Cahaya matahari memaksa masuk ke sela-sela apartement Jasmine. Memberikan beberapa sinyal kehidupan ke setiap ruangan. Namun tidak pula terjadi pada suatu ruang dihati Jasmine. Meskipun begitu pagi ini Jasmine membuka kedua matanya dan menyadari kenyataan pahit, ia tetap memantapkan langkahnya keluar kamar.
Pandangannya langsung tertuju pada Mahesa yang masih tertidur disofa. Langkahnya berenti sejenak mengamati pria yang dengan kebesaran hatinya selalu mengurusnya, selalu meperhatikan setiap kebutuhannya, selalu menemaninya kapanpun ia kesepian. Meski Jasmine tak tahu entah apa yang membuat Mahesa bertahan. Hanya rasa persahabatanlah yang ia mungkin bisa pikirkan semua alasan Mahesa.
Tak lama memandangi Mahesa, ia melanjutkan langkahnya menuju dapur. Ia ingin memasak sesuatu. Rasanya sudah lama ia tidak memasak karna semua makanannya selalu disiapkan oleh Mahesa. Kini ia berpikir mungkin sesaatnya ia membalas Mahesa.
Berpindah ke kulkas ia ambil semua bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat pasta. Dan mulai sibuk memasak. Mendengar suara yang cukup riweh itu membuat Mahesa terbangun dari tidurnya . Mahesa bangkit dan duduk di sofa mengumpulkan energinya yang belum pulih setelah kelelahan semalam.
"Sedang apa kau, Jasmine? Kau belum cukup sehat"
"Kau sudah bangun" jawab Jasmine menoleh sebentar lalu melanjutkan kegiatan memasaknya lagi.
Rasanya adegan seperti ini yang sangat diimpikan Mahesa sejak dirinya mengucapkan kalimat akad seminggu yang lalu. Dimana dirinya yang baru bangun tidur dan mendapati istrinya yang tengah sibuk memasak. Lalu memeluk istrinya dari belakang sembari mencumbu lehernya serta mengucapkan "selamat pagi istriku sayang".
Namun semua impian itu tetaplah menjadi mimpi. Kenyataannya Mahesa kini terbangun di sofa bukan dikamar tidur. Dan ia hanya bisa memandangi punggung Jasmine dari belakang. Mahesa membenci kenyataan itu.
"Hei? Cepat basuh mukamu sana! Kau belum sepenuhnya sadar Mahesa" tukas Jasmine membuyarkan semua pikiran Mahesa.
"Mm.. iya" jawab Mahesa singkat dan langsung bergegas ke kamar mandi.
"Aku memasak pasta untukmu" ucap Jasmine menata masakannya diatas meja makan.
"Pasta di pagi hari?" respon Mahesa menarik kursi berhadapan dengan Jasmine.
"Hanya itu yang bisa kubuat" jawab Jasmine.
"Tunggu, apa demammu sudah turun?" tangan Mahesa menyentuh kening Jasmine dan masih sedikit panas. "Kau masih demam mengapa sibuk memasak seperti ini seharusnya kau beristirahat. Aku yang akan memasak untukmu"
"Memangnya kau bisa memasak?"
"Lagi-lagi kau meremehkanku, Jasmine. Aku ini sangat jago dalam hal memasak. Semua hidangan bisa kubuat. Lain kali aku yang akan memasak dan kau pasti akan merengek memintaku memasak setiap hari untukmu"
"Baiklah baiklah aku percaya"
Jasmine tersenyum menanggapi celotehan Mahesa seperti biasa. Senyuman manis itu telah lama pergi meninggalkan bibir Jasmine. Mahesa terpesona memandang sesaat dan hatinya juga tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceNyatanya mau sekuat apapun kita mempunyai rencana, takdir tetaplah milik sang Pencipta. Walaupun Jasmine Felicia sudah memimpikan menikah dengan Maher Arundaya karna perjodohan mereka tapi semua itu hanyalah mimpi belaka. Maher mati pada hari pernik...