Chapter 29 - part 2

985 130 76
                                    

Helena terdiam sejemang, lalu tergelak. "Lelucon yang bagus, Kittycat." Dia menggeleng geli dan tak percaya.

"Aku tidak bercanda," tegas Yoongi.

Helena memandang ke arah Yoongi seperti ada kotoran menempel di wajah Yoongi. "Kau sedang balas dendam menjahili ku karena tadi aku menjahili mu, bukan? Well, jika ya, kau berhasil." Helena memutar matanya dan kembali fokus pada ponselnya.

"Tidak. Aku benar-benar mau menikah denganmu."

"Bercandamu sudah tidak lucu, Kittycat."

"Kubilang," Yoongi mendesis kesal karena di acuhkan. "Aku tidak bercanda."

Namun Helena tetap menghiraukannya.

Yoongi sadar betul ucapannya ini memang terdengar konyol. Pun dia tidak mempercayai dirinya sendiri yang sudah berani mengatakan itu. Yoongi pikir, dia lebih baik menikahi Helena daripada harus menikahi wanita pilihan ayahnya yang Yoongi tak kenal.

Sejauh ini, hanya Helena yang bisa menyamai energi Yoongi. Mereka pun berkecimpung di dunia yang sama. Sehingga mudah bagi Yoongi untuk mengajaknya berbicara, karena pada dasarnya mereka memiliki pemikiran yang sama. Termasuk mengerti kesibukannya Yoongi, dan mengerti mengapa Yoongi selalu memprioritaskan pekerjaannya dan keluarganya. Dan hal yang paling penting ialah bahwa Helena selalu membuat Yoongi tertawa, meski kadang dia suka menghina. Namun Yoongi tidak keberatan dengan itu semua.

Yoongi bukan lagi di umur di mana dia menganggap cinta adalah segalanya. Dia tidak berpikir bahwa ketika menikah dia akan menjadi bahagia jika menikah dengan pasangan yang ia cinta. Bagi Yoongi, menikah itu lebih kepada memilih pasangan yang setara, bukan dalam soal materi, pendidikan ataupun pencapaian, Yoongi tidak peduli dengan itu semua. Yang ia inginkan adalah pasangan yang setara dalam hal energi, pemikiran, dan usaha. Sehingga Yoongi tidak akan merasa apa yang dilakukannya akan dianggap berlebihan ataupun kurang oleh pasangannya. Dan supaya, ketika tua nanti, ketika cinta terasa biasa dan sudah lagi tidak ada artinya, dirinya dan pasangannya tetap bisa bersama-sama, menjadi teman bicara. Duduk berdua di serambi rumah sambil membicarakan hal-hal sederhana. Dan baginya, Helena memenuhi semua kriteria itu.

Yoongi membuka salah satu laci meja kerjanya untuk mengambil sebuah cincin yang memang sudah dia pesan dari seminggu lalu, yang sebenarnya cincin itu memang akan dia berikan pada Helena hanya sebagai hadiah saja. Namun karena perubahan rencana, Yoongi akhirnya berimprovisasi.

Yoongi menghampiri Helena sambil mengulurkan kotak cincin yang terbuka kepadanya. "Aku tak perlu berlutut untuk melamarmu, kan? Jadi, ayo menikah denganku." Wajah Yoongi memang datar-datar saja saat mengatakan ini, tetapi pipinya semerah delima.

Helena yang tadinya menunduk, secara perlahan mengangkat tatapannya dari sebuah cincin yang berada di depan wajahnya, bergulir ke tangan pucat Yoongi, dan berlabuh pada wajah Yoongi.

Helena mengernyit. "Apa kau memiliki penyakit yang membuat hidupmu hanya bertahan sampai satu bulan ke depan sehingga kau mulai menceklis satu persatu wishlist mu dan salah satunya adalah menikah?"

"Tidak. Tapi jika aku tidak menikah denganmu aku mungkin memang akan mati." Dia lebih baik mati daripada harus menikahi wanita pilihan ayahnya. Bukan bermaksud jelek ke Jiyeon, tetapi wanita bermarga Park itu sama sekali tidak memiliki 'energi' yang sama dengan Yoongi.

Helena berkedip. Ia akhirnya memutar tubuhnya ke arah Yoongi. Kakinya turun ke atas karpet. Sekarang dia dalam posisi duduk menghadap Yoongi. Dan karena Yoongi dalam posisi berdiri, Yoongi merasa agak tidak sopan dan kurang gentle jika dia tetap berdiri. Maka, Yoongi berlutut dengan satu kaki agar dia bisa berbicara sejajar dengan Helena.

VENGEANCE : After (S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang