Jungkook
Kepalaku pusing, kesadaranku terombang-ambing, seolah aku sedang berada di atas perahu kecil yang berlayar di tengah badai laut.
Perlahan, kutegakkan kepalaku dan kucoba membuka mata. Lalu kudengar suara lirih Kyra, dan saat itulah kesadaranku kembali. Aku melonjak bangun, dan mendapati diriku sedang duduk di kursi.
Tunggu—aku tertidur?
Kapan—
Mataku membulat saat kutemukan Kyra berada tidak jauh dariku. Seingatku dia sedang tidur, tapi kini dia ada disampingku, duduk di kursi rodanya. Cahaya senter dari ponselnya yang ada di pangkuannya menyinari wajahnya pucat, terlihat lelah dan dipenuhi keringat. Matanya yang hitam sepintas memancarkan teror, lalu berubah menjadi lebih lega saat kami bertatapan.
"Ah, akhirnya kau bangun juga," ucap Kyra, penuh syukur.
Aku semakin terkejut melihat senjataku di atas pangkuannya. Apa sesuatu terjadi?
"Kau tidak apa-apa?" Aku menangkup rahangnya dengan tanganku. "Kau terluka?"
Matanya berkaca-kaca. Ia menarik napas dan mengangguk. "Aku baik-baik saja."
Mataku sontak meliar ke seluruh ruangan. Lampu padam. Aku masih berada di kamar anak-anak, tetapi anak-anak tidak ada di kasurnya. Kosong, hanya ada tubuh Jena yang tergeletak di sana. Kasurnya terlihat acak-acakan. Mereka pergi dengan terburu-buru.
"Kemana anak-anak?" Aku berusaha menyembunyikan rasa panikku, tapi tak berhasil.
"Mereka di lemari," bisik Kyra. "Bersama Lana. Mereka baik-baik saja."
Aku memutar tubuhku ke samping, tempat di mana lemari berada. Aku tidak bisa melihat dengan jelas karena gelap, tapi aku mendengar suara bisik-bisik. Pandanganku bergulir lagi, ke arah pintu yang sudah tak lagi utuh. Bagian tengah hingga bawahnya bolong, meninggalkan retak yang besar. Ada meja yang menahan dibalik pintu.
"Apa yang terjadi?"
"Ada penyusup," Kyra memberitahu dengan suara pelan.
Sial. Kegelisahan dan rasa bersalah bersemayam di dadaku. "Berapa orang?"
"Aku tidak tahu," katanya, "Tapi aku berhasil menumbangkan satu." Dia menyentak dagunya ke arah pintu. "Ada di balik pintu. Aku pikir—dia mati. Aku melukai dadanya beberapa kali dan, lehernya."
Tindakan yang berani dan bagus. "Jun? Taehyung?"
"Jun, aku tidak tahu. Namun Taehyung sama sepertimu. Ada obat tidur di kopi kalian," katanya. "Jena tidur setelah aku menyuruhnya minum kopimu." Dia meringis, nyaris menangis. "Aku takut sekali," suaranya hanya berupa bisikan pelan.
Aku memberikan senyuman lemah. Merasa begitu bersalah. "Maafkan aku. Aku kurang waspada dan membiarkan ini terjadi pada kalian."
"Tidak ada yang menduga ini."
Terdengar suara lantang dari arah bawah. Seperti suara alumunium yang jatuh ke lantai. Aku melonjak bangun dari kursi. Jantungku bertalu sangat cepat. Kemungkinan besar, masih ada penyusup lainnya.
"Sayang, pergilah ke kamar mandi terlebih dahulu. Aku akan mengambil anak-anak dan membawanya ke sana."
Dia menelan ludah, lalu memberikan anggukan pelan sambil mengulurkan ponsel dan senjata yang ia pegang. Aku mendorong kedua benda itu kembali padanya. "Kau lebih membutuhkannya. Aku punya cadangan," kataku. Aku mengecup dahinya sebelum berkata, "Pergilah sekarang," dan lalu bergegas ke lemari.
Kyra kemudian mengarahkan kursi rodanya ke arah kamar mandi. Sewaktu ia melewati kasur, ia menarik selimut dan bantal, menaruhnya di atas pangkuannya dan masuk ke kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
VENGEANCE : After (S2)
FanfictionBook II (Sebelum baca ini, baca dulu Vengeance S1) Tiga tahun setelah kejadian 'malam itu' baik Kyra, Jungkook maupun Taehyung, mereka sama-sama masih belum bisa terlepas oleh jerat 'rasa bersalah'. Mereka masih mencari cara untuk menembus kesalaha...