Jungkook“Bangun!”
Ada guyuran air dingin diikuti oleh bongkahan es batu yang menghantam seluruh tubuhku. Aku tersentak bangun dengan gelapan. Dinginnya es menusuk langsung ke kulitku.
Aku menarik napas panjang, lalu membuka mata. Awalnya penglihatanku buram akibat gumpalan air di bulu mataku. Yang terlihat saat itu hanya cahaya lampu yang temaram, dan beberapa sosok pria dengan seragam tahanan jingga berdiri tak jauh dariku. Kucoba membawa tanganku ke wajah guna membasuhnya, tetapi aku tidak bisa mengangkat tanganku karena ada yang menahan pergelangan tanganku.
Ketika aku menunduk, aku menemukan diriku sedang diikat di sebuah kursi kayu dan dalam keadaan bertelanjang. Hanya mengenakan celana boxer-ku saja. Kedua pergelangan tanganku dililit oleh pengikat kabel, melingkar ketat di tanganku hingga telapak tanganku menjadi agak keungu biruan karena darahnya tersendat. Begitu juga dengan kedua pergelangan kakiku, yang ternyata sudah lagi tidak memakai sepatu. Telapak kakiku merasakan lantai yang basah dan licin.
Ada aroma lembab, bau keringat, asap rokok dan bau pesing bercampur menjadi satu. Dan hanya satu tempat yang bisa aku pikirkan: area kamar mandi.
Aku mengangkat kepala. Mengedipkan mataku beberapa kali, mencoba menyingkirkan air dari sana. Penglihatanku kembali jernih, dan benar saja, aku berada di ruangan kamar mandi yang terasa tidak begitu asing untukku.
Kamar mandi yang sama dengan kamar mandi sewaktu aku dan Dante melakukan pertukaran informasi.
Ada lima orang tahanan yang sedang berdiri di hadapanku, salah satunya kukenali sebagai Marco. Empatnya lagi terlihat asing bagiku. Hanya Marco yang bertubuh tinggi—mungkin tingginya mencapai dua meter—tiga lainnya memiliki wajah dan tinggi yang standar.
Sedangkan yang satu bertubuh pendek, perut buncit dan berwajah jelek, benar-benar jelek, dengan hidung bengkok seperti nenek sihir dalam buku dongeng, memiliki bekas luka memanjang di hidungnya dan berambut cepak ala militer. Usianya mungkin berada di akhir tiga puluhan. Dan dari caranya duduk di kursi kayu di hadapanku, dari caranya dia dikepung oleh empat orang lainnya, dari ekspresi congkaknya, bisa dikatakan bahwa dialah yang menjadi pemimpin dalam penculikan.
Si pendek buruk rupa itu sedang duduk dengan lutut yang menyilang di atas kakinya sembari menghisap rokok. Dagunya terangkat dan air mukanya arogan.
“Bangunkan satunya lagi,” kata si Pendek buruk rupa seraya menyentak dagunya ke arah tepat di sebelahku.
Aku menoleh dan menemukan Taehyung dalam keadaan yang sama buruknya denganku. Bertelanjang dada, hanya mengenakan boxer dan terikat di kursi kayu. Kepalanya terkulai lemas ke depan. Ada darah yang mengucur di lubang hidungnya.
Bagaimana kami bisa sampai di sini tanpa diketahui sipir lain?
Aku serta Taehyung memiliki tubuh yang terbilang besar, membawa kami dalam keadaan tak sadarkan diri melintasi aula sel dan lorong-lorong bangunan yang dipenuhi oleh sipir yang berjaga bukanlah hal yang mudah dilakukan, bahkan mustahil. Karena para sipir akan menghentikan mereka.
Kecuali—mereka membayar para sipir.
Marco mengambil ember yang ada di lantai. Lalu menyiram air yang juga terdapat es batu ke tubuh Taehyung.
Taehyung tersentak dan gelapan. Dia bereaksi sebagaimana aku bereaksi pertama kali. Hanya saja, dia langsung memuntahkan sumpah serapah ketika menyadari bahwa dia tidak bisa bergerak dan dalam keadaan bertelanjang. Dia lalu mengangkat kepalanya untuk melihat ke sekeliling, lalu menoleh ke tempatku berada. Matanya memejam putus asa saat dia melihatku. “Sial!” erangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VENGEANCE : After (S2)
FanfictionBook II (Sebelum baca ini, baca dulu Vengeance S1) Tiga tahun setelah kejadian 'malam itu' baik Kyra, Jungkook maupun Taehyung, mereka sama-sama masih belum bisa terlepas oleh jerat 'rasa bersalah'. Mereka masih mencari cara untuk menembus kesalaha...