Sudah enam bulan sejak museum date, kini London memasuki musim dingin di penghujung tahun. Cuaca terus menurun beberapa derajat celcius membuat Mahesa kesulitan keluar pergi kampus untuk mengajar musik. Ada banyak jadwal kelas yang terpaksa diundur saat badai salju tak bersahabat.
Sementara Jasmine tetap bekerja di perpustakaan. Jarak antara asrama dengan perpustakaan hanya menyebrang satu gedung. Setiap pagi, Mahesa selalu mengantar Jasmine bekerja. Dia selalu siap membawa payung atau mantel agar Jasmine tidak kedinginan berada diluar ruangan.
Meski begitu keduanya belum sama-sama memutuskan untuk mulai tinggal bersama. Entah harus berapa lama lagi Jasmine membiarkan Mahesa tinggal di apartementnya, begitupun sebaliknya. Namun lagi-lagi Mahesa tetap menghargai keputusan Jasmine. Tidak ada keluhan sama sekali. Baginya melihat Jasmine nyaman jika dia berada di sampingnya, itu sudah lebih dari cukup.
Lalu jauh di lubuk hati Jasmine, dia masih membiarkan tahta Maher berkuasa. Mimpi-mimpi yang biasanya menggangu tidur Jasmine bertambah terlalu sering apalagi saat musim dingin ini datang. Ditambah Juwita yang sekarang sibuk dengan masa kuliahnya semester akhir membuat Jasmine merasa kesepian. Terkadang dirinya ingin memanggil Mahesa untuk menemaninya, namun rasa gengsi menghentikannya lagi.
"Hai, sudah waktunya pulang" ucap Mahesa berdiri di pintu perpustakaan di hadapan Jasmine yang duduk menunggu dirinya.
"Kenapa kau lama sekali, aku sudah menunggu 15 menit, disini sangat dingin" omel Jasmine, berdiri.
"Maafkan aku, bus yang aku tumpangi terjebak oleh badai salju, aku harus turun dan berjalan kaki tadi, berikan tanganmu, aku akan menghangatkannya sebentar"
Setelah berkata seperti itu, Mahesa meraih kedua tangan Jasmine menggosok-gosokkannya dengan tangannya sampai terasa hangat. Mahesa juga meniup tangan Jasmine agar dirinya merasa lebih baik.
"Bagaimana dengan dirimu, bukankah berjalan kaki di tengah badai salju juga membuatmu kedinginan?" tanya Jasmine memperhatikan Mahesa yang mengenakan mantel bulu panjang persis seperti mantel yang ia gunakan saat pertunjukkan Matilda beberapa tahun lalu.
"Aku tidak apa-apa, aku cukup kuat untuk menahan rasa dingin ini, apa kau sudah merasa cukup hangat? Kita harus segera pulang"
"Sudah cukup, aku baik-baik saja, ayo kita pulang"
Mahesa tersenyum, dia membuka payung yang dibawanya, menarik tubuh Jasmine untuk mendekat padanya, "Masuklah kesini" kata Mahesa merentangkan mantel bulunya ke arah Jasmine.
Jasmine menurut, kini keduanya semakin erat dalam rangkulan tangan Mahesa.
"Hati-hati, jalanan diluar sudah mulai licin karna salju, pegang tanganku, Jasmine" suruh Mahesa lagi.
Setelah cukup terlindungi, mereka berdua berjalan keluar gedung dan menyebrangi gedung di sebrangnya menuju gedung asrama.
Malam yang gelap hanya bermodalkan cahaya dari lampu di sepanjang jalan, serta banyak sekali jumlah salju yang menghampar dihadapan mereka, membuat mereka merapatkan pelukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceNyatanya mau sekuat apapun kita mempunyai rencana, takdir tetaplah milik sang Pencipta. Walaupun Jasmine Felicia sudah memimpikan menikah dengan Maher Arundaya karna perjodohan mereka tapi semua itu hanyalah mimpi belaka. Maher mati pada hari pernik...