36. Taman Mata Air

7 1 8
                                    

Hamparan bebatuan alam tersebar luas di banyak titik Taman Mata Air ini, pijakan kaki di tempat ini pun dibuat menggunakan bebatuan, berbentuk batu-batu kerikil yang didesain rapi membentuk jalanan, sehingga harus lebih berhati-hati jika melewati jalanan ini sebab akan terasa lebih licin. Nindi menuruni beberapa anak tangga, melewati gazebo-gazebo dan tiba di kolam renang yang di atas nya terdapat air terjun buatan. Tempat wisata air ini merupakan wisata untuk berenang atau sekedar berendam, air kolam di sana tidak menggunakan kaporit atau bahan-bahan kimia lainnya, melainkan langsung dari mata air pegunungan, sehingga air nya sangat jernih, bersih, dan dingin.

Nindi berjalan seorang diri melewati bebatuan alam yang ukuran nya berbeda-beda, ada yang berukuran kecil, sedang, dan sangat besar. Ia melangkah dengan penuh semangat dan hati-hati. Ia pun sampai di titik yang diinginkan, duduk di atas batu besar sambil menatap air terjun yang menjulang tinggi. Bibirnya menampilkan seutas senyum, menengadahkan kepala, dan menarik napas perlahan lalu ia hembuskan kembali dengan perlahan. Kedua kakinya diturunkan ke bawah sehingga ia dapat merasakan air dingin nan sejuk yang menyentuh kulit putihnya. Matanya terpana melihat keindahan alam yang baru pertama kali ia lihat, sebab sejak dahulu ia hanya mementingkan pekerjaan tanpa memberikan tubuhnya istirahat.

Nindi beranjak menuruni batu besar yang tadi ia duduki, ia memijakkan kakinya ke dalam air yang dingin itu lalu berjalan menuju bebatuan yang ukuran nya lebih kecil. Nindi mendudukkan kembali tubuhnya di batu, kini air sudah merendam kakinya sampai lutut, ia merasakan kesejukan di sana, tangannya mulai dimasukkan ke dalam air dan bermain, membuat percikan air menggunakan tangannya, dan membasuh wajahnya dengan air dari pegunungan itu. Nindi kembali tersenyum, ia menghirup napas dalam-dalam lalu dihembuskan secara perlahan, ingin menciptakan memori indah dalam benaknya.

Matanya tertuju pada pemandangan yang jauh di ujung sana, ada rerumputan hijau yang lahan nya cukup luas, tempat itu tampak lebih sepi, bahkan memang tidak ada yang berkunjung ke area itu, pengunjung lain lebih banyak yang memilih berenang di area atas karena kolam nya yang luas dan bebatuan nya lebih sedikit.

Nindi mulai berjalan kembali seorang diri, ia benar-benar menyukai kesendirian, bebas melakukan hal apapun yang ia suka, bebas memilih tanpa harus mempertimbangkan bersama orang lain. Sepanjang area rerumputan, masih ada kolam mata air yang mengiringi tempat itu, mirip seperti sungai yang aliran nya sangat panjang. Hanya mirip, tidak persis seperti sungai. Nindi duduk di tengah-tengah rerumputan itu, menatap air kolam yang mengalir sangat jernih, ia merogoh saku celananya, mengambil ponsel genggam lalu kembali menyentuh ikon kamera. Nindi merekam nuansa alam di taman itu, merekam cukup lama dan mengitari setiap sudut nya, ia juga memotret beberapa spot di sana.

Nindi kembali terkesima dengan pemandangan pesawahan yang berada tidak jauh dari tempat nya duduk, ia bergegas untuk beranjak dan berjalan ke tempat yang membuat matanya terbelalak. Pijakan kaki masih rerumputan, ada anak-anak tangga berdesain batu kerikil yang mengarah pada pesawahan. Pesawahan itu berada cukup jauh, untuk sampai ke sana harus berjalan kaki ke bawah terlebih dahulu, tetapi tempat itu bukan bagian dari Taman Mata Air, itu sudah di luar area. Nindi memilih untuk melihat pesawahan dari atas saja, ia duduk di rerumputan hijau dan menjuntaikan kakinya ke bawah.

Pesawahan yang hijau itu semakin menambah kesan asri, selain pesawahan, Taman Mata Air juga dikelilingi oleh perbukitan, sehingga udara di sana terasa amat dingin nan sejuk. Nindi memotret pertunjukan panorama itu, ia pun berhasil mendapatkan gambar yang indah.

Nindi mendengar suara langkah kaki seseorang dari belakang punggungnya, ia penasaran dan akhirnya menoleh ke belakang.

Rupa nya orang itu adalah Putra. Nindi tersenyum lembut untuk menyapa rekan kerjanya itu, kemudian kembali mengarahkan pandangan ke bawah sana.

Putra menyamai posisi Nindi, ia duduk bersebelahan dan menjuntaikan kakinya ke bawah.

Putra berusaha mengisi keheningan, ia mengucapkan sebuah kalimat yang membuat Nindi antusias menanggapinya.

"Kau suka dengan pemandangan alam?" Putra mengucapkan itu sambil menoleh ke arah Nindi.

Nindi masih terpana melihat panorama alam di bawah sana. Ia menampilkan secuil senyum yang penuh makna. Kepalanya mengangguk tanda ia benar-benar menyukai nuansa yang hari ini bersamanya.

Putra menatap Nindi tanpa berkedip, melihat sorot mata itu yang kian menyipit karena seutas senyum yang terukir di bibirnya. Rambut Nindi sedikit berterbangan karena tiupan angin, kali ini wajahnya sungguh teduh dan sejuk. Berbeda dengan Nindi yang sedang terpana menatap keindahan alam, Putra justru sedang terpana menatap keindahan gadis di sampingnya ini. Seorang gadis yang telah membuka banyak celah di hatinya.

Hening.

Suara gemercik air dan deras nya air terjun membersamai dua insan itu, tiupan angin juga menjadi pengisi suara di sana. Satu jam mereka dalam suasana itu, Nindi belum jemu menikmati keindahan alam. Putra mengisi kekosongan dengan memainkan gim di ponsel, ibu jarinya sungguh lihai menari di atas layar ponsel.

Dalam keindahan itu, ia teringat dengan sosok lelaki yang memiliki banyak warna, kata andai kembali menggenang dalam benaknya.

Tempat ini sama indah nya denganmu, bahkan kenangan indah yang aku temukan di sini tidak jauh berbeda dengan kenangan saat kau masih bersamaku. Pukul 16:30 nanti, aku akan meninggalkan keindahan ini, entah kapan bisa menemui nya kembali. Sekilas, itu persis sepertimu. Hanya saja, aku tidak berharap itu.

Seketika, Nindi mengucapkan sebuah pertanyaan yang membuat Putra terkejut dan menghentikan aktivitasnya.

"Apa terlalu mudah bagi seorang lelaki melupakan wanita yang pernah mengisi hatinya?" Nindi melontarkan pertanyaan itu tanpa menoleh ke arah Putra. Kepalanya merunduk seakan-akan masih menatap pesawahan di bawah sana, sedangkan sorot matanya tidak sedang menatap itu.

Putra menurunkan ponselnya, berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Ya, jika menurutmu lelaki itu merupakan orang yang mampu untuk melakukan nya." Putra berkata dengan sangat lembut dan lugas. "Jika berbicara dari sudut pandang lelaki yang tidak mampu untuk melakukan nya, sebetulnya ia memiliki alasan mengapa harus memilih jalan itu, meninggalkan wanita yang dahulu ia sukai." Putra melanjutkan kembali ucapannya.

Putra menoleh ke arah Nindi, gadis itu masih merunduk, binar mata yang tadi membuatnya terpana sudah tidak terlihat lagi, kini keindahan itu seakan padam. Entah apa yang telah terjadi padanya.

"Lelaki juga manusia, ia tidak selamanya harus terlihat kuat dan ceria, mungkin sebenarnya keceriaan itu hanya untuk menutupi setumpuk masalah dalam hidupnya. Kita tidak pernah tahu itu, tetapi lelaki tidak akan mudah melupakan wanitanya, ia tampak kokoh dari luar, sementara dirinya sedang berusaha untuk kembali denganmu."

Sungguh ingin menumpahkan air mata ini. Itu yang Nindi rasakan saat ini. Tetapi ia tidak mampu menunjukkannya lagi di hadapan lelaki itu. Ia menahan sesak di dada dan menahan perih di matanya, berusaha untuk tidak membuat genangan air di mata.

Akan tetapi, Putra bisa merasakan itu. Seorang Nindi tidak mungkin melontarkan pertanyaan yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan, jika bukan karena seseorang yang tengah berlabuh dalam pikirannya. Bukan hanya sekedar berlabuh, orang itu juga merenggut ketenangan Nindi dan bisa menggoyahkan hidupnya. Putra tidak tahu siapa lelaki yang telah singgah di hati gadis ini, tetapi benaknya langsung teringat dengan sosok lelaki yang pernah ia temui di area parkir Daily Restaurant. Apakah mungkin lelaki itu adalah orangnya.

Pukul 15:30, Nindi menuju pendopo dan mengambil pakaian yang ia taruh di dalam ranselnya. Ia beranjak pergi menuju toilet untuk membersihkan dirinya di sana. Nindi berjalan seorang diri melewati area kolam renang yang kedalaman nya mencapai dua meter, kolam itu dikhususkan untuk orang dewasa, tetapi Nindi tidak berani berenang di sana sebab ia tidak lihai dalam bidang itu. Ia juga melewati dinding panjang yang terbuat dari bebatuan, dinding itu dialiri air sehingga tampak unik dan bisa dijadikan untuk sekedar membasahi kepala.

Ada banyak gazebo yang disediakan di sana, untuk bersantai makan siang dan beristirahat sejenak. Nindi pun tiba di toilet, ia mulai membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Setelah semua nya selesai, ia bergegas kembali ke pendopo untuk bersiap-siap ke penginapan.

_______________________

Bab ini terasa lebih santai ya, ngga ada baku hantam dulu hihi. Have fun yaa!

Jalan Menuju PulihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang