Part 19: Sama Sama Terluka

33 2 0
                                    

"Seharusnya aku juga mati terbakar. Seharusnya aku tidak boleh hidup dan seharusnya aku tidak berhak merebut calon istrimu dengan cara seperti ini"

(Mahesa Arundaya)

Apartemen Mahesa

Sekarang

Lamunan masa-masa pencarian jati dirinya sepuluh tahun lalu terekam kembali dengan jelas. Mahesa ingat betul bagaimana Maher selalu membantunya, selalu membelanya dan selalu mendukungnya. Maher juga menanggung semua biaya hidupnya saat kuliah di Oxford. Dia memberikan uang untuk Mahesa bertahan hidup saat keluarganya yang lain tidak berani melakukannya karna dilarang oleh paman Mike. Maher mengiriminya uang dari gajinya sebagai seorang dosen.

Maher adalah sosok kakak, pembimbing dan juga sekaligus dewa penolong bagi Mahesa. Kini ia telah kehilangan dewa penolongnya. Ia telah kehilangan kakak yang begitu ia sayangi. Dan semua adalah salahnya karna meninggalkannya pergi sendiri pada hari itu. Seharusnya dia tidak membiarkan Maher pergi sendiri sebagaimana Maher tidak pernah membiarkan Mahesa sendiri dulu.

"Bodoh! Aku benar-benar bodoh!" rintih Mahesa memukul meja belajarnya.

Air matanya mengalir dengan cepat dan deras. Rasa bersalah itu terus menghantui dirinya bahkan sampai sebulan berlalu sejak kematian Maher. Berkali-kali dia berlagak seperti semua baik-baik saja terlebih jika dihadapan Jasmine. Dia tidak mau terlihat lemah karna dia yakin Jasmine pasti membutuhkannya untuk tetap kuat. Jasmine pasti ingin Mahesa terus menjaganya.

Setiap hari dia selalu tak sabar menunggu datangnya malam saat Jasmine telah selesai dengan semua aktivitasnya. Karna hanya saat-saat itulah dia bisa mengurung diri di apartementnya dan menangis sepuasnya. Persis dengan apa yang ia lakukan saat ini.

"Maafkan aku, Maher

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maafkan aku, Maher. Obsesiku pada Jasmine telah membutakan mataku. Kecintaanku pada calon istrimu telah membuatku menempatkanmu dalam bahaya. Seharusnya aku juga berada didalam mobil itu. Seharusnya aku juga mati terbakar. Seharusnya aku tidak boleh hidup dan seharusnya aku tidak berhak merebut calon istrimu dengan cara seperti ini"

Kesedihannya semakin menjadi-jadi di kegelapan malam. Dia mengeluarkan semua kesesakan didalam hatinya. Semua kesakitan yang tidak bisa ia bagi kepada siapapun. Padahal ia ingin sekali menangis di hadapan Jasmine. Ia ingin sekali keluarkan semua beban yang ia tanggung.

Ia ingin Jasmine mengerti bahwa bukan hanya dia yang merasa sangat kehilangan. Bukan hanya dunianya yang hancur. Dia ingin Jasmine memeluknya saat ini membantunya menghilangkan kesedihan ini.

Tapi semua harapan itu tentu sangat tidak mungkin. Sebagai seorang laki-laki Mahesa harus bersikap tegar. Laki-laki tidak seharusnya menangis. Namun lagi-lagi malam ini dia meruntuhkan kepercayaannya sendiri. Dia terus menangis bersama dengan lantunan musik yang keluar dari turntable (pemutar musik berbentuk piringan hitam) dikamar apartemennya.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang