Happy reading
Hari ini, Layla bangun lebih awal dari biasanya. Dia bangun pukul 04.45 pagi supaya bisa berangkat ke sekolah lebih pagi dari biasanya karena hari ini jadwalnya untuk piket membersihkan kelas.
Layla keluar dari gerbang rumahnya tepat pada pukul 05.30 pagi. Dia memilih untuk pergi ke sekolah dengan berjalan kaki daripada diantar oleh ayahnya. Jika berjalan, Layla akan sampai di sekolah pada pukul 06.00 pagi karena dari rumahnya ke sekolah membutuhkan waktu 30 menit.
Layla berjalan kaki sambil bersenandung kecil, menyanyikan lagu yang berjudul runtuh. 15 menit berlalu, Layla mendadak berhenti berjalan. Dia memperhatikan seorang anak laki-laki kecil yang kira-kira berusia 8-10 tahun-an. Entahlah, Layla juga tidak tahu pasti berapa anak usia itu.
"Hai dek," sapa Layla sambil tersenyum ramah pada anak itu.
Anak laki-laki itu tersenyum kaku dan menjawab, "hai kak."
Layla tersenyum gemas lalu mengusap rambut anak laki-laki itu. "Nama kamu siapa dek? Kenapa kamu ada di sini?"
Anak laki-laki itu tersenyum,lalu ia menjawab, "nama aku Bimo kak. Yaah... kayak yang kakak liat, aku lagi mulung sampah botol plastik buat dijual dan hasilnya buat beli makan."
Layla tersenyum getir, ia menatap Bimo dengan tatapan iba sekaligus prihatin. Ternyata, anak sekecil Bimo harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan amat susah payah. Di zaman sekarang, bisa makan sehari tiga kali dengan lauk pauk yang sederhana saja sudah Alhamdulillah. Di luaran sana, banyak orang yang makan sehari sekali tanpa lauk pauk. Mereka bukan tidak ingin makan enak, hanya saja.... uang yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan.
Tanpa Layla sadari, setetes air mengalir dari ekor matanya. Bimo yang menyadari hal itu lantas bertanya, "ehh, kakak kenapa nangis?"
Layla langsung tersadar dan segera mengelap kasar matanya dengan lengan seragam sekolahnya. "Orang tua kamu gak kerja?"
Bimo menghela nafas panjang,lalu ia menundukkan kepala nya. "Orang tua aku.... udah meninggal kak." ucapnya terdengar sangat lemah di telinga Layla.
"Sekarang kamu tinggal sama siapa dek?" tanya Layla berusaha untuk tidak menangis saat itu juga.
Demi apapun, Layla paling tidak bisa melihat seorang anak kecil seperti Bimo. Layla lemah jika melihat anak kecil yang banting tulang mencari uang. Layla sadar, dirinya sangat beruntung karena kedua orang tuanya bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Layla tidak tahu diri jika dirinya mengeluh hahya karena uang saku nya telah dikurangi oleh ayahnya. Aih, sepertinya kalian belum tahu jika Azam kehilangan pekerjaan di perusahaan yang pernah dijadikan tempatnya mencari nafkah.
"Tinggal sama adek aku kak. Dia umurnya masih 6 tahun." jawab Bimo.
"Rumah kamu jauh gak?" Layla bertanya lagi. Entahlah, Layla hanya ingin tahu lebih banyak hal tentang Bimo.
"Nggak jauh-jauh amat sihh, dari sini. Emangnya kenapa kak?" Bimo balik bertanya.
Layla menggeleng sambil tersenyum. Ia membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebungkus roti cokelat. Layla memberikan roti itu pada Bimo. "Buat kamu. Dimakan ya, kamu pasti belum makan apa-apa," ucapnya.
Bimo tersenyum sumringah,ia menerima bungkus roti itu dengan senang hati sambil tersenyum. "Makasih ya kak. Semoga, kakak sekeluarga panjang umur dan selalu bahagia. Rezekinya dimudahkan dan dilancarkan. Keinginan kakak dan keluarganya semoga dikabulkan. Dan yang terpenting, semoga selalu berada dalam lindungan, ridho, dan rahmat Allah ya kak."
Layla menatap Bimo mata yang berkaca-kaca. "Dek. Kamu... kuat bangett. Kalo kakak yang ada di posisi kamu.... kakak gak bakalan kuat." ucap Layla.
"Aku yang ngalamin-nya sendiri kuat dan bisa senyum, kok." ucap Bimo sambil tersenyum ke arah Layla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Layla Dan Kehidupannya
Подростковая литератураKata orang, cinta pertama itu takkan pernah berhasil. Lantas, Layla bertanya-tanya. "Emang iya kalo cinta pertama ga akan bisa berhasil?" tanyanya dengan wajah polos di umur 11 tahun, saat akan menduduki bangku kelas 6 SD. Di umur 14 tahun, Layla s...