.
.
.
Happy Reading
Malam ini, seluruh anggota keluarga Layla baru saja melaksanakan sholat Isya berjamaah.
Azam pernah membaca kalimat ini, "Rumah tangga itu adalah kapal. Dan kepala keluarga adalah nahkoda-nya. Kalau nahkoda-nya saja tidak bisa membawa kapal dengan baik... bagaimana dengan para penumpang-nya?"
"Bawa Al-Qur'an masing-masing ya anak-anak. Kita lanjut hanca ngaji yang kemaren," Azam memberikan titah pada ketiga anaknya.
[Hanca = markah gt loh klo di X. Kayak... kemaren ngaji smpe ayat 10. Brarti sekarang ayat 11. Ngerti ga sih? Bingung jg gimana jelasinnya 🙁]
Menuruti perkataan sang ayah, Adit, April, dan Layla bangkit dan membawa Al-Qur'an yang letaknya di atas meja di ruang sholat.
Setelah 15 menit mengaji, Adit dan kedua adiknya melipaat mukena dan sajadah yang digunakan.
"Jangan dulu ke kamar. Ayah mau ngobrol sama kalian," ujar Azam. Akhirnya, Adit dan kedua adiknya memilih duduk di ruang keluarga sambil menonton televisi saat Azam belum ada di sana.
Saat sedang fokus menonton program televisi Family 100, Azzam dan Mayang mengalihkan fokus ketiga remaja itu.
"Tumben? Emang rame ya?" Tanya Mayang.
Tidak ada jawaban, namun Adit mengangguk menanggapi pertanyaan itu.
Azzam menghela napas panjang. Lalu dia mengambil remote televisi dan mematikan-nya.
"Ayah ngumpulin kalian di sini karena..." Azzam menggantungkan kalimatnya membuat empat orang yang setia mendengarnya penasaran.
"Nungguin ya?" Bukannya melanjutkan kalimat sebelumnya, Azzam malah berkata seperti itu dan membuat anggota keluarganya kesal.
"Yah. Serius dong."
Azzam terkekeh kecil karena ucapan Layla yang terdengar merajuk.
"Yang namanya umur... gak ada siapapun yang tau. Dan Ayah selalu sedih ketika memikirkan hal itu. Jangan pikir Ayah bicara begini cuma bercanda ya. Gimana ya perasaan dan kondisi istriku ketika aku sudah meninggal? Gimana ya keadaan anak-anak yang selalu kesel tiap aku jahilin? Gimana ya keadaan Bumi ini ketika aku sudah dikebumikan?"
Mendadak, hawa di sekeliling mereka terasa muram. Sedih rasanya saat membicarakan umur kedua orangtua-nya.
"Ayah titip banget sama anak-anak Ayah. Tolong jadi anak yang soleh dan sholehah, ya? Doa anak yang soleh dan solehah itu selalu terkabul. Saat Ayah meninggal, tolong saling mengasihi satu sama lain. Saat masa itu tiba... tolong jangan bawa Ayah ke Rumah Sakit. Ayah hanya ingin menghabiskan waktu di rumah ini. Rumah yang mempunyai segudang atau mungkin lebih cerita tentang keluarga kita. Abang, Kakak, Adek, anak-anak Ayah tumbuh dan membesar di sini."
Terlalu hanyut pada kalimat yang dilontarkan oleh Ayah, Layla terlalu merasa sedih dan tak kuasa menahan tangisnya. Sebisa mungkin, dia menundukkan kepala dan menahan suara tangis yang akan keluar dari bibirnya dengan cara menggigit bibirnya itu. Adit dan rasa peka-nya, melihat kedua bahu Layla bergetar dan menyimpulkan bahwa adik bungsunya itu sedang menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Layla Dan Kehidupannya
Teen FictionKata orang, cinta pertama itu takkan pernah berhasil. Lantas, Layla bertanya-tanya. "Emang iya kalo cinta pertama ga akan bisa berhasil?" tanyanya dengan wajah polos di umur 11 tahun, saat akan menduduki bangku kelas 6 SD. Di umur 14 tahun, Layla s...