengapa lelaki itu membuatnya kebingungan seperti ini, seharusnya ia menyapa saja, tidak perlu sampai membentangkan tangannya juga.

Nindi tetap berjalan, ia melewati Bagas begitu saja. Bagas pun berbalik lalu dengan mudah nya berkata, "Hai, cantik."

DEG!

Langkah kaki Nindi seketika terhenti, jantungnya berdegup begitu kencang, gadis itu berusaha untuk tidak menoleh ke belakang meski dirinya sangat ingin melihat wajah yang penuh warna itu. Di dalam hatinya berkata, "Mengapa ia terus-menerus bertingkah."

"Tuhan memang menakdirkan kita untuk bersama, bukan? Hehe." canda Bagas bak seorang puitis. Ia kan penulis, jadi pandai merangkai kata yang indah. Mata Bagas menyipit karena sedari tadi ia benar-benar tidak luput dari senyuman. Garis matanya sungguh indah, di tambah lagi lesung pipit yang semakin membuatnya nyaris sempurna, siapa yang tidak menyukainya. Nindi tidak bisa beralasan mengapa ia harus membencinya.

Jalan Menuju PulihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang