"Anda harus menemuinya, Tuan Min." Ucapan Sungmin di hari rabu pagi ini membuat kepala Yoongi langsung menjadi penat.
Yoongi yang sedang duduk bersandar di kursi kerjanya lantas mengeluarkan dengusan rendah dari mulutnya. Dia baru saja sampai di kantor, tetapi sudah menerima perintah konyol dari sang ayah yang disampaikan lewat Sungmin.
Yoongi menatap malas Sungmin yang sedang berdiri di depan meja kerjanya. "Sampaikan pada ayahku, kalau aku akan membawa Helena minggu depan," katanya. "Jadi kalian bisa batalkan pertemuanku dengan perempuan ini."
"Jiyeon. Namanya wanita yang akan dijodohkan dengan Anda adalah Park Jiyeon, Tuan," sela Sungmin.
"Terserahlah." Yoongi mengibaskan tangannya dengan kesal. "Pokoknya, aku tidak akan menemuinya."
"Saya yakin Anda tahu konsekuensinya bila tidak mematuhi perintah ayah Anda." Sungmin menutup perkataannya dengan senyuman singkat yang penuh arti.
Astaga. Padahal Yoongi sudah dewasa. Sudah berkepala tiga juga, namun mengapa sang ayah masih terus ikut campur dengan kehidupannya? Dan lebih parahnya lagi, jika Yoongi melawan ataupun memberontak, Dongsik tidak akan tinggal diam dan akan menghukum Yoongi dengan berbagai cara.
"Baiklah," Yoongi mendesah pasrah. "Berikan saja nama tempat dan waktunya."
"Keputusan yang bijak, Tuan Min." Sungmin maju ke depan meja Yoongi untuk memberikan sebuah kertas catatan kecil yang bertuliskan; Restoran Skyve, meja atas nama Min Yoongi. "Jam enam nanti," kata Sungmin lagi. "Anda hanya perlu bertemu Jiyeon sebentar saja. Paling tidak setengah jam, hanya sekadar untuk menunjukkan bahwa Anda sudah bertemu dengan Jiyeon."
Dengan enggan, Yoongi meraih catatan itu. Mungkin ada baiknya juga Yoongi menemui wanita ini, untuk berbicara secara empat mata dan menyatakan bahwa Yoongi tidak akan menyetujui perjodohan ini. Yang barangkali saja Jiyeon pun menginginkan hal yang sama.
"Kau sudah mendengar kabar dari Jangmi?" tanya Yoongi. Meskipun dirinya tidak terlalu akrab dengan sang adik, tetapi adakalanya Yoongi merasa khawatir dengan kehidupan Jangmi yang kelewat bebas.
"Nona muda akan kembali ke sini dua minggu lagi."
Jawaban Sungmin membuat sebelah alis Yoongi menaik. "Dia akan pulang? Jangmi pulang?" Hah! Rupanya anak itu masih ingat dengan rumah!
"Nyonya akan berulang tahun akhir bulan nanti, Tuan."
Ah ... Pantas saja. Yoongi melupakan hal krusial itu.
"Jika memungkinkan," Sungmin melanjutkan, "Tolong Anda pulang ke rumah malam ini, sebab Nyonya mengadakan acara makan malam, dan beliau berharap Anda untuk hadir."
Sejak seminggu yang lalu, ibu Yoongi memang sudah mengingatkan Yoongi tentang makan malam ini. Namun Yoongi tidak pernah memberi jawaban apakah ia akan datang atau tidak. Bukannya Yoongi tidak mau menemui ibunya, hanya saja Yoongi tidak ingin duduk di tengah orang-orang yang kebanyaknya merupakan penjilat ayahnya. Yoongi juga tidak ingin bertemu keluarga besar, terutama para bibi yang acap kali melontarkan pertanyaannya yang sama setiap kali mereka bertemu; "kapan kau menikah? Kau, kan, sudah tua."
"Lihat saja nanti," ucap Yoongi.
Sungmin memberi anggukan patuh. "Kalau begitu, saya pamit pergi," katanya. "Selamat tinggal, Tuan Min. Semoga hari Anda berjalan lancar." Dia berbalik dan pergi meninggalkan ruangan Yoongi.
Yoongi memijat pelipisnya. Rasanya dia perlu alkohol untuk menghilangkan rasa pusing dan keadaan hatinya yang sudah memburuk. Maka Yoongi bangun dari kursinya menuju rak yang menyimpan beberapa botol liquor dan gelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
VENGEANCE : After (S2)
FanfictionBook II (Sebelum baca ini, baca dulu Vengeance S1) Tiga tahun setelah kejadian 'malam itu' baik Kyra, Jungkook maupun Taehyung, mereka sama-sama masih belum bisa terlepas oleh jerat 'rasa bersalah'. Mereka masih mencari cara untuk menembus kesalaha...