Hujan tak bosan bosannya menyirami bumi semalaman suntuk. Sebuah kenangan menelusuk kedalam memori ingatan Jasmine. Kala itu dia dan Maher terjebak didepan kelas sambil menunggu hujan reda.
Mereka berdua habis bertemu paman Mike untuk membahas awal mula perjodohan mereka. Adat perjodohan itu memang sudah ada sejak dulu.
Keluarga mereka memang tergolong sangat unik. Orang tua mereka sudah bersahabat sejak berada dibangku kuliah dan sama-sama menikah dengan sahabat mereka masing-masing serta sama-sama memiliki 3 anak laki-laki dan 3 anak perempuan.
Mike adalah kakak dari orang tua Maher. Mike juga yang mengusulkan awal mula perjodohan ini. Perjodohan pertama berhasil dengan menikahkan kakak sulung Jasmine yakni Jihan Felicia dengan kakak sulung Maher yakni Miqdad Arundaya. Keduanya kini hidup tentram dan sudah memiliki seorang anak laki-laki bernama Edward.
DUK! DUK! DUK!
"JASMINE! JASMINE! BUKA !"
Seorang laki-laki menggedor-gedor diluar pintu perpustakaan. Dari balik pintu kaca itu terlihat ia yang sedang kehujanan memaksa masuk. Namun Jasmine tidak mendengar teriakan itu dan masih tenggelam dalam lamunannya bersama Maher.
"Jasmine apa kau tuli?" lirih pria itu lelah karna Jasmine belum sadar juga. "JASMIIIIIINNEEEE"
Teriakan kali ini mampu membuat Jasmine tersadar dan langsung berlari berhambur membukakan pintu.
"Mengapa kau lama sekali" seru pria itu dan langsung menghambur kedalam perpustakaan agar terlindung dari hujan yang sangat deras diluar. "Hallooo.... Jasmine? Apa kau disana?"
"Hem.. ya Maher? Eh Mahesa..? Kenapa bajumu basah kuyup seperti ini?" tanya Jasmine gelagapan karna salah sebut nama. Maher.. Maher..dan Maher terus yang ada dipikirannya.
"Jika kau tadi segera membukaan pintu mungkin aku tidak akan seperti ini. Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan?" selidiknya.
"Aku tidak memikirkan apapun jawab saja pertanyaanku mengapa kau basah kuyup seperti ini?" Jasmine mengelak.
Keduanya berjalan menyisir lorong-lorong perpustakan dengan rak buku yang menjulang tinggi. Lorong itu sunyi karna sudah tidak ada mahasiswa yang menggunakannya. Kesunyian itu pecah saat gemuruh petir menggelegar diluar ruangan.
"Kaupun tau aku mengajar les musik diluar asrama setiap hari, mengapa sekarang kau malah bertanya padaku lagi?" jawab Mahesa sembari melangkah menuju meja Jasmine.
Jasmine mengikuti dibelakang. Kain sari yang ia kenakan berkibar-kibar bersamaan dengan langkahnya.
"Kegiatanku itu banyak sekali kau tidak akan mampu membayangkannya" dengan tenangnya dia duduk dikursi milik Jasmine. Wajahnya yang basah kuyup justru tampak fresh dan memandang Jasmine yang saat ini terlihat kesal padanya.
Kursi tempat biasa Jasmine bekerja menjaga perpustakaan itu sekarang menjadi basah dan Jasmine tidak suka itu. Dia mendengus melipat tangan di dada pertanda kesal.
Dasar.
"Mengapa wajahmu terlihat kesal aku hanya menjawab pertanyaanmu dan menerangkannya padamu agar kau mengerti" ujarnya sembari tersenyum meledek kearah Jasmine. "Dan kau tau Jasmine, bahkan pejabat negara sekalipun kalah sibuknya denganku"
Mahesa terus saja membanggakan dirinya pada Jasmine. Sementara Jasmine tidak peduli sedikitpun. Baginya Mahesa tidak pernah serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceNyatanya mau sekuat apapun kita mempunyai rencana, takdir tetaplah milik sang Pencipta. Walaupun Jasmine Felicia sudah memimpikan menikah dengan Maher Arundaya karna perjodohan mereka tapi semua itu hanyalah mimpi belaka. Maher mati pada hari pernik...