Mahesa hanya memikirkan betapa indahnya momen ini, betapa ia ingin menghentikan waktu agar selamanya dia tidak melepaskan ciuman itu. Agar dia bisa memiliki ciuman itu seutuhnya hanya untuk dirinya.
Jasmine berada di salah satu halte bis yang sama sekali tidak ia ketahui persis letaknya. Dia disana seorang diri duduk di bangku tunggu.
Kemana semua orang? Mengapa semua terasa sunyi, dan mencekam. Kemana Mahesa? Seingatnya semalam ia sedang bersamanya. Kenapa setelah tidur bersama, kini ia meninggalkan Jasmine seorang diri? Apa mungkin ia telah pulang ke Durham seorang diri?
Selama beberapa menit lamanya, Jasmine hanya disana menunggu dan terus menunggu. Sampai jalur bis selanjutnya datang. Bis itu berhenti didepan Jasmine. Namun hanya menurunkan satu penumpang. Sayup-sayup penumpang itu turun. Mulanya wajahnya tidak dikenali karna ditutupi cahaya putih yang menyilaukan mata. Makin dekat semakin dekat, penumpang itu melangkah mendekat ke arah Jasmine.
"Maher?" ucap Jasmine tersentak mundur beberapa langkah. Seakan tidak percaya dengan penglihatannya dia menutup mulutnya erat hendak berteriak. "Maher... kau....masih hidup?"
"Jasmine...."
Kini mereka berdua telah berdiri berhadapan menatap satu sama lain. Maher masih sama. Ia persis seperti Maher yang selama hidupnya selalu Jasmine lihat. Tidak ada luka bakar di tubuhnya. Tidak ada kesakitan yang tampak ia rasakan. Dia masih memiliki senyuman itu. Senyuman yang Jasmine pikir itu cinta baginya. Lalu wangi itu.. masih wangi vanilla yang begitu Jasmine gilai.
"Apa kau tidak merindukanku, Jasmine?" tanya Maher.
"Aku rindu... aku sangat sangat merindukanmu, Maher...." ucap Jasmine meledak. Ia berhambur ke pelukan Maher dan menangis sejadi-jadinya di bahu Maher. "Aku tidak bisa hidup tanpamu, Maher... aku kesepian... aku seperti orang gila karna kau meninggalkanku...kau jahat Maher... kau pergi tanpa pamit... aku tidak sanggup jika kau pergi lagi..."
Rasanya jika saja Maher tidak menahan tubuh Jasmine di pelukannya, maka mungkin mereka berdua sudah terjatuh di aspal. Jasmine terus menekan pelukannya seolah jika dia merenggang, Maher akan menghilang. Maher mengelus-elus pucuk kepala Jasmine terus meminta maaf atas perbuatannya.
Maher melepaskan pelukannya, "Aku tidak akan meninggalkanmu lagi, Jasmine... bukankah aku selalu berada disini... dihatimu... iya kan...." ucap Maher menunjuk dada Jasmine, tersenyum.
Jasmine mengangguk tanpa ragu. Matanya sembab.
"Kemana saja kau selama ini?"
"Aku tidak kemana-mana Jasmine. Aku masih disana menunggumu datang padaku.. kau pasti akan menemuiku, kan" tanya Maher merangkuh wajah Jasmine.
"Dimana maksudmu, Maher? Aku tidak mengerti.. aku harus menemuimu dimana? Aku harus mencarimu kemana?"
"Disana... aku selalu disana Jasmine..." jawab Maher menunjuk salah satu sudut gedung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceNyatanya mau sekuat apapun kita mempunyai rencana, takdir tetaplah milik sang Pencipta. Walaupun Jasmine Felicia sudah memimpikan menikah dengan Maher Arundaya karna perjodohan mereka tapi semua itu hanyalah mimpi belaka. Maher mati pada hari pernik...