Sesampainya di kelas, Layla hanya berdiam diri di dekat pintu masuk kelas. Ia melihat ke sekelilingnya, semua kursi sudah penuh.
Nah, kan. Telat sihh, gak kebagian tempat duduk jadinya. Siapapun tolong aku please. Batin Layla.
"Kenapa kamu nggak duduk?" Tanya guru yang baru saja masuk ke dalam kelas.
Layla langsung berbalik badan, dia menyengir dan bicara, "gak kebagian tempat duduk Bu."
"Itu ada satu kursi yang kosong, di ujung," ucap guru itu sambil menunjuk ke ujung kelas, di dekat jendela.
"Masa saya sama cowok sih, duduknya?" Protes Layla.
"Kalau gak mau duduk, keluar kelas sana." Guru itu mengusir Layla.
Guru yang satu ini memang guru killer dan disegani oleh para murid.
Layla mendengus dan langsung berjalan ke arah teman duduknya. Dia duduk di pinggir laki-laki yang ambis, mungkin(?)
"Baik anak-anak, perkenalkan nama saya Widyani. Kalian bisa memanggil saya dengan sebutan 'bu Widya'. Saya adalah wali kelas kalian. Kalian harus menaati seluruh peraturan yang ada di dalam kelas VII E ini. Paham?" Kata guru itu.
"PAHAM BU," jawab murid-murid bersamaan.
Bu Widya mengangguk. Lalu dia menyebutkan seluruh peraturan yang berlaku di kelas VII E. "Telat masuk kelas, hormat di depan bendera sampai jam istirahat. Membantah omongan saya, nilai dikurangi. Telat masuk kelas sebanyak tiga kali, orang tua dipanggil ke sekolah. Tidak mengerjakan tugas, tidak boleh ikut pelajaran. Sanggup untuk melakukannya?" Katanya sambil tersenyum miring.
Murid-murid mengangguk dengan ragu. Hei, siapa yang sanggup untuk melakukannya?mungkin ada orang yang sanggup untuk melakukannya, tapi ... Layla tidak yakin dia bisa melakukannya.
"Untuk perempuan, rambut tidak boleh digerai. Tidak boleh memakai perhiasan berlebihan," ucap Bu Widya -lagi-.
"Faham Bu," jawab semua murid perempuan dengan nada bicara 4 L. Lemah, letih, lesu, lunglai.
"Untuk laki-laki tidak boleh merokok. Jika ketahuan merokok, orang tua dipanggil ke sekolah. Jadi, jangan pernah untuk mencoba merokok di area sekolah. Paham?" Kata Bu Widya.
Seorang siswa lelaki–bernama Kelvin mengangkat tangannya. "Berarti ... kalau merokok-nya tidak di area sekolah boleh ya, bu?" Tanyanya– lengkap dengan wajah polosnya.
Seluruh murid tertawa. Bu Widya hanya sanggup menghela napas sambil memijat pangkal hidungnya. "Kamu ini cerdas atau bodoh sih? Mau itu di area sekolah ataupun bukan, yang namanya merokok dibawah umur itu tidak baik. Jangankan merokok dibawah umur, yang sudah cukup umur saja tak baik merokok karena itu mengganggu kesehatan. Ah, sudahlah."
"Makanya, punya otak tuh dipake. Jangan kayak si Patrick yang bodohnya nyerempet bego," celetuk lelaki di samping Layla– yang bernama Reyhan.
Kelvin tersenyum. Ia menjawab, "Makanya, kalo masih muda tuh nikmatin. Bukannya diem di rumah dan jadi orang gila belajar. Belajar emang penting, tapi bersenang-senang bersama teman di usia remaja juga harus dilakukan. Ayolah, kita harus menikmati masa remaja kita."
"Diam!" Titah Bu Widya–mutlak.
"Baru hari pertama saja sudah begini." Ucap Bu Widya sambil memijat pangkal hidungnya. Sepertinya, stok kesabarannya kurang tebal untuk mengahadapi situasi ini. "Intinya, itu saja untuk hari ini. Kalian tidak akan belajar hari ini karena ini hari pertama kalian bersekolah. Gunakan waktunya untuk saling bersosialisasi dengan teman sekelas kalian. Bisa dipahami?" Sambung Bu Widya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Layla Dan Kehidupannya
Ficção AdolescenteKata orang, cinta pertama itu takkan pernah berhasil. Lantas, Layla bertanya-tanya. "Emang iya kalo cinta pertama ga akan bisa berhasil?" tanyanya dengan wajah polos di umur 11 tahun, saat akan menduduki bangku kelas 6 SD. Di umur 14 tahun, Layla s...